KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyampaikan draf dokumen target iklim nasional dalam Second Nationally Determined Contributions (NDC) sudah diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLH Sasmita Nugroho mengatakan, kini dokumen tersebut menunggu persetujuan presiden.
Sasmita menyampaikan, pihaknya sudah menyiapkan Second NDC untuk memperbaharui target iklim Indonesia yang sebelumnya tertuang di dalam Enhanced NDC.
Baca juga: Krisis Iklim Ancam Situs Warisan Alam Dunia, Terutama di Asia Tenggara
"Posisi terakhir sudah kami serahkan ke Presiden dari Pak Menteri (Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq) sebagai penanggung jawab bahan materi, mempersiapkan rancangannya sudah," kata Sasmita, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (13/2/2025).
Dia berharap Presiden Prabowo segera memberikan persetujuan draf dokumen Second NDC tersebut.
Sasmita menuturkan, di dalam rancangan Second NDC tersebut terdapat potensi penambahan sektor kelautan dan subsektor hulu migas dalam target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) nasional.
Sebelumnya, Enhanced NDC menargetkan pengurangan emisi GRK menjadi 31,89 persen lewat upaya sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
Di dalam dokumen Enhanced NDC, sektor pengurangan emisi GRK ditargetkan mengalami pengurangan di sektor energi, kehutanan, limbah, pertanian, serta proses industri dan penggunaan produk atau industrial processes and product use (IPPU).
Baca juga: 95 Persen Negara Belum Serahkan Janji Iklim Terbaru, Bagaimana Indonesia?
Dalam upaya mencapai target pengurangan emisi, lanjutnya, Indonesia juga saat ini sudah memulai perdagangan karbon internasional yang diluncurkan pada Januari lalu.
Selain perdagangan karbon, Indonesia juga mendukung upaya pendanaan iklim dengan pembayaran berbasis kinerja yang sudah dilakukan dengan beberapa pihak dan dilakukan berdasarkan perkembangan teknologi.
Diberitakan sebelumnya, analisis yang dilakukan oleh Carbon Brief menemukan, hampir 95 persen negara telat menyerahkan Second NDC kepada PBB yang jatuh pada Senin (10/2/2025).
Sebagai peratifikasi Perjanjian Paris, pihak atau negara harus menyerahkan janji iklim mereka berupa NDC secara berkala kepada badan PBB yang menangani perubahan iklim, United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
Dalam laporannya, Carbon Brief menyebutkan bahwa dari 193 pihak yang meratifikasi Perjanjian Paris, baru 13 yang mengirim Second NDC.
Baca juga: Negara Pencemar Terbesar Dunia Lewatkan Tenggat Waktu Target Iklim
Lebih lanjut, negara-negara yang telat menyerahkan janji iklim mereka secara total berkontribusi terhadap 83 persen emisi di dunia.
Pada 6 Februari, Sekretaris Eksekutif UNFCC Simon Stiell dalam pidatonya mengatakan, sebagian besar negara mengindikasikan masih menyusun rencana NDC tahun ini.
"Meluangkan sedikit waktu lagi untuk memastikan bahwa rencana-rencana ini adalah yang terbaik adalah hal yang masuk akal," kata Stiell.
Dia menambahkan, negara-negara perlu mengajukan rencana tersebut paling lambat awal September menjelang KTT Iklim COP30 di Brasil.
Baca juga: Bagaimana Iklim Ekstrem Memicu Kekeringan dan Hujan Lebat?
Dalam Perjanjian Paris, para pihak peratifikasi berjanji untuk mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius di atas tingkat pra-industri.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah suhu Bumi naik adalah dengan menagih janji negara-negara peratifikasi memberikan janji pemangkasan emisi secara sukarela melalui NDC.
Akan tetapi, meski Perjanjian Paris disepakati tahun 2015, aksi-aksi yang dilakukan dunia saat ini masih jauh dari pengurangan emisi yang diperlukan.
Bahkan, tahun lalu atau 2024 dinobatkan sebagai tahun terpanas dengan kenaikan suhu rata-rata lebih dari 1,5 derajat celsius.
Baca juga: AS Keluar dari Perjanjian Paris, Menteri LH Sebut RI Komitmen Tangani Isu Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya