Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setengah Hati Memenuhi Hak Pilih Penyandang Disabilitas Intelektual (I)

Kompas.com - 11/01/2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Penyelenggara pemilu yang bisa diikuti penyandang disabilitas, kata Bambang, contohnya adalah petugas pantarlih atau KPPS.

Persyaratan yang ditentukan seperti berusia minimal 17 tahun, sehat jasmani serta rohani, minimal pendidikan yang sudah ditempuh, dan beberapa poin lainnya sesuai peraturan KPU.

Tidak ada perubahan

Di sisi lain, Misbahul berpendapat pelibatan kelompok disabilitas sejauh ini masih bersifat kesukarelawanan. Menurutnya, penyandang disabilitas perlu dilibatkan dalam berbagai pengambilan keputusan dan pelaksanaan pemilu, bukan sekadar menjadi sukarelawan.

Catatan Misbah ini berkaca dari kondisi di lapangan. Petugas teknis pemungutan suara seperti KPPS dan pantarlih belum semuanya paham soal ragam disabilitas.

“Ada yang tidak mengetahui perbedaan disabilitas intelektual dan disabilitas mental, contohnya bipolar. Kalau disabilitas intelektual ringan, petugas tidak tahu karena tidak memiliki perbedaan dengan non-penyandang disabilitas,” papar Misbah.

Baca juga: Krisis Iklim Dianggap Genting, Harus Jadi Prioritas Kampanye Pemilu 2024

Selain itu, penyandang disabilitas juga perlu dilibatkan serta diberi keleluasaan dalam kampanye desain pemilu, mulai dari pra-pemilu, masa kampanye, sampai hari H pemungutan suara. Dengan demikian, keterlibatan penyandang disabilitas bisa lebih meningkat.

Di samping itu, surat suara pun tidak terlalu mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas. Sejauh ini, baru penyandang disabilitas sensorik netra yang mendapat surat suara dengan huruf braille.

Memang sejak pemilu 2004, penyelenggara pemilu sudah menyediakan surat suara dengan huruf braille tapi hanya untuk surat suara untuk pemilihan capres-cawapres dan surat suara untuk pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sudah hampir dua dekade, tidak ada penambahan. Mentok di dua jenis surat suara tersebut.

Soal penggunaan hak suara, Misbah menyoroti, kehadiran pendamping penyandang disabilitas bisa juga disalahgunakan.

Penyandang disabilitas termasuk kelompok rentan, suaranya mudah dipengaruhi (dibujuk atau diarahkan pilihannya),” kata Misbah.

Bersambung... Baca berita lanjutannya (Setengah Hati Memenuhi Hak Pilih Penyandang Disabilitas Intelektual II) melalui tautan ini.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau