Kewang juga bertanggung jawab untuk mengurus pendapatan yang dihasilkan dari pelanggaran sasi.
Baca juga: Sungai Amazon Mengering Parah, Ribuan Ikan Mati, Masyarakat Terancam
Contoh Sasi Laut yang terkenal adalah Sasi Ikan Lompa (Thryssa baelama), ikan sarden kecil yang ditangkap oleh suku Haruku.
Tradisi Sasi lompa telah ada sejak tahun 1600-an. Tradisi ini melarang penangkapan ikan lompa di sekitar sungai Learisa Kayeli, di muara, pada jarak tertentu ke arah hulu dan ke arah laut. Tukik lompa biasanya terlihat dari bulan April hingga Mei.
Untuk membiarkan tukik-tukik tersebut menjadi dewasa, maka dilakukanlah sasi lompa. Menangkap sasi lompa ketika mereka baru berusia 2-3 bulan adalah dilarang.
Setelah sekitar 5-7 bulan, mereka boleh ditangkap. Kewang secara rutin memantau sasi lompa dan kemudian memutuskan kapan harus melakukan Buka Sasi.
Upacara Tutup Sasi memberikan kesempatan bagi spesies ikan tertentu untuk bereproduksi dengan baik sehingga siklus hidupnya tetap terjaga.
Sasi penting untuk menjaga ketertiban umum dan mencegah pencurian harta benda milik perorangan atau negara, serta menjamin perlindungan sumber daya alam.
Baca juga: Stok Ikan Menurun Akibat Alat Tangkap Tak Ramah Lingkungan
Dalam menghadapi perubahan iklim, tradisi sasi menjadi salah satu jawaban untuk mengatasi krisis pangan.
Untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada generasi muda Negeri Haruku dalam menjaga dan melestarikan lingkungannya, Kewang Elly Kissya membentuk "kewang anak" untuk anak-anak usia sekolah.
Anak-anak tersebut diajarkan untuk menanam dan merawat mangrove di sekitar pesisir pantai Negeri Haruku.
Dengan menjaga ekosistem mangrove, maka akan terus menjadi habitat yang cocok untuk ikan, udang dan biota laut lainnya.
Sasi, baik di darat maupun di laut, membantu memastikan pasokan makanan dalam menghadapi ketidakpastian akibat perubahan iklim.
Penulis
Yanti Amelia Lewerissa, dosen pada Program Studi Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Pattimura, Indonesia, dan anggota Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI). Karyanya difokuskan pada kejahatan dan kebijakan pencegahan kejahatan, terutama di bidang perikanan.
Deassy Hehanusa, dosen pada Program Studi Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Pattimura, Indonesia, dan anggota Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI). Karyanya difokuskan pada penangkapan ikan ilegal dan Sasi Laut.
Rony J. Siwabessy, ketua Yayasan Baileo Maluku.
Eliza Kissya, Kewang Laut dari tanah Haruku di Maluku
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya