KOMPAS.com - Hampir 95 persen negara telat menyerahkan janji iklim terbaru mereka berupa Second Nationally Determined Contributions (NDC) kepada PBB yang jatuh pada Senin (10/2/2025).
Temuan tersebut mengemuka berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Carbon Brief, dilansir Rabu (12/2/2025).
Sebagai peratifikasi Perjanjian Paris, pihak atau negara harus menyerahkan janji iklim mereka berupa NDC secara berkala kepada badan PBB yang menangani perubahan iklim, United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
Baca juga: Aksi Iklim Tak Boleh Gulung Tikar
Dalam laporannya, Carbon Brief menyebutkan, dari 193 pihak yang meratifikasi Perjanjian Paris, baru 13 yang mengirim Second NDC.
Lebih lanjut, negara-negara yang telat menyerahkan janji iklim mereka secara total berkontribusi terhadap 83 persen emisi di dunia.
Pada 6 Februari, Sekretaris Eksekutif UNFCC Simon Stiell dalam pidatonya mengatakan, sebagian besar negara mengindikasikan masih menyusun rencana NDC tahun ini.
"Meluangkan sedikit waktu lagi untuk memastikan bahwa rencana-rencana ini adalah yang terbaik adalah hal yang masuk akal," kata Stiell.
Baca juga: Negara Pencemar Terbesar Dunia Lewatkan Tenggat Waktu Target Iklim
Dia menambahkan, negara-negara perlu mengajukan rencana tersebut paling lambat awal September menjelang KTT Iklim COP30 di Brasil.
Dalam Perjanjian Paris, para pihak peratifikasi berjanji untuk mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius di atas tingkat pra-industri.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah suhu Bumi naik adalah dengan menagih janji negara-negara peratifikasi memberikan janji pemangkasan emisi secara sukarela melalui NDC.
Akan tetapi, meski Perjanjian Paris disepakati tahun 2015, aksi-aksi yang dilakukan dunia saat ini masih jauh dari pengurangan emisi yang diperlukan.
Bahkan, tahun lalu atau 2024 dinobatkan sebagai tahun terpanas dengan kenaikan suhu rata-rata 1,5 derajat celsius.
Baca juga: Bagaimana Iklim Ekstrem Memicu Kekeringan dan Hujan Lebat?
Dilansir dari Reuters, dari para pihak yang sudah mengumumkan komitmen iklim terbaru, terdapat negara-negara maju. Di antaranya adalah Amerika Serikat (AS), Inggris, Brasil, Jepang, dan Kanada.
Meski demikian, Presiden AS Donald Trump diperkirakan akan membatalkan janji yang diluncurkan pendahulunya, Joe Biden.
Pasalnya, Trump sendiri telah menarik AS keluar dari Perjanjian Paris sesaat setelah dia dilantik menjadi presiden bulan lalu.
Bulan lalu, kepala kebijakan iklim Uni Eropa Wopke Hoekstra mengatakan kepada Reuters, siklus pembuatan kebijakan blok tersebut tidak sejalan dengan tenggat waktu PBB.
Hoekstra menuturkan, Uni Eropa akan menyiapkan rencana untuk KTT iklim PBB COP30 pada November ini.
Baca juga: AS Keluar dari Perjanjian Paris, Menteri LH Sebut RI Komitmen Tangani Isu Iklim
Sementara itu, seorang pejabat pemerintah India mengatakan kepada Reuters, negara tersebut belum menyelesaikan studi yang diperlukan untuk merancang Second NDC.
Di sisi lain, juru bicara kementerian luar negeri China menyampaikan, Beijing akan menerbitkan rencana iklim pada waktunya.
Seorang juru bicara Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia mengatakan kepada Reuters, kementerian sedang menunggu instruksi dari kantor kepresiden untuk mengajukan target iklim.
Indonesia sendiri menunda peluncuran NDC yang sedianya dilaksanakan bertepatan dengan KTT Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, tahun lalu.
Pemerintah Iran, Rusia, dan Afrika Selatan tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Baca juga: Lapisan Es Greenland Retak Sangat Cepat karena Krisis Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya