Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/07/2024, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Wacana penerapan teknologi penangkap penyimpan karbon atau carbon capture and storage (CCS/CCUS) di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dinilai tak layak secara keekonomian.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira mengatakan, investasi PLTU batu bara dengan CCS/CCUS lebih mahal dibandingkan pembangkit bahan bakar fosil lain ataupun energi terbarukan.

Dia menuturkan, pada 2023, PLTU dengan CCS/CCUS butuh tambahan investasi sebesar Rp 30,2 juta per kilowatt jam (kWh).

Baca juga: Anggota Komite BPH MIgas Akui CCS Akan Perpanjang Energi Fosil

Sedangkan pada 2050 turun sedikit, PLTU dengan CCS/CCUS butuh tambahan investasi Rp 22,01 juta per kWh.

Di sisi lain, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) hanya butuh investasi Rp 9 juta per kWh untuk skala utilitas dan Rp 13 juta per kWh untuk skala industri pada 2030.

Pada 2050, investasinya lebih murah lagi yakni Rp 4,8 juta per kWh untuk skala utilitas dan Rp 9,6 juta per kWh untuk skala industri.

"Kemudian biaya operasionalnya, juga mitigasi, risiko kebocoran. Apalagi kita di ring of fire, frekuensi gempanya cukup tinggi," kata Bhima dalam dalam diskusi publik yang digelar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dipantau secara daring, Senin (29/7/2024).

Baca juga: Lemigas Dorong 15 Proyek CCS, Kejar Target Emisi Nol Bersih

Dia menambahkan, secara keekonomian, pemilihan CCS/CCUS untuk strategi transisi energi sebenarnya sudah bisa ditolak.

Besarnya biaya investasi juga akan menimbulkan konsekuensi, terutama beban subsisdi dan kompensasi energi dari pemerintah.

"Kecuali pemerintah ingin menggelontorkan subsidi yang lebih besar yang seharusnya bisa ke energi terbarukan," ucap Bhima.

Jika tidak ada subsidi dan kompensasi secara berlebih, dikhawatirkan konsumen yang akan menanggungnya, dalam hal ini konsumen non-subsidi.

Tidak adanya subdisi di PLTU dengan CCS/CCUS berisiko meningkatkan beban tarif listrik ke masyarakat.

Baca juga: CCS Lintas Negara Bikin Indonesia Tempat Pemutihan Karbon dari Negara Lain

"Siapa yg diuntungkan? Bukan konsumen listrik bukan pemerintah, tapi perusahan migas dan batu bara serta swatsa yang menyediakan PLTU batu bara dengan fasilitas CCS/CCUS," jelas Bhima.

Manajer Kampanye Tata Ruang dan Infrastruktur Walhi Dwi Sawung menyampaikan, sejauh ini belum ada satu pun PLTU di Indonesia yang dipasangi CCS/CCUS.

Selain itu, berbagai risiko kebocoran karbon mulai dari transportasi hingga penyimpanan juga belum diperhatikan.

Jika risiko tersebut dimasukkan ke dalam biaya, maka teknologi CCS/CCUS juga akan semakin mahal.

"Yang mahal jadi sangat mahal. Jadi sampai sekarang masih wacana saja. Biayanya itu lebih murah bangun energi terbarukan," tutur Sawung.

Baca juga: Perpres CCS Dianggap Bakal Perpanjang Usia Bahan Bakar Fosil

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

15 Juta Mobil Listrik Ditarget Mengaspal Tahun 2030

15 Juta Mobil Listrik Ditarget Mengaspal Tahun 2030

Pemerintah
Air Bersih dan Sanitasi Wilayah Pesisir Masih Perlu Perhatian

Air Bersih dan Sanitasi Wilayah Pesisir Masih Perlu Perhatian

LSM/Figur
Jadi Pemeran dalam Web Series tentang Lingkungan, Eks Vokalis Serieus Berpesan agar Lingkungan Lestari

Jadi Pemeran dalam Web Series tentang Lingkungan, Eks Vokalis Serieus Berpesan agar Lingkungan Lestari

Swasta
Lazada Indonesia Mulai Manfaatkan PLTS untuk Suplai Listrik di Gudang Utama

Lazada Indonesia Mulai Manfaatkan PLTS untuk Suplai Listrik di Gudang Utama

Swasta
Zimbabwe dan Namibia Buru Ratusan Gajah untuk Warganya yang Kelaparan

Zimbabwe dan Namibia Buru Ratusan Gajah untuk Warganya yang Kelaparan

Pemerintah
Jalankan Program Pelestarian Lingkungan, Djarum Foundation Libatkan 10.500 Mahasiswa

Jalankan Program Pelestarian Lingkungan, Djarum Foundation Libatkan 10.500 Mahasiswa

Swasta
Dunia Kekurangan Tenaga Kerja dengan Green Skill

Dunia Kekurangan Tenaga Kerja dengan Green Skill

Pemerintah
Miutiss Luncurkan Tisu Bambu Putih Pertama di Tanah Air, Ramah Lingkungan dan Aman untuk Kulit Sensitif

Miutiss Luncurkan Tisu Bambu Putih Pertama di Tanah Air, Ramah Lingkungan dan Aman untuk Kulit Sensitif

Swasta
Jaringan Listrik Lintas ASEAN Penting Penetrasi Energi Terbarukan

Jaringan Listrik Lintas ASEAN Penting Penetrasi Energi Terbarukan

LSM/Figur
Ajak Pemuda Jaga Lingkungan, Djarum Foundation Hadirkan Web Series 'Kami Memohon'

Ajak Pemuda Jaga Lingkungan, Djarum Foundation Hadirkan Web Series "Kami Memohon"

Swasta
Investasi Pembangkit Panas Bumi Naik 8 Kali Lipat dalam 10 Tahun

Investasi Pembangkit Panas Bumi Naik 8 Kali Lipat dalam 10 Tahun

Pemerintah
Karena Pemanasan Global, Spanyol Bisa Berubah Jadi Iklim Gurun

Karena Pemanasan Global, Spanyol Bisa Berubah Jadi Iklim Gurun

Pemerintah
Teknologi Elektrolit Diklaim Bisa Tingkatkan Penyimpanan Energi Terbarukan

Teknologi Elektrolit Diklaim Bisa Tingkatkan Penyimpanan Energi Terbarukan

Pemerintah
Daur Ulang Plastik Bikin Shiva Diganjar SDG Pioneers 2024 dari PBB

Daur Ulang Plastik Bikin Shiva Diganjar SDG Pioneers 2024 dari PBB

Swasta
Secercah Harapan dari KLHK di Tengah Gempuran Kriminalisasi Pejuang Lingkungan Hidup

Secercah Harapan dari KLHK di Tengah Gempuran Kriminalisasi Pejuang Lingkungan Hidup

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau