Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setengah Hati Memenuhi Hak Pilih Penyandang Disabilitas Intelektual (I)

Kompas.com - 11/01/2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Jika dibandingkan dengan jumlah pemilih total di Kota Surakarta sebanyak 439.009 orang, maka pemilih dengan kondisi disabilitas intelektual yang bisa menyalurkan suaranya hanya 0,02 persen.

Padahal, hak pilih penyandang disabilitas intelektual, termasuk disabilitas lainnya, dijamin seperti dalam Pasal 5 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Gunung es

Perwakilan Tim Advokasi Difabel (TAD) Kota Solo Misbahul Arifin menyampaikan, jumlah penyandang disabilitas yang ada bisa jadi lebih besar daripada yang terdata dalam DPT. Ada beragam faktor yang memengaruhi pencatatan ini.

Pertama, keengganan orangtua yang tidak mau memasukkan anggota keluarganya masuk dalam data penyandang disabilitas di DPT.

Kedua, ada laporan yang menyebut petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) dalam melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data tidak bertanya terlebih dulu mengenai keberadaan penyandang disabilitas di dalam suatu keluarga. Ini memperbesar peluang penyandang disabilitas tidak masuk dalam data pemilih berkebutuhan khusus.

Baca juga: Jelang Pemilu 2024, Risiko Perusakan Hutan Dikhawatirkan Meningkat

Ketua Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi KPU Kota Solo Aldian Andrew Wirawan mengatakan, pendataan penyandang disabilitas, termasuk disabilitas intelektual, mengacu pada Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4). Di dalamnya terdapat identitas lengkap calon pemilih, termasuk jenis disabilitasnya.

Sebelum ditetapkan menjadi DPT, proses coklit dilakukan selama enam bulan, termasuk melibatkan komunitas penyandang disabilitas saat melakukan pendataan di daerah yang memiliki penyandang disabilitas.

"Ketika petugas melakukan coklit, didampingi dan disesuaikan dengan kolom khusus penyandang disabilitas," kata Aldian.

Pelibatan

Suasana sosialisasi dan pendidikan pemilih untuk organisasi penyandang disabilitas di Kota Solo yang digelar oleh KPU Kota Solo, Sabtu (16/12/2023).KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Suasana sosialisasi dan pendidikan pemilih untuk organisasi penyandang disabilitas di Kota Solo yang digelar oleh KPU Kota Solo, Sabtu (16/12/2023).
Fenomena keluarga yang menolak memasukkan nama keluarganya yang penyandang disabilitas masuk dalam DPT juga tidak dibantah Aldian.

Namun, setiap penyandang disabilitas yang masuk dalam DP4 dan ketika dilakukan coklit masih ada, tetap dikategorikan masuk berkebutuhan khusus.

Ketua KPU Kota Solo Bambang Christanto mengutarakan, masalah stigma terhadap penyandang disabilitas jadi salah satu alasan keluarga tidak terbuka dalam hal pendataan DPT.

"Kami tetap memasukannya ke dalam DPT. Datang tidaknya (ke tempat pemungutan suara atau TPS) atau penggunaan hak pilihnya, itu sudah lain urusan," kata Bambang.

Sejauh ini, Bambang menyampaikan KPU Kota Solo sudah menjalin kerjasama dengan berbagai komunitas penyandang disabilitas suntuk melakukan sosialisasi terkait hak pilih.

Baca juga: Enam Strategi Lemhanas Tangkal Disrupsi Informasi Jelang Pemilu 2024

Dia menambahkan, pihaknya juga akan membekali Kelompok Penyelenggara Pemungutan suara (KPPS) sebagai ujung tombak penyelenggaraan Pemilu di level TPS untuk lebih paham kebutuhan disabilitas. Pasalnya, wajib bagi setiap TPS untuk dapat diakses para penyandang disabilitas untuk menyalurkan suaranya.

"Selain itu, pemilihan kali ini bersifat inklusif. Teman-teman penyandang disabilitas tidak hanya bisa ikut sebagai pemilih, tapi juga bisa terlibat menjadi penyelenggara sepanjang memenuhi persyaratan," papar Bambang.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau