BATANGHARI, KOMPAS.com – Suara owa ungko (Hylobates agilis) bertalu-talu memecah keheningan. Pada Jumat (9/2/2024) pagi, tepi telaga yang mulanya gelap gulita perlahan berubah menjadi terang.
Suasana pagi di basecamp Hutan Harapan yang masuk wilayah Kabupaten Batanghari, Jambi, kerap kali riuh oleh berbagai macam satwa yang terdengar jauh dari dalam wana.
Di hutan dataran rendah yang tersisa di Pulau Sumatera tersebut, aneka jenis satwa liar menggantungkan hidupnya.
Baca juga: Ketika Para Penggemar K-pop Menanam Asa di Hutan Harapan...
Perjalanan menuju ke basecamp Hutan Harapan dapat ditempuh melalui perjalanan darat sekitar 120 kilometer dengan durasi sekitar tiga sampai empat jam dari ibu kota Provinsi Jambi.
Hutan Harapan merupakan wana restorasi ekosistem yang terletak di tengah kepungan perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI).
PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) menjadi pihak pemegang konsesi hutan seluas 98.555 hektare yang membentang di dua provinsi, Jambi dan Sumatera Selatan, tersebut.
Mulanya, Hutan Harapan adalah kawasan hutan industri produktif. Namun sejak 2005, Hutan Harapan diubah menjadi hutan restorasi ekosistem pertama di Indonesia melalui Keputusan Menteri Kehutanan SK No. 83/Menhut–II/2005.
Baca juga: Hilirisasi Nikel Babat Puluhan Ribu Hektare Hutan di Halmahera
Kepada Departemen Human Capital Corporate Services PT Fajar Susilo mengatakan, di dalam Hutan Harapan terdapat empat satwa kunci yang terancam punah yaitu harimau sumatera (Panthera tigris sondaica), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), burung rangkong (Rhinoplax vigil), dan tapir (Tapirus indicus).
Selain itu, Hutan Harapan juga menjadi tempat tinggal bagi lebih dari 307 jenis burung, 64 jenis mamalia, 123 jenis ikan, 55 jenis amfibi, 71 jenis reptil, 728 jenis pohon.
Tak hanya flora dan fauna, Hutan Harapan turut menjadi rumah bagi masyarakat Batin Sembilan, salah satu bagian masyarakat adat yang terkenal dengan sebutan Suku Anak Dalam.
Hutan Harapan juga menjadi sumber serta area resapan air yang penting bagi masyarakat Jambi dan Sumatera Selatan.
Baca juga: Kegiatan Ekonomi Ilegal dalam Kawasan Hutan
Di dalam hutan, terdapat Sungai Batang Kapas dan Sungai Meranti menjadi hulu Sungai Musi yang mengalir melalui Sungai Batanghari Leko.
Sungai tersebut menjadi sumber kehidupan utama masyarakat Sumatera Selatan, baik untuk air bersih, perikanan, pertanian, perkebunan maupun sarana transportasi.
Sungai lainnya adalah Sungai Lalan, yang merupakan sumber kehidupan masyarakat Bayunglincir dan sekitarnya.
Sungai Kandang yang juga berhulu di Hutan Harapan merupakan sumber air penting bagi masyarakat di sekitar Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi.
Baca juga: Ganjar-Mahfud Serukan Stop Pembabatan Hutan dan Gencarkan Reforestasi
Meski telah menjadi huta restorasi ekosistem, kelestarian Hutan Harapan masih dibayangi oleh berbagai ancaman yakni perambah liar, perburuan liar, ilegal logging, kebakaran, dan lain sebagainya.
Fajar mengungkapkan, dari sekian banyak ancaman tersebut, perambah liar merupakan salah satu ancaman yang paling besar.
Para perambah liar tersebut memasuki kawasan Hutan Harapan, membuka lahan, dan menanam tanaman perkebunan untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka tinggal secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari petugas.
“Salah satu tanaman yang mereka tanam adalah sawit karena nilai ekonominya yang paling besar,” kata Fajar.
Baca juga: Nusantara Green Pesantren, Upaya Wujudkan Visi IKN sebagai Kota Hutan
Berbagai aksi yang dilakukan oleh perambah liar membuat ratusan hektare tutupan Hutan Harapan menjadi rusak. Dan aksi yang mereka lakukan masih berlangsung hingga kini.
Fajar mengungkapkan, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah masuknya perambah liar beserta upaya-upaya mereka yang memanfaatkan lahan di Hutan Harapan.
Beberapa yang dilakukan seperti menggandeng masyarakat Batin Sembilan dan aparat berwajib untuk ikut serta menjaga wana.
Namun, upaya tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dan perjuangan untuk menangkal perambah liar masih berlanjut sampai sekarang.
Baca juga: Ada Kota Hutan Vertikal Pertama di China, Seperti Apa Bentuknya?
Salah satu tetua masyarakat Batin Sembilan, Rusman, mengatakan menjaga kelestarian tutupan hutan di wana tersebut sama saja mempertahankan kelangsungan hidup mereka.
Pasalnya, menurut pimpinan dari kelompok masyarakat adat Batin Sembilan Kandang Rebo Bawah Bedaro Anak Dalam Guli'an tersebut, warganya sangat menggantungkan hidupnya dari hasil alam yang ada di dalam hutan.
Beberapa hasil hutan yang biasa mereka dapatkan seperti madu, rotan, dan sebagainya yang merupakan hasil bukan kayu.
Hasil-hasil hutan yang mereka peroleh dijual dan uang yang didapatkan dipakai untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang dan pangan.
Rusman menuturkan, pihaknya beserta kelompoknya ikut serta menjaga Hutan Harapan dari ancaman kerusakan wana, termasuk dari perambah liar.
Selain memanfaatkan hasil hutan, Rusman dan hampir 100 KK yang berada di bawah kepemimpinannya juga ikut membudidayakan tanam seperti durian dan buah-buahan lain endemik dari Hutan Harapan.
Baca juga: Realisasi Ekspor Produk Hasil Hutan 128,5 Persen dari Target
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya