Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Malagufuk Jaga Tempat Pengamatan Burung di Papua Tetap Lestari

Kompas.com, 2 Juli 2024, 20:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kampung ekowisata Malagufuk, Distrik Makbon, di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya tercatat sebagai salah satu tujuan kegiatan pengamatan burung di dunia.

Di Hutan Klaso, beragam jenis burung endemik Papua Barat mencari makan, minum, istirahat, dan berkembang biak.

Di antaranya, Lesser bird-of-paradise, Northern Cassowary, Twelve-wired Bird of Paradise, King Bird of Paradise, Red breasted Paradise Kingfisher, dan Magnificent riflebird. 

Periode Agustus-Desember merupakan masa tersibuk Kampung Malagufuk menerima tamu, karena bertepatan dengan musim kawin burung-burung.

Baca juga: BKSDA Bengkulu Gagalkan Pengiriman Ilegal 787 Satwa Liar Burung

Lazimnya, tamu mereka adalah fotografer lingkungan hidup khususnya satwa burung dan fauna hutan hujan, peneliti, dan wisatawan yang mampir dari dan/atau sebelum menyelam di Raja Ampat.

Terdapat komunitas Gelek Kalami Malagufuk dan Gelek Magablo yang menempati kampung ini. Keduanya merupakan komunitas marga di bawah payung besar Suku Moi. Dalam bahasa Moi, marga disebut dengan istilah gelek.

Dalam kesehariannya, mereka merawat tanah, melindungi hutan adat, dan hidup secukupnya dengan memanfaatkan sumber daya alam.

Salah seorang pemandu pengamatan burung, generasi muda Malagufuk bernama Opyor Kalami, menyampaikan harapannya agar hutan bisa dijaga dengan sebaik mungkin. 

“Hutan harus terus dijaga sebaik-baiknya, bahkan setelah generasi saya mati. Prinsip hidup saya, ‘kau jaga hutan, kau jaga alam, maka alam akan jaga kamu nanti’. Dengan teguh pada prinsip ini, saya yakin kita bisa berkembang dan berdiri sendiri dengan keyakinan kita, tanpa banyak dipengaruhi orang luar," ujarnya, dalam pernyataan tertulis, Selasa (2/7/2024). 

Adapun pencapaian masyarakat adat di Kampung Malagufuk bukan hasil kerja satu malam. Kegigihan dan kekompakan ketua kampung beserta warganya konsisten dijalani sejak tahun ’90-an.

Mereka menjalin jejaring kerja bersama kelompok-kelompok masyarakat sipil lain, juga organisasi non-pemerintah (NGO) seperti Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.

Pemandangan ecovillage Malagufuk di hutan hujan dataran rendah Malagufuk di Desa Malagufuk, Kabupaten Sorong, Papua Barat DayaDok. ISTIMEWA/ULET IFANSASTI Pemandangan ecovillage Malagufuk di hutan hujan dataran rendah Malagufuk di Desa Malagufuk, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya

Tantangan hutan adat Papua

Dalam upaya untuk hidup lestari selaras dengan alam, Gelek Kalami Malagufuk dan Gelek Malak Kalawilis Pasa menghadapi berbagai tantangan besar.

Beberapa di antaranya, ekspansi pembalakan hutan legal dan ilegal yang gencar, gelombang besar perluasan perkebunan kelapa sawit, serta bisnis ekstraktif di kawasan Papua Barat Daya.

Menurut Laporan Pemantauan Deforestasi Papua Periode Januari-Februari 2024 yang diterbitkan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, pada tahun 2023 luas deforestasi mencapai 25.457 hektar. Jumlah ini lebih besar dibandingkan tahun 2022, seluas 20.780 hektar.

Adapun pada Maret 2024, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya memberi lampu hijau kepada investor pembangunan smelter nikel dan pabrik pembuatan baja di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong.

Baca juga: Berbagai Aktivitas Manusia Sebabkan 1.400 Spesies Burung Punah

"Jika rencana ini direalisasi, Kampung Malagufuk, Hutan Klaso beserta seluruh kekayaan ragam hayatinya terancam hilang," ujar Direktur Eksekutif Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante. 

Masyarakat adat menyaksikan dan mengalami secara langsung rentetan dampak deforestasi dan ketersingkiran dari hutan tanah adat sebagai ruang hidup mereka.

Mulai dari semakin sulit dan jauhnya mencari sumber makanan, menurunnya kualitas air, kerentanan pengelolaan sagu sebagai sumber pangan utama, hingga potensi kekeringan dan gagal panen.

Rentetan persoalan ini akan berujung pada beragam permasalahan kesehatan, gizi buruk, sosial, dan tentunya persoalan ekonomi.

Saat ini, warga Kampung Malalilis menempati rumah-rumah yang dibangun pemerintah bagi warga yang bekerja dan tinggal di area perkebunan sawit. Keluarga salah satu anggota Gelek Malak, Yeheskiel Malak, menempati rumah di sana.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau