"Tanpa banyak peningkatan, negara-negara maju seharusnya dapat memenuhi jumlah tersebut pada tahun 2030," kata David Waskow dari World Resources Institute (WRI).
Baca juga: COP29 Belum Sepakati Pendanaan Iklim untuk Negara Berkembang
Di sisi lain, seorang negosiator Eropa mengatakan kepada Reuters, tuntutan yang diajukan terlalu tinggi dan tidak cukup untuk memperluas jumlah negara yang berkontribusi pada pendanaan.
"Tidak seorang pun merasa nyaman dengan jumlah tersebut, karena jumlahnya tinggi dan (tidak ada) peningkatan basis kontributor yang berarti," kata negosiator tersebut.
Di luar UE, negara-negara yang akan menggelontorkan dana mencakup Australia, Amerika Serikat (AS), Inggris, Jepang, Norwegia, Kanada, Selandia Baru, dan Swiss.
Di samping itu, AS dan Uni Eropa menginginkan agar negara-negara berkembang yang kaya seperti China untuk ikut ambil bagian memberikan pendanaan.
Baca juga: Pemerintah Didesak Setop Perdagangan Karbon pada COP29
"Negeri Panda" saat ini menjadi kontributor emisi gas rumah kaca terbesar nomor dua di dunia setelah AS.
China, yang masih diklasifikasikan sebagai negara berkembang berdasarkan kerangka PBB, menyediakan bantuan iklim tetapi ingin terus melakukannya dengan ketentuannya sendiri.
Secara terpisah, ada desakan untuk bahasa yang lebih kuat dalam kesepakatan untuk menegaskan kembali janji global menjauh dari batu bara, minyak, dan gas yang menjadi penyebab utama pemanasan global.
Seorang pejabat Saudi yang berbicara atas nama Kelompok Arab mengatakan pada Kamis bahwa blok tersebut tidak akan menerima teks apa pun yang menargetkan sektor tertentu, termasuk bahan bakar fosil, di Baku.
Baca juga: Ratusan Pelobi Industri Pertanian Datangi COP29, Ini Agendanya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya