KOMPAS.com - Emisi metana dari sektor energi pada 2023 masih sangat besar bahkan mendekati rekor tertinggi menurut laporan terbaru dari Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA).
Emisi metana dari produksi dan penggunaan minyak, gas, batu bara, dan bioenergi menghasilkan lebih dari 128 juta metrik ton pada 2023, sedikit meningkat dibandingkan 2022.
Metana merupakan salah satu emisi gas rumah kaca (GRK) dengan efek memerangkap panas lebih kuat dibandingkan karbon dioksida.
Baca juga: Komitmen Pemerintah Indonesia Kurangi Emisi Gas Metana Dipertanyakan
Emisi metana pada 2023 mencatatkan kenaikan tiga tahun berturut-turut sejak pandemi Covid-19 pada 2020.
Pada 2020, emisi metana dari sektor energi tercatat 119 juta metrik ton. Sedangkan pada 2021, emisi metananya 122 juta metrik ton.
Sedangkan pada 2022, emisi metada dari sektor energi mencapai 125 juta metrik ton.
Pada 2023, emisi metana yang bocor dari infrastruktur bahan bakar fosil juga meningkat 50 persen dibandingkan pada 2022.
Baca juga: Metana dari Danau Turut Berkontribusi terhadap Emisi GRK
"Emisi dari pengoperasian bahan bakar fosil masih sangat tinggi," kata kepala ekonom energi IEA Tim Gould sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (13/3/2024).
Tingginya emisi metana tersebut masih saja terjadi meski lebih dari 150 negara berkomitmen untuk memangkasnya sebesar 30 persen pada 2030 dibandingkan tahun 2020.
Puluhan perusahaan minyak dan gas juga secara sukarela berkomitmen untuk mengurangi emisi.
Namun, Gould menyampaikan, tahun 2024 kemungkinan akan menjadi titik balik.
Pasalnya, ada berbagai satelit baru yang membantu meningkatkan pemantauan dan transparansi seputar kebocoran metana, sehingga memungkinkan perusahaan untuk segera memperbaikinya.
Baca juga: Google Segera Luncurkan Satelit Pemantau Metana, Lacak Kebocoran dari Migas
Awal bulan ini, satelit pendeteksi metana baru yang didukung oleh Google milik Alphabet Inc dan Environmental Defense Fund diluncurkan ke orbit Bumi.
Satelit milik Badan Antariksa Eropa dan pelacak berbasis satelit lainnya yang dikenal sebagai GHGSat juga telah memantau emisi metana.
Namun, MethaneSAT baru akan memberikan rincian lebih lanjut dan memiliki bidang pandang yang lebih luas.
"Tahun 2024 akan menjadi momen penting bagi tindakan dan transparansi mengenai metana," kata kepala pasokan energi IEA Christophe McGlade.
Baca juga: Gas Metana dari Sisa Makanan Bisa Sebabkan Pemanasan Global
Karena metana merupakan komponen utama gas alam, perusahaan minyak dan gas mempunyai insentif untuk menangkap emisi untuk dijual sebagai bahan bakar.
Rata-rata sekitar 3 persen pasokan minyak dan gas di lokasi produksi utama AS mungkin keluar sebagai metana.
Angka tersebut tiga kali lebih tinggi dari perkiraan pemerintah nasional menurut temuan penelitian yang diterbitkan jurnal Nature.
Amerika Serikat (AS) adalah penghasil emisi metana nasional terbesar dari operasi minyak dan gas.
Baca juga: Cegah Kematian Dini Hampir 1 Juta Orang, Emisi Metana Perlu Dipangkas Secepatnya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya