Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/11/2023, 14:20 WIB
Heru Dahnur ,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BANGKA, KOMPAS.com - Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) kini berusia 23 tahun. Daerah pemekaran dari Sumatera Selatan ini masih dihadapkan pada karut-marut tata niaga pertimahan.

Babel Resources Institute (BRiNST) mengendus ada banyak kejanggalan. Banyak perusahaan yang lahan Izin Usaha Pertambangan (IUP)-nya sedikit, tapi justru bisa mengeskpor ribuan ton timah.

"Ekspor timah mengalir deras dari perusahaan smelter timah yang hanya memiliki IUP di bawah 10.000 hektar, bahkan ada yang di bawah 1.000 hektar," kata Direktur BRiNST Teddy Marbinanda kepada Kompas.com, Minggu (26/11/2023).

BRiNST mencatat, selama 2022 total ekspor timah Nasional mencapai 74.408 metrik ton. Dari jumlah itu, perusahaan pelat merah PT Timah Tbk selaku pemegang IUP terbesar, hanya mengekspor 19.825 metrik ton, sementara gabungan smelter swasta (private smelter) mencapai 54.255 metrik ton.

Selanjutnya, pada Semester I tahun 2023 terhitung Januari-Juni, angka eskpor PT Timah Tbk tercatat sebanyak 8.307 metrik ton dan gabungan smelter swasta 23.570 metrik ton.

Baca juga: Angka Ekspor Timah Jadi Sorotan, Pemerintah Diminta Kaji Ulang RKAB

Ketimpangan angka ekspor dengan luasan lahan produksi terlihat mencolok dengan PT Timah Tbk sebagai pemegang konsesi terbesar dengan IUP 472.000 hektar.

Sedangkan gabungan smelter swasta, dari sepuluh perusahaan sampel yang dicatat BRiNST, luas IUP-nya tidak mencapai 18.000 hektar.

Masih dari catatan BRiNST, perusahaan swasta yang memegang IUP cukup luas yakni MSG (7.336 hektar), sementara yang paling sedikit BBTS (132 hektar), VIP (400 hektar), MSP (527 hektar) dan RRP (543 hektar).

Berdasarkan volume ekspor 2021, BBTS tercatat mengeskpor 1.799 metrik ton dan 1.815 metrik ton pada semester pertama 2022. VIP mengeskpor 3.168 metrik ton selama 2021 dan 968 metrik ton pada Semester I-2022.

Kemudian MSP mengekspor 2.414 metrik ton selama 2021 dan 2.815 pada Semester I-2022. Selanjutnya ada RRP yang mengeskpor 1.608 metrik ton pada 2021 dan 1.197 2022.

"Kalau kita lihat di lapangan, bahkan pakai drone, tidak terlihat aktivitas penambangan yang signifikan. Tapi kok angka eskpornya bisa tinggi," ujar Teddy.

Terkait temuan kejanggalan itu, Teddy berharap pemerintah melakukan peninjauan ulang terhadap persetujuan Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan.

Sebab kesempatan ekspor termuat dalam RKAB yang telah disetujui melalui Direktorat Jenderal Minerba, Kementerian ESDM.

Baca juga: Peraturan Turunan PP Sedimentasi Laut Diterbitkan, Walhi: Karpet Merah Aktivitas Tambang

"Jangan sampai hasil tambang ilegal atau tambang dari IUP PT Timah yang sangat luas, justru bocor ke pihak yang tidak bertanggungjawab," beber Teddy.

Dugaan kejanggalan pada tata niaga timah juga diperkuat laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Pada 2022 BPKP menilai perlu adanya pembenahan tata kelola industri timah dalam negeri seiring adanya potensi kerugian negara Rp 2,5 triliun.

Tindak tegas oknum

Mantan Wakil Gubernur Kepulauan Babel Hidayat Arsani meminta pengawasan terhadap operasional PT Timah Tbk selaku pemegang IUP terbesar harus lebih diperketat.

Hidayat mengajak semua pihak menyelamatkan dan membantu PT Timah Tbk dari keterpurukan. Ia mendorong semua pihak untuk bersinergi membantu produksi PT Timah Tbk yang saat ini dipimpin oleh Ahmad Dani Virsal, yang merupakan tokoh ekonomi asal Babel.

Hidayat mengatakan, kondisi yang terjadi pada Ahmad Dani Virsal sama dengan yang terjadi dengan direksi beberapa tahun lalu, Thabrani Alwi.

"Dia dihadapkan dengan kondisi yang diambang kebangkrutan," kata Hidayat yang kerap disapa sebagai Panglima.

Mantan Presiden Asosiasi Timah Indonesia itu mengkiritisi fakta produksi PT Timah Tbk yang kalah dari swasta, padahal IUp-nya cuma ribuan hektar.

"Saya tidak menuduh siapa mencuri, tetapi persoalan ini tentunya mempunyai dampak. Kita tidak mau PT Timah Tbk di era pemimpinan Ahmad Dhani Virsal menjadi buruk," ujar Hidayat.

Baca juga: Kejahatan Sektor Tambang, Jaksa Kejar Kerugian Negara dan Perekonomian

Sebagaimana diketahui pada semester pertama tahun 2023, ekspor timah anjlok ke 8.307 ton. Sementara ekspor timah dari swasta sebanyak 23.570 ton.

Hidayat mengatakan harus ada pemeriksaan eksternal dan internal mengapa PT Timah Tbk tidak bisa memproduksi timah seperti swasta.

"Saya akan sampaikan ke Dirut Timah, perlu diawasi mitra-mitra itu. Saya sudah tanya ke Dirut Dani Virsal, ternyata IUP PT Timah Tbk ini 80 persen masih produktif, namun ke mana timahnya, disebut dijarah, oleh siapa? oleh oknum eksternal, oknum internal," tutur Panglima.

Oleh karena itu, dia minta aparat hukum bertindak, kejaksaan, Polda untuk menyikapi. PT Timah Tbk juga harus bersih-bersih.

Panglima juga menyarankan, PT Timah Tbk perlu membentuk tim untuk kinerja mitra-mitra yang kerja di IUP PT Timah Tbk.

"Kumpulkan semelter, duduk bersama kumpulkan kolektor, insya allah selesai, konkret, Smelter yang sudah kenyang tolonglah mengerti," pesan dia.

Tanggapan AETI

Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Jabin Sufianto menegaskan, karut marut pertimahan nasional tidak akan pernah selesai kalau pemerintah tidak menerapkan cetak biru tata niaga pertimahan.
Cetak biru tersebut, kata Jabin, bisa diadopsi dari komponen yang telah disusun oleh AETI.

"Pemerintah bisa adopsi cetak biru yang telah disusun AETI. Salah satunya syarat untuk menjadi anggota AETI itu tidak mudah. Kita lihat pengalamannya, pertanggungjawaban ke masyarakat dan harus sudah sertifikasi propher biru," kata Jabin kepada Kompas.com, Sabtu (25/11/2023).

Jabin mengakui, permasalahan paling mencolok saat ini ada pada eskpor PT Timah Tbk yang anjlok. Padahal PT Timah Tbk tercatat memiliki luasan IUP terbesar.

Baca juga: Masifnya Tambang Nikel di Sulawesi Picu Deforestasi dan Dampak Lingkungan

Pada 2021 volume ekspor PT Timah Tbk tercatat 27.665 metrik ton, turun menjadi 19.825 metrik ton selama 2022.

"Saya sejak awal sebagai sekjen berkomitmen membangun tata kelola yang baik dan diterapkan pada anggota AETI. Jangan sampai perusahaan cuma datang, gali dan cabut," ujar Jabin.

"Sekarang kalau bicara 30 perusahaan atau hanya ada tujuh saja, eskpornya segitu juga, jadi perlu ada seleksi yang kita mulai dari AETI," tambah Jabin.

Jabin memastikan AETI mendukung langkah pembenahan termasuk pemberlakuan sanksi bagi perusahaan yang tidak taat aturan. Untuk itu AETI siap memberikan masukan kepada pemerintah.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau