Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batasi Kemasan Saset, Jakarta Masih Pertimbangkan Daya Beli Warga

Kompas.com, 19 Juli 2024, 19:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

 JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) berencana meningkatkan pembatasan terkait subyek dan obyek wadah atau kemasan produk, untuk mengurangi potensi sampah. 

Kepala Seksi Pengurangan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta M Adib Awaludin mengatakan, yang saat ini sudah diatur adalah pembatasan penggunaan kresek.

Ke depannya, ada rencana menambah pembatasan penggunaan obyek seperti styrofoam dan sedotan plastik, sesuai Permen LHK No 75 Tahun 2019.  

Baca juga: Upaya DLH Jakarta Terapkan Plastik Sekali Pakai dan Guna Ulang

"Yang sudah kami atur itu baru kresek. Ada potensi untuk mengatur styrofoam dan sedotan plastik, ini sejalan dengan peraturan KLHK bahwa pada 1 Januari 2030 yang namanya sedotan plastik dan styrofoam itu dilarang digunakan," ujar Adib dalam talkshow di sela Festival Ekonomi Sirkular 2024 di Taman Menteng, Jakarta, Kamis (18/7/2024). 

Tak hanya obyek, subyek atau pelaku yang akan dikenakan pembatasan juga berpotensi ditambah, sesuai kewenangan Pemda DKI Jakarta. 

Pembatasan penggunaan styrofoam dan sedotan plastik akan diberlakukan di hotel, restoran, kafe, dan tempat sejenis.

Dari yang sebelumnya hanya berlaku pada toko ritel, swalayan, pusat perbelanjaan, pasar, dan minimarket.

"Jadi obyeknya kita akan tambah. Dan subyeknya, rencananya akan ditambah juga. Kalau kemarin yang diatur baru retail, toko-toko swalayan, pusat perbelanjaan, pasar, supermarket, gitu kan," imbuhnya. 

Pertimbangkan masyarakat dan cari alternatif solusi

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memberlakukan pembatasan kemasan saset dalam upaya mengurangi sampah, karena mempertimbangkan daya beli warga apabila kebijakan tersebut diterapkan.

"Kami juga pertimbangkan daya beli masyarakat. Bisa kita bayangkan, masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 100.000 per hari, diharuskan membeli sabun yang botol, harganya berapa," ujar dia. 

Menurut Adib, alih-alih membeli produk dalam kemasan besar di dalam botol, masyarakat dari kalangan ekonomi rendah cenderung memilih kemasan kecil atau saset.

"Ini fakta juga yang harus kita jadikan pertimbangan. Tentu dia (konsumen) akan lebih memilih untuk membeli konsumsi sehari-hari (dalam bentuk saset) nanti," imbuhnya. 

Baca juga: Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia: Sejarah, Tujuan, dan Alternatifnya

Oleh karena itu, daya beli masyarakat akan menjadi salah satu bahan kajian dan diskusi dalam mencari solusi, apabila aturan pembatasan kemasan saset nantinya diberlakukan.

"Semua masukan, misal nanti keluar produk hukum atau regulasi yang dikeluarkan pemerintah, bisa implementatif, bisa menjadi solusi untuk semua," terang Adib. 

Tak hanya itu, pemerintah akan menggelar diskusi-diskusi kelompok bersama para pelaku usaha terkait, sehingga diharapkan nantinya ada tanggapan atau masukan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pemerintah
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Pemerintah
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
Pemerintah
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Pemerintah
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
LSM/Figur
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Pemerintah
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Pemerintah
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Advertorial
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Pemerintah
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau