KOMPAS.com - Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menyebut kualitas bahan bakar minyak (BBM) Indonesia tertinggal dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Pasalnya, sejauh ini masih adanya BBM yang tidak sesuai standar Euro 4 atau BBM dengan kandungan sulfur 50 ppm.
Hal tersebut membuat kendaraan bermotor yang sudah menggunakan standar Euro 4 menjadi tidak efektif sehingga emisi yang dihasilkan tetap tinggi.
Baca juga: Pemerintah Bakal Terapkan BBM Rendah Sulfur Bertahap, Mulai dari Solar
Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin turut mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mempercepat pemberlakuan BBM rendah sulfur di Indonesia.
Safrudin menyebutkan, penunjukan Pertamina untuk memproduksi bahan bakar berstandar Euro 4 akan menjadi solusi krusial dalam menanggulangi pencemaran udara di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.
"Menteri ESDM Bahlil Lahadalia harus memerintahkan langsung ke Pertamina bahwa Pertamina hanya boleh memproduksi BBM yang memenuhi standar Euro 4," ujar Safrudin sebagaimana dilansir Antara, Rabu (9/10/2024).
Safrudin mengatakan, Kementerian ESDM sebenarnya telah menetapkan kewajiban penyediaan BBM rendah sulfur sejak Oktober 2018 untuk bensin dan April 2022 untuk solar. Namun, menurutnya, implementasi di lapangan masih lambat.
Baca juga: Pakar UI: BBM Berkualitas Tinggi Mampu Kurangi Polusi Udara
"Itu kewajiban pemerintah terutama Menteri ESDM, yang harus memastikan tersedianya pasokan BBM di seluruh Indonesia yang memiliki standar Euro 4 tadi. Yang kedua, Pertamina tidak ada opsi lain, kecuali mematuhi ketentuan regulasi," ucapnya.
Safrudin menambahkan, keputusan Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada Oktober 2022 juga dapat menjadi dorongan hukum bagi pemerintah untuk mempercepat kebijakan tersebut.
Diketahui, saat itu warga memenangkan upaya hukum banding yang dilayangkan oleh Presiden beserta menteri-menterinya atas gugatan polusi udara di DKI Jakarta.
"Putusan tersebut menyampaikan bahwa Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, kemudian Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten, wajib melakukan upaya-upaya untuk kebijakan pengendalian pencemaran udara sesuai dengan regulasi yang sudah ditetapkan," kata dia.
Terpisah, Corporate Secretary PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Hermansyah Y. Nasroen menyampaikan pemerintah telah menetapkan batasan sulfur maksimum 50 ppm untuk BBM jenis solar dan bensin melalui SK Dirjen Migas No. 447.K/2023 dan No. 110.K/2022, dengan target berlaku pada 1 Desember 2027 untuk solar dan 1 Januari 2028 untuk bensin.
Baca juga: Pemerintah Janji Sediakan BBM Rendah Sulfur dengan Harga Subsidi
"Saat ini, produk KPI yang kandungan sulfurnya di bawah 50 ppm adalah Pertamax Turbo dan Pertamina Dex," ucapnya.
Untuk memenuhi target tersebut, Hermansyah mengatakan KPI telah dan akan melaksanakan beberapa proyek, di antaranya proyek refinery development master plan (RDMP) Balikpapan direncanakan selesai pada 2025 yang akan menghasilkan produk BBM dengan kualitas setara Euro 5.
Selanjutnya, proyek pembangunan unit diesel hydrotretaed (DHT) untuk memproduksi solar dengan kadar sulfur maksimum 50 ppm di Kilang Cilacap dan Kilang Dumai.
Selain itu ada proyek pembangunan unit gasoline sulfur hydrotreater (GSH) untuk memproduksi bensin dengan sulfur maksimum 50 ppm di Kilang Plaju dan Balongan.
"Proyek-proyek ini merupakan kontribusi KPI untuk mengurangi emisi dan bagian dari implementasi ESG (environmental, social, and governance) dalam upaya menjadi perusahaan yang berwawasan lingkungan, bertanggung jawab sosial serta memiliki tata kelola yang baik," kata Hermansyah.
Baca juga: Pemerintah Janji Sediakan BBM Rendah Sulfur dengan Harga Subsidi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya