KOMPAS.com - Sekitar 3,9 juta kilometer persegi lahan terbakar di seluruh dunia pada tahun lalu.
Menurut laporan terbaru berjudul State of Wildfires, perbuahan iklim membuat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi tiga kali lebih mungkin terjadi.
Laporan tersebut disusun oleh University of East Anglia (UEA), UK Centre for Ecology & Hydrology (UKCEH), Met Office, dan European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF).
Baca juga: 18 Perusahaan Dituntut Ganti Rugi Lingkungan Rp 6,1 Triliun karena Karhutla
Laporan ini melihat kebakaran yang terjadi antara Maret 2023 hingga Februari 2024, penyebabnya, dan apakah kebakaran tersebut dapat diprediksi.
Para peneliti juga menganalisis seberapa besar perubahan iklim dapat meningkatkan risiko kejadian serupa di masa mendatang.
Kebakaran di Kanada menyebabkan lebih dari 230.000 evakuasi pada 2023 dan delapan petugas pemadam kebakaran gugur.
Amerika Selatan juga mengalami jumlah kebakaran yang luar biasa tinggi, terutama di bagian utara benua tersebut.
Karhutla di Brasil, Bolivia, Peru, dan Venezuela menyebabkan wilayah Amazon mengalami kualitas udara terburuk di planet ini.
Baca juga: 10 Provinsi dengan Karhutla Terluas Sepanjang 2023
Kebakaran hutan di Chile, Hawaii, dan Yunani juga menyebar dengan cepat dan api membakar dengan hebat.
"Tahun lalu, kita menyaksikan karhutla yang menewaskan banyak orang, menghancurkan properti dan infrastruktur, menyebabkan evakuasi massal, mengancam mata pencaharian, serta merusak ekosistem vital," kata penulis utama laporan tersebut Matthew Jones dari University of East Anglia, sebagaimana dilansir Euronews, Rabu (14/8/2024).
Dia menambahkan, kebakaran hutan menjadi lebih sering dan hebat seiring dengan memanasnya Bumi. Masyarakat serta lingkungan menjadi pihak yang paling menderita.
Dia menambahkan, di Kanada, emisi dari kebakaran tahun lalu mencapai lebih dari 2 miliar ton karbon dioksida, setara dengan emisi yang keluar selama 10 tahun.
Baca juga: Kaltim Alami Karhutla Terluas dalam 4 Bulan Terakhir
Cuaca panas ekstrem pada 2023 membuat kebakaran di Kanada tiga kali lebih mungkin terjadi dan dua kali lebih mungkin terjadi di Yunani.
Di Amazon, cuaca kering dan panas membuat kebakaran 20 kali lebih mungkin terjadi.
Di Kanada dan Yunani, cuaca kebakaran yang parah dan banyaknya vegetasi kering menyebabkan peningkatan besar dalam jumlah dan luas kebakaran tahun lalu.
Para peneliti juga menggunakan alat mutakhir untuk mengetahui bagaimana perubahan iklim telah mengubah area yang terbakar dibandingkan dengan bagaimana bila tanpa perubahan iklim.
"Hampir dapat dipastikan bahwa kebakaran hutan lebih besar selama kebakaran hutan tahun 2023 di Kanada dan Amazon akibat perubahan iklim," kata Chantelle Burton, Ilmuwan Iklim Senior di Met Office.
Baca juga: Andalkan 3 Pilar, KLHK Klaim Penanganan Karhutla Indonesia Makin Baik
Dia menambahkan, dampak perubahan iklim sudah dapat terlihat dari perubahan pola cuaca di seluruh dunia, dan ini mengganggu pola kebakaran di banyak wilayah.
"Penting bagi penelitian kebakaran untuk mengeksplorasi bagaimana perubahan iklim memengaruhi kebakaran, yang memberikan wawasan tentang bagaimana kebakaran dapat berubah lebih jauh di masa mendatang," ucap Burton.
Frekuensi dan intensitas kebakaran hutan ekstrem akan meningkat pada akhir abad ini, terutama jika emisi gas rumah kaca tetap tinggi.
"Selama emisi gas rumah kaca terus meningkat, risiko kebakaran hutan ekstrem akan meningkat," jelas Douglas Kelley dari UKCEH.
Baca juga: Karhutla Landa Kota Balikpapan, 167 Titik Panas Terdeteksi se-Kaltim
Namun, peningkatan kemungkinan kebakaran di masa mendatang dapat diminimalkan dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dan menargetkan karbon yang ambisius.
Risiko karhulta yang parah tidak hanya mendorong manusia mengurangi emisi, tapi juga harus membuat warga sekitar juga beradaptasi dengan risiko kebakaran yang terus berubah.
"Proyeksi ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk segera mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengelola vegetasi guna mengurangi risiko dan dampak kebakaran hutan yang semakin parah terhadap masyarakat dan ekosistem," papar Kelley.
Baca juga: Emisi Metana Tambang Batu Bara RI Lebih Tinggi daripada Karhutla
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya