KOMPAS.com - Ford Foundation mendukung Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) melakukan proses registrasi untuk memitigasi penyusutan area 82 juta hektare hutan di Indonesia.
Salah satu implementasi programnya adalah proses registrasi wilayah adat seluas 186.000 hektare di Tapanuli Utara, Sumatera Utara, dan Luwu Utara, Sulawesi Selatan.
Kepala BRWA Kasmita Widodo mengatakan, sejak 2010 hingga Maret 2024, badan tersebut telah meregistrasikan 28,2 juta hektare wilayah adat.
Baca juga: Segitiga Litium, Obral Izin Pertambangan, dan Kehidupan Warga Adat
Dari luas tersebut, 72 persen di antaranya merupakan ekosistem penting yang harus dijaga yaitu mangrove, karst, areal koridor satwa, dan area kunci biodiversitas.
"Kerja sama dengan Ford Foundation dan juga beberapa pihak lainnya diharapkan dapat mengakselerasi proses capaian perlindungan hutan teregistrasi, terverifikasi, dan tersertifikasi di Tapanuli Utara dan Luwu Utara," ujar Widodo dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (22/4/2024).
Semakin besar wilayah adat yang teregistrasi dan diakui, maka area biodiversitas dan ekosistem hutan yang terjaga akan semakin luas.
Widodo menuturkan, dalam menjalankan kehidupannya, masyarakat adat dan komunitas lokal telah menerapkan tata kelola pelestarian dan konservasi alam.
Baca juga: Dapatkah Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Dirasakan Masyarakat Adat?
"Upaya yang berlandaskan pada kearifan lokal ini terbukti efektif dalam praktik pengelolaan sumber daya sekaligus melindungi alam dan keanekaragaman hayati di dalamnya," tutur Widodo.
Widodo menjelaskan, penerapan kearifan lokal pada wilayah adat mencakup pada area tanah, hutan, dan air beserta isinya.
Pengelolaannya dilakukan berdasarkan aturan dari hukum adat, praktik pengelolaan wilayah perairan, dan larangan penggunaan alat tangkap yang merusak, serta melakukan rotasi tanam dan diversifikasi tanaman pada wilayah perladangan untuk memulihkan unsur hara.
Direktur Regional Ford Foundation Indonesia Alexander Irwan memandang, peringatan Hari Bumi yang jatuh setiap 22 April dapat menjadi tonggak untuk kembali memastikan pentingnya menjaga alam.
Baca juga: Masyarakat Adat Perlu Terlibat dalam Pembangunan Berkelanjutan
Menjaga alam menjadu salah satu upaya yang penting untuk mencegah bencana hidrometeorologi sebagai dampak perubahan iklim.
Dia menyampaikan, kerja sama dengan BRWA di Tapanuli Utara dan Luwu Utara diharapkan dapat melindungi dampak perubahan iklim yang terjadi di wilayah tersebut, seperti bencana alam.
"Kerugian akibat bencana alam yang harus ditanggung oleh masyarakat setempat baik dalam bentuk material dan nonmaterial akan sangat besar dibandingkan dengan upaya dalam mendukung peran masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam dengan baik," tutur Alex.
Alex berujar, pemberian akses yang memadai bagi masyarakat adat dan komunitas lokal untuk memperoleh hak untuk mengelola wilayah adat perlu terus didukung oleh semua pihak.
Melalui pengakuan atas kesetaraan dan keadilan, program dari Ford Foundation dan para mitra implementer, termasuk BRWA, diharapkan dapat berkontribusi dalam memitigasi krisis iklim yang kian mendesak.
Baca juga: Perempuan, Pengetahuan Adat, dan Ketahanan Pangan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya