KOMPAS.com - Definisi dan indikator transisi energi berkeadilan di Indonesia, termasuk konsep dan cakupannya, harus jelas.
Kejelasan mengenai definisi dan indikator tersebut akan meminimalisasi risiko sosial, ekonomi, dan teknologi dari proses transisi energi di Indonesia.
Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebutkan, definisi transisi energi berkeadilan adalah proses peralihan dari sistem sosial-ekonomi intensif karbon menuju sistem sosial-ekonomi rendah karbon.
Baca juga: Khawatir Pajak Karbon Negara Kaya, Afrika Selatan Serukan Transisi Energi Hijau Secepatnya
Tujuannya meliputi berbagai hal mulai dari mengatasi masalah ekonomi, sosial, energi, dan lingkungan serta memitigasi permasalahan yang muncul dari proses transisi energi.
Manajer Program Ekonomi Hijau IESR Wira A Swadana mengungkapkan, perlu tiga pendekatan untuk mencapai tujuan transisi berkeadilan tersebut.
Tiga pendekatan yang dia maksud yaitu pendekatan transformasi ekonomi, transformasi sosial-politik, dan pelestarian lingkungan.
Dia menyampaikan, di dalam transformasi ekonomi misalnya, ada empat komponen utama yang perlu dimasukkan yaitu pengentasan kemiskinan, kemajuan ekonomi berkelanjutan, pekerjaan hijau, dan resiliensi ekonomi.
Baca juga: Transisi Energi Berkeadilan di RI Butuh Konteks dan Konsep yang Jelas
“Setiap komponen memerlukan indikator yang relevan diperlukan,” ujar Wira dalam acara Just Transition Dialogue II: Menyelaraskan Pandangan dan Strategi Intervensi Masyarakat Sipil dalam Mewujudkan Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia, Kamis (25/7/2024), dikutip dari siaran pers yang diterima Kompas.com.
Misalnya untuk komponen kemajuan ekonomi berkelanjutan, indikatornya dapat berupa Produk Domestik Bruto (PDB), pertumbuhan investasi, pendapatan nasional bruto per kapita, bauran energi terbarukan, dan proporsi kelas menengah.
Selain itu, pelestarian lingkungan hidup harus menjadi prioritas utama dalam setiap langkah transisi energi, termasuk perlindungan keanekaragaman hayati, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan pengurangan emisi karbon.
“Dengan adanya kejelasan definisi dan cakupan transisi berkeadilan, harapannya Indonesia memiliki acuan untuk perencanaan dan pelaksanaan transisi berkeadilan sesuai konteks Indonesia,” papar Wira.
Baca juga: Menyempitnya Ruang Demokrasi dan Potensi Korupsi dalam Kebijakan Transisi Energi
Dia menegaskan, hal tersebut juga membutuhkan komitmen yang kuat dan kolaborasi dari semua pihak.
“Agar Indonesia dapat berhasil dalam transisi berkeadilan yang tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga menciptakan masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan untuk semua,” kata Wira.
Ketua Umum Forum Serikat Pekerja (FSP) Kerah Biru Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Royanto Purba menegaskan pentingnya memitigasi dampak negatif dari hilangnya pekerjaan di sektor energi fosil seiring dengan transisi energi berkeadilan.
Mitigasi ini dapat dilakukan melalui pengembangan program pelatihan dan keterampilan, penyediaan jaring pengaman bagi pekerja yang terdampak, peningkatan dialog sosial, serta keterlibatan pekerja dan komunitas dalam prosesnya.
Baca juga: PP Ormas Kelola Tambang Mengingkari Semangat Transisi Energi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya