Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Malagufuk Jaga Tempat Pengamatan Burung di Papua Tetap Lestari

Kompas.com - 02/07/2024, 20:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

 

Ia dan istrinya pernah menjadi buruh perkebunan. Keduanya lantas mengalami PHK. Mereka terkadang ke Malalilis demi mengurus kebun pisang yang mereka kelola di lahan tidur perusahaan.

“Buruh-buruh di sini menyandarkan hidup pada penjual sayur dan penjual ikan keliling. Air pun susah. Untuk kebutuhan air bersih, mereka harus membeli air galon,” ujar Yeheskiel.

Apabila gaji terlambat diterima, para buruh terpaksa mengutang pembelian sayur, ikan, sembako, dan air.

"Di situasi seperti ini, penjual-penjual berkoordinasi dengan pengawas perkebunan, dan meminta agar pembayaran utang langsung dipotong dari gaji si buruh. Kalau sudah begitu, kehidupan buruh akan terus-terusan terlilit utang," terangnya. 

Hidup selamat di alam

Masyarakat Malagufuk berkeyakinan bahwa kemandirian menentukan cara untuk hidup bermartabat di atas tanah adat adalah hal yang semestinya bisa dilakukan juga oleh masyarakat Papua lainnya.

Salah satunya adalah Gelek Malak Kalawilis Pasa; komunitas marga yang mendiami hutan dan tanah adat di wilayah Kampung Sayosa, Distrik Sayosa, Kabupaten Sorong.

Hampir genap satu tahun Gelek Malak kembali tinggal di tanah dan hutan adatnya. Komunitas marga ini adalah yang pertama memperoleh Surat Keputusan (SK) dari Pemerintah Kabupaten Sorong mengenai Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Moi, termasuk di dalamnya hak tanah adat Gelek Malak yang sudah selesai dipetakan.

Perempuan anggota Gelek Malak Kalawilis Pasa mengambil air dari Sungai Klais Malak untuk keperluan sehari-hari di hutan adat Gelek Malak Kalawilis Pasa di Distrik Sayosa, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.
Dok. ISTIMEWA/ULET IFANSASTI Perempuan anggota Gelek Malak Kalawilis Pasa mengambil air dari Sungai Klais Malak untuk keperluan sehari-hari di hutan adat Gelek Malak Kalawilis Pasa di Distrik Sayosa, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.
Franky meneguhkan prakarsa masyarakat adat seperti yang dilakukan di Malagufuk. Ia menyampaikan, negara memiliki kewajiban memajukan hak dasar rakyat, termasuk menghormati dan melindungi hak masyarakat adat.

"Sudah seharusnya negara menghormati pilihan dan corak ekonomi masyarakat adat. Termasuk melindungi sumber daya ekonomi dan wilayah kehidupan yang masyarakat adat miliki, dari berbagai ancaman dan tekanan ekonomi ekstraktif," tutur Franky. 

Baca juga: Daftar Lengkap 562 Jenis Burung yang Dilindungi di Indonesia

Kini, Gelek Malak sepenuhnya menyadari mereka tidak bisa selamat sendiri. Mereka ingin gelek lain, setidaknya yang persis berbatasan dengan mereka, untuk sama-sama berkomitmen menjaga tanah adat.

Beberapa di antaranya adalah Gelek Gilik, Klaili, Sayosa, Klasibin, Kalalu, dan Gelek Doo. Masih tersimpan harapan di dada Gelek Malak agar saudara-saudara gelek lain teguh pendirian menghadapi iming-iming investor.

“Tanpa hutan, kita manusia tidak akan bisa hidup. Kita merdeka manfaatkan segala sumber makanan, obat-obatan yang ada di hutan. Jika kami jual tanah, misalnya saya pegang satu miliar, uang bisa habis dalam satu bulan. Tapi kalau punya tanah, kami bisa terus hidup dengan memanfaatkan seperlunya. Kalau kami menggunakannya berlebihan, kami merasa rugi sendiri. Itu yang bedakan kami dengan perusahaan," ujar tetua adat gelek, Korneles Malak. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com