Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Lingkungan dari Lebaran yang Tidak Berkelanjutan

Kompas.com - 10/04/2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Semua umat Muslim menyambut hari raya Idulfitri dan Lebaran dengan gegap gempita.

Para perantau pun berbondong-bondong kembali ke kampung halaman untuk merayakan Lebaran bersama keluarga tercinta.

Selama Lebaran, berbagai perayaan muncul karena rasa sukacita. Mobilitas serta konsumsi warga pun meningkat.

Di satu sisi, gegap gempita aktvitas selama Lebaran berpotensi menimbulkan efek samping yang berdampak buruk.

Lebaran yang tidak berkelanjutan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan Bumi yang kita tempati ini.

Dilansir dari tulisan Herlina Agustin, peneliti Environmental Communication Center Universitas Padjadjaran di The Conversation, berikut empat dampak buruk terhadap lingkungan bila perayaan Lebaran tidak berkelanjutan.

Baca juga: Kurangi Sampah Lebaran, Akademisi Ajak Shalat Id Tanpa Koran

1. Limbah makanan

Limbah makanan merupakan salah satu masalah yang perlu penanganan serius. Apalagi, saat Lebaran konsumsi cenderung meningkat sehingga sampah makanan bisa terkerek naik.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mudik Lebaran 2024 saja diproyeksikan menimbulkan sampah 58.000 ton. Dari jumlah tersebut, sampah makanan diprediksi mencapai 40 persen.

Limbah makanan yang tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan masalah kesehatan karena menjadi tempat berkembang biaknya kuman serta mengundang hewan liar yang mengkonsumsi limbah tersebut.

Organisme ini dapat membawa penyakit bisa menular dari hewan ke manusia atau biasa disebut zoonosis.

Sisa makanan yang membusuk juga mengeluarkan gas metana, salah satu gas rumah kaca. Emisi gas metana yang berlebihan amat berbahaya karena bisa memerangkap panas 25 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida.

Oleh sebab itu, diperlukan kesadaran bersama untuk membatasi konsumsi dan makan secara bertanggung jawab guna meminimalisai lonjakan sampah makanan saat hari raya.

Baca juga: Mudik Lebaran Bisa Pakai Aplikasi BNPB untuk Pantau Risiko Bencana

2. Penggunaan kendaraan pribadi

Saat Lebaran, mobilitas masyarakat meningkat pesat, terutama di daerah-daerah tujuan pemudik.

Penggunaan kendaraan bermotor pribadi pun menjadi pilihan utama karena fleksibilitasnya saat Lebaran.

Meningkatnya pergerakan kendaraan pribadi ini dapat meningkatkan polusi udara dari pembakaran bahan bakar bensin.

Pembakaran mesin maupun gesekan ban dengan jalanan turut mengeluarkan karbon monoksida serta partikel debu berukuran 10 mikron (PM10) atau 2,5 mikron (PM2,5).

Dalam hal ini, pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih baik dengan menyediakan transportasi publik yang ramah lingkungan dan nyaman.

Pemerintah pusat maupun daerah perlu merumuskan aturan jelas mengenai transportasi publik dan kenyamanan masyarakat.

Harapannya, momen hari raya menjadi momentum perubahan perilaku ke arah yang lebih ramah lingkungan.

Baca juga: Jelang Arus Mudik Lebaran, BMKG Siap Terapkan Modifikasi Cuaca

3. Limbah pakaian

Membeli dan memakain pakaian baru menjadi tradisi umum di kalangan masyarakat saat merayakan Lebaran dan Idulfitri.

Di satu sisi, tradisi baju baru tiap Lebaran berpotensi menghasilkan limbah pakaian dari baju bekas yang tidak terpakai.

Survei dari Yougov pada 2017 menyatakan, sekitar 66 persen responden Indonesia membuang satu baju setiap tahun. Ada juga 25 persen responden yang setiap tahunnya membuang 10 helai baju.

Selain mubazir, kebiasaan membeli baju baru juga bisa memperparah dampak lingkungan dari industri tekstil.

Sektor ini bertanggung jawab sekitar 6 sampai delapan persen emisi gas rumah kaca di bumi karena masifnya penggunaan energi untuk pemrosesan garmen dan tekstil.

Oleh karena itu, sepertinya kita perlu berpikir ulang mengenai tradisi pakaian baru saat Lebaran dan Idulfitri.

Baca juga: Momen Mudik Lebaran Bisa Perkuat Ekonomi Desa Wisata

4. Kembang api dan petasan

Entah sejak kapan, kembang api dan petasan kerap menjadi alat yang dipakai untuk menyemarakkan Lebaran.

Padahal, menyalakan kembang api dan petasan menimbulkan emisi dan polusi suara. Selain itu, ledakannya menimbulkan sampah yang mencemari lingkungan.

Petasan dan kembang api mengandung zat kimia seperti logam berat, karbon, mesiu dan bahan bahan kimia lainnya.

Asap yang ditimbulkan dari petasan dan kembang api menimbulkan polusi dan membahayakan saluran pernapasan jika terhirup dalam jumlah besar.

Partikel-partikel petasan dan kembang api yang jatuh ke tanah dapat merusak tanaman dan mencemari air.

Dampak lainnya dari kembang api adalah mengganggu kehidupan satwa liar terutama burung-burung dan satwa arboreal yaitu hewan yang tinggal di pohon-pohon.

Karena banyaknya dampak buruk tersebut, akan lebih baik bila kita menghindari petasan dan kembang api saat Lebaran.

Baca juga: Lebaran 2023, Homestay Binaan SMF Raup Lonjakan Pendapatan 4 Kali Lipat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau