Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanaman Energi di Jateng: Strategi Transisi atau Sekadar Bisnis Biasa?

Kompas.com - 20/09/2024, 23:15 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

 

KOMPAS.com – Sore yang hangat menyinari ratusan tanaman gamal di petak hutan yang dikelola Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwodadi di Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jumat (2/8/2024).

Tanaman tersebut berjajar rapi dengan jarak 1 x 2 meter satu sama lain di petak 6B yang dipangku oleh Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Karangasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Karangasem.

Selain gamal, KPH Purwodadi juga menanam kaliandra. Pada 2020, mereka mulai menanam dua jenis tanaman tersebut di lahan seluas 897 hektare. Lokasi penanaman tidak dilakukan di satu tempat, melainkan disebar di sejumlah RPH naungan KPH Purwodadi.

Baca juga: Lahan Kering di RI Besar, Berpotensi Jadi Hutan Tanaman Energi Penghasil Biomassa

Tanaman-tanaman tersebut sedianya akan menjadi campuran bahan bakar alias co-firing pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Jawa Tengah. Dengan tinggi rata-rata tujuh sampah delapan meter, dan diameter batang 10 sentimeter, tegakan gamal tersebut sebetulnya sudah siap dipanen dan dijadikan biomassa.

Namun, sejak ditanam pada 2020 hingga sekarang, belum ada satu pun batang pohon gamal atau kaliandra yang dipanen.

Administratur KPH Purwodadi Untoro Tri Kurniawan mengatakan, sebagai pelaksana program penanaman tanaman energi di level tapak, pihaknya hanya menunggu aba-aba dari hierarki yang lebih tinggi.

"(Sampai sekarang) belum ada perintah untuk diarahkan ke mana. Karena kan sifatnya kalau tanaman energi harus segera dikirim ke pabrik (untuk diolah)," jelas Untoro saat ditemui Kompas.com di kantornya.

Dia menuturkan, gamal adalah tanaman yang cepat kering. Begitu dipangkas, tanaman tersebut harus segera diolah dan dikirim ke pabrik untuk diolah, entah itu menjadi wood chip, wood pellet, briket, atau produk lainnya.

"Tidak lebih dari dua sampai tiga hari (untuk diolah sejak dipanen)," tuturnya.

Meski masih belum dipanen, Untoro menyatakan KPH Purwodadi tetap mengalokasikan lahan dan menanam gamal dan kaliandra sesuai Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) yang ditetapkan untuk kawasan tersebut.

Dari data yang diperoleh Kompas.com, KPH Purwodadi mengalokasikan 2.330 hektare lahan hingga 2023 untuk ditanami gamal dan kaliandra. Rencana produksinya ditarget 4.660 ton dari tanaman yang ditanam pada 2020 dan 2021.

Gamal dan kaliandra di KPH Purwodadi adalah satu dari berbagai proyek tanaman energi untuk memenuhi program co-firing PLTU di.

Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menargetkan co-firing biomassa dengan porsi antara 10-20 persen pada 2025 di 52 PLTU.

Untuk mencapai target tersebut, biomassa yang diperlukan bisa mencapai 8 sampai 14 juta ton per tahun. Sepanjang 2023, serapan biomassa untuk co-firing di 43 PLTU mencapai 1 juta ton untuk campuran batu bara dengan rasio antara 1-3 persen.

Baca juga: Co-firing PLTU Upaya Tingkatkan Bauran EBT dengan Investasi Minim

Perjanjian kerja sama

Pada 1 Maret 2022, PT PLN meneken Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan PT Perhutani untuk menyediakan pasokan biomassa dalam program co-firing PLTU.

Dalam kerja sama tersebut, Perhutani diminta menyediakan kebutuhan biomassa dari tanaman energi untuk dua pembangkit yakni PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Rembang.

Dari kerja sama tersebut, Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah mengalokasikan tujuh wilayah KPH untuk mengembangkan tanaman energi, yaitu KPH Blora, KPH Cepu, KPH Mantingan, KPH Pati, KPH Purwodadi, KPH Semarang, dan KPH Telawa untuk dipasok ke PLTU.

Kasi Komunikasi Perusahaan dan Pelaporan Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah Tri Utdiono mengatakan, luas lahan yang dialokasikan untuk menanam tanaman energi berupa gamal dan kaliandra adalah mencapai 18.605,2 hektare yang tersebar di tujuh KPH tersebut.

Dalam situs web Perhutani, Divisi Regional Jawa Tengah mengelola hutan seluas 635.858 hektare. Dengan demikian, alokasi lahan untuk tanaman energi sekitar 2,3 persen dari hutan yang dikelola.

KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Alokasi lahan tanaman energi Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah (Jateng)

Tri menuturkan, sampai saat ini tanaman energi untuk dipasok ke PLTU Rembang masih belum terealisasi.

Dia menyampaikan, gamal dan kaliandra yang sudah terlanjur ditanam oleh Perhutani masih belum dapat diserap untuk co-firing PLTU karena belum ada pabrik yang mengolahnya menjadi wood pellet.

Rencananya, Perhutani bakal mengolah gamal dan kaliandra yang mereka tanam menjadi wood pellet di dua pabrik yang saat ini sedang dibangun. Satu berlokasi di Semarang, lainnya berlokasi di Rembang.

"Saat ini kami sedang membangun pabriknya dulu. Baru proses kemarin ground breaking," ucap Tri.

Menurutnya, biomassa dari tanaman energi memiliki prospek bisnis yang bagus di masa depan. Selain bisa diserap untuk co-firing PLTU, Tri meyakini pasar ekspor masih terbuka lebar.

"Tidak harus di PLN juga. Bisa ekspor biomassa ke luar negeri, (seperti) untuk pemanas ruangan," papar Tri.

Kompas.com mencoba meminta wawancara dan mengirim permintaan konfirmasi mengenai realisasi serapan biomassa dari Perhutani ke PLN melalui Executive Vice President Komunikasi Korporat & TJSL PLN Gregorius Adi. Namun hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan.

Baca juga: Co-firing PLTU: Subtitusi Batu Bara sambil Berdayakan Keekonomian Kerakyatan

Pilih limbah

Kantor Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah di Jalan Pahlawan Nomor 15-17, Semarang, Jawa Tengah. Foro diambil pada Kamis (26/8/2024). KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Kantor Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah di Jalan Pahlawan Nomor 15-17, Semarang, Jawa Tengah. Foro diambil pada Kamis (26/8/2024).

Direktur Biomassa PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan, pihaknya selama ini hanya menyerap limbah sebagai campuran pembakaran PLTU batu bara. Dia menegaskan, tidak sebatang pun biomassa yang dipakai untuk co-firing yang terealisasi diambil dari hutan tanaman industri (HTI).

Aris juga menuturkan, untuk mencukupi target co-firing PLTU yang telah ditetapkan, PT PLN EPI selaku anak perusahan PT PLN meyakini dapat tercukupi dengan potensi limbah biomassa yang ada.

Dia menuturkan, bahan baku biomassa untuk co-firing PLTU didapatkan dari berbagai sumber yaitu limbah pertanian, limbah tanaman pakan ternak, limbah serbuk dari berbagai produk perkayuan, limbah HTI, atau limbah replanting alias penanaman kembali tanaman contohnya karet.

"Jadi kalau selama ini di HTI, seperti pulp and paper, itu kan banyak ranting yang ditinggal begitu saja. Nah limbah-limbah itu bisa dipakai (untuk co-firing PLTU)," ujar Aris saat dihubungi Kompas.com.

PLTN EPI, lanjut Aris, tidak mengolah kayu dari HTI untuk dijadikan bahan co-firing karena akan bertolak belakang dengan semangat menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di PLTU.

"Kalau HTI itu artinya mulainya dari mengubah dari suatu kontur, suatu lahan menjadi hutan yang dikhususkan untuk tanaman energi. Artinya secara emisi itu sudah terganggu. Sistem biodiversitas dan lain-lain. Karena tujuannya co-firing biomassa itu kan untuk menurunkan emisi," papar Aris.

Dengan memanfaatkan limbah untuk bahan baku co-firing PLTU, Aris berujar langkah tersebut sekaligus mencegah pelepasan emisi metana ke atmosfer.

"Jadi yang selama selama ini ditimbun seperti sekam padi, kemudian serbuk gergaji yang selama ini dibuang-buang, serbuk aren, limbah jagung yang ditimbun, itu menghasilkan metana," ucap Aris.

Baca juga: Susun NDC Kedua, Penangkap Karbon dan Co-firing Perlu Ditimbang Ulang

Perubahan fungsi

Peta tutupan hutan di Jawa Tengah pada tahun 2022. FOREST WATCH INDONESIA Peta tutupan hutan di Jawa Tengah pada tahun 2022.

Direktur Eksekutif Sajogyo Institute Maksum Syam menyampaikan, penanaman tanaman energi yang dilakukan oleh Perhutani mengukuhkan "hutan politik" alias monopoli kawasan hutan di Jawa oleh pemerintah.

Melalui monopoli tersebut, pemerintah dapat melakukan kontrol atas tiga hal di hutan yakni kontrol teritori, kontrol spesies, dan kontrol warga.

"Kalau dipakai untuk kebun energi, berarti tanamannya menjadi monokultur dan sudah tidak bisa lagi disebut sebagai hutan," ujar Maksum kepada Kompas.com melalui sambungan telepon.

Di sisi lain, alih fungsi hutan untuk ditanami komoditas keperluan energi dapat mengubah pergeseran sosial di masyarakat sekitar.

Bila dulu masyarakat bergantung kepada hutan di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan pangan, energi, dan ternak, alih fungsi hutan akan membuat masyarakat sekitar mau tak mau menjadi pekerja yang diupah atau buruh.

Manager Kampanye, Advokasi, dan Media Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Putra Prayoga menyebutkan, Jawa sebagai wilayah yang sudah padat penduduk sangat rentan bila terjadi perubahan fungsi hutan.

Menurut data FWI, luas tutupan hutan tersisa di Jawa Tengah hanya sekitar 602.237,71 hektare atau sekitar 18 persen dari total wilayah provinsi tersebut yang mencapai 3,25 juta hektare.

Perubahan fungsi dan tutupan hutan lebih lanjut berpotensi besar memicu bencana hidrologis yang dapat memengaruhi masyarakat di sekitarnya.

"Jawa sebagai lanskap sudah seharusnya butuh treatment untuk mengembalikan fungsi hutan. Bukan untuk menambah perubahan-perubahan pola tanam atau fungsi dari hutan itu sendiri," ujar Anggi kepada Kompas.com, Senin (5/8/2024).

Untuk mengembalikan fungsi hutan di Jawa, seharusnya dilakukan rehabilitasi permanen. Hal tersebut perlu dilakukan agar fungsi hutan di Jawa bisa kembali pulih, contohnya untuk konservasi air dan tanah.

Baca juga: Studi: Co-firing PLTU Batu Bara Bikin Emisi Tambah 26,5 Juta Ton

Kamuflase transisi energi

KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Konsumsi batu bara untuk energi dan kapasitas terpasang PLTU

Di satu sisi, Anggi menyampaikan, tidak adanya asesmen yang jelas dari awal mengenai suplai dan permintaan membuat tanaman energi yang sudah terlanjur ditanam menjadi mubazir.

Pemilihan Jawa untuk penanaman tanaman energi disebut Anggi tak lepas dari hasil kebijakan yang bersifat top down.

"Jadi memang ada upaya mainstreaming (pengarusutamaan) dari sisi kebijakan, termasuk juga implementasi di lapangan bahwa tanaman biomassa ini harus digalakkan juga oleh BUMN (badan usaha milik negara)," tutur Anggi.

Di sisi lain, meski proyek penanaman tanaman energi di Jawa jalan terus dan tidak terserap, Anggi menyampaikan co-firing di PLTU hanya menjadi kamuflase transisi energi.

Sebab, seberapa pun banyaknya campuran biomassa dalam co-firing, PLTU akan tetap menghasilkan emisi dan mengkonsumsi batu bara. Di samping itu, program terseubt hanya akan melanggengkan penggunaan batu bara untuk kebutuhan PLTU.

Menurut data Handbook Of Energy & Economic Statistics of Indonesia (HEESI) 2024 yang dirilis Kementerian ESDM, jumlah PLTU batu bara selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Pada 2013 kapasitas terpasang PLTU batu bara tercatat 23.812 megawatt (MW). Pada 2020, kapasitas terpasang PLTU batu bara naik dua kali lipat menjadi 49.756 MW.

Konsumsi batu bara untuk kebutuhan energi juga meningkat selama 10 tahun terakhir. Dari 42 juta setara barel minyak pada 2013 melonjak tujuh kali lipat pada 2023 menjadi 316 juta setara barel minyak. Bila dikonversikan, konsumsi batu bara untuk energi sepanjang tahun lalu sekitar 66 juta ton untuk energi.

Konsumsi batu bara untuk energi tersebut sangat jomplang dibandingkan realisasi penyerapan co-firing biomassa PLTU yang sebesar 1 juta ton pada tahun lalu.

Anggi menyampaikan, pada akhirnya co-firing PLTU tidak akan menjawab sekaligus menjadi solusi transisi energi berkeadilan. Kacamata bisnis menjadi satu-satunya faktor dalam kebijakan tanaman energi tersebut, bukan berlandaskan pada keberlanjutan lingkungan.

"Mereka nggak peduli kalau pada akhirnya hutan rusak begitu, ya. Tidak menjawab juga misalkan apakah co-firing juga menurunkan emisi di Indonesia karena pengurangan konsumsi batu bara? Kan enggak juga" ujar Anggi.

Baca juga: Teknologi PLTU di Indonesia Mampu Serap Target Co-firing Biomassa

Banjir insentif

Tanaman gamal di petak hutan yang dikelola Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwodadi di Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jumat (2/8/2024). KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Tanaman gamal di petak hutan yang dikelola Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwodadi di Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jumat (2/8/2024).

Manajer Program Biomassa Trend Asia Amalya Oktaviani menilai, program tanaman energi untuk co-firing biomassa, termasuk oleh Perhutani, tak lepas dari berbagai insentif yang akan ditawarkan oleh pemerintah.

Tanaman energi bisa memberikan berbagai keuntungan karena adanya kebijakan yang bakal memberikan insentif baik dari segi pengembangan tanaman energi maupun dari segi penjualannya.

"Kalau insentif terkait kebun energi, itu akan ada RUU EBT (Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan) yang akan memberikan insentif terkait kebun energi," kata Amalya.

Sedangkan insentif penjualan dipayungi oleh Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2023, di mana pembelian biomassa dilaksanakan berdasarkan harga patokan tertinggi atau harga kesepakatan.

Berbagai insentif tersebut akan membuat transisi energi menjadi semakin jauh. Menurutnya, insentif yang ada seharusnya dialihkan untuk pengembangan energi terbarukan di level komunitas atau pembangunan energi terbarukan yang sebenarnya.

Amalya berujar, kebijakan biomassa untuk co-firing tersebut justru malah memberikan insentif atau kepastian bisnis kebun energi yang hanya menguntungkan segelintir pihak.

Padahal, ujar Amalya, alih fungsi lahan menjadi kebun energi mempunyai berbagai dampak seperti perubahan fungsi lahan, persaingan pangan dan energi, hingga potensi konflik dengan warga.

"Jadi mereka hitungannya hanya ekonomi saja. Belum sampai ke tahapan bahwa itu (co-firing dengan biomassa) menghasilkan emisi di pembakaran," pungkasnya.

Baca juga: Co-firing EBTKE di 43 PLTU Sukses Kurangi Emisi Karbon 1,1 Juta Ton

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korporasi Sebut Penggunaan AI Berdampak dalam Upaya Dekarbonisasi

Korporasi Sebut Penggunaan AI Berdampak dalam Upaya Dekarbonisasi

Swasta
Tanaman Energi di Jateng: Strategi Transisi atau Sekadar Bisnis Biasa?

Tanaman Energi di Jateng: Strategi Transisi atau Sekadar Bisnis Biasa?

Pemerintah
3 Tim Pemuda Sabet Kompetisi Kebijakan Energi Bersih Pertama di Indonesia

3 Tim Pemuda Sabet Kompetisi Kebijakan Energi Bersih Pertama di Indonesia

LSM/Figur
Dunia Habiskan 2,6 Triliun Dollar AS Per Tahun untuk Subsidi Aktivitas yang Sebabkan Pemanasan Global

Dunia Habiskan 2,6 Triliun Dollar AS Per Tahun untuk Subsidi Aktivitas yang Sebabkan Pemanasan Global

Pemerintah
Kiprah BNI Masuk 1.000 Perusahaan Terbaik Dunia Majalah TIME

Kiprah BNI Masuk 1.000 Perusahaan Terbaik Dunia Majalah TIME

BUMN
Pesan Jaga Lingkungan untuk Para Anak Muda

Pesan Jaga Lingkungan untuk Para Anak Muda

LSM/Figur
Perdana, Pertamina Pasok Bahan Bakar Berkelanjutan untuk Pesawat Australia

Perdana, Pertamina Pasok Bahan Bakar Berkelanjutan untuk Pesawat Australia

BUMN
Ekspor Tambang Pasir Laut Berdampak Buruk pada Ekonomi Keluarga di Pesisir

Ekspor Tambang Pasir Laut Berdampak Buruk pada Ekonomi Keluarga di Pesisir

LSM/Figur
Komitmen MMSGI Menyulap Lahan Pascatambang Jadi Taman Kehidupan di Bumi Mahakam

Komitmen MMSGI Menyulap Lahan Pascatambang Jadi Taman Kehidupan di Bumi Mahakam

Swasta
PBB Indonesia Luncurkan Laporan Capaian SDGs, Ini Rangkumannya

PBB Indonesia Luncurkan Laporan Capaian SDGs, Ini Rangkumannya

Pemerintah
Indonesia-Selandia Baru Kerja Sama Program Eksplorasi Panas Bumi

Indonesia-Selandia Baru Kerja Sama Program Eksplorasi Panas Bumi

Pemerintah
Integrasikan Keberlanjutan ke Strategi Perusahaan, Rybale al Hage Raih SDG Pioneer 2024

Integrasikan Keberlanjutan ke Strategi Perusahaan, Rybale al Hage Raih SDG Pioneer 2024

Pemerintah
Pengakuan Semu Nelayan Kecil, Muncul di Aturan tapi Tak Terlindungi

Pengakuan Semu Nelayan Kecil, Muncul di Aturan tapi Tak Terlindungi

LSM/Figur
Bank Dunia Ingatkan Indonesia Berpotensi Hadapi Masalah Ketahanan Pangan

Bank Dunia Ingatkan Indonesia Berpotensi Hadapi Masalah Ketahanan Pangan

Pemerintah
Djarum Foundation Bersama Mahasiswa Tanam 5.000 Mangrove di Tahura Ngurah Rai

Djarum Foundation Bersama Mahasiswa Tanam 5.000 Mangrove di Tahura Ngurah Rai

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau