Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU Minerba Sah, Pemerintah Diingatkan Risiko Over-produksi

Kompas.com - 18/02/2025, 19:56 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Menyusul pengesahan Revisi UU Minerba pada Selasa (18/2/2025), lembaga think-tank Ember Energy meminta pemerintah berhati-hati dalam pemberian izin tambang.

Saran tersebut diberikan karena, sesuai yang termuat dalam draft revisi UU, pemerintah memberikan izin tambang pada Organisasi Masyarakat (Ormas) dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

"Pemerintah perlu berhati-hati dalam perencanaan tambang batu bara, termasuk pemberian konsesi dan peningkatan produksi," kata Dody Setiawan, Analis Senior Iklim dan Energi di Ember Energy.

Kehati-hatian itu berdasarkan pada dua hal. Pertama, permintaan batubara dunia diprediksi akan turun. 

"Saat ini, negara-negara di dunia sedang beralih ke energi terbarukan dan berupaya mengurangi konsumsi batubara," ungkap Dody ketika dihubungi Kompas.com pada Selasa hari ini.

Sejumlah paradoks memang ada. China, misalnya, menurut riset Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menggenjot produksi energi terbarukan sekaligus batubara. Plus, masih mengimpor batubara juga.

Baca juga: Revisi UU Minerba Disahkan, Apa yang Bisa Kita Minta pada Pemerintah Sekarang?

Namun, impor batubara China dari Indonesia menurun. Dibanding 2023 yang sebesar 20,04 juta ton, impor pada 2024 hanya 15,8 juta ton. China berencana mencukupi kebutuhan domestikanya dengan impor dari Rusia.

Alasan kedua, perluasan izin malah akan meningkatkan potensi eksplorasi tambang, termasuk batubara, yang akhirnya justru memicu produksi hasil tambang tak berkualitas secara berlebihan.

"Produksi berlebihan bisa memperburuk dampak lingkungan, termasuk emisi karbon dan metana yang signifikan," kata Dody.

Selain menanggapi UU Minerba yang disahkan, Dody juga kembali menggarisbawahi pentingnya praktik tambang, terutama yang mendukung transisi energi, yang berkelanjutan. Misalnya, hilirisasi nikel yang masih bergantung pada batubara.

"Memproduksi material untuk teknologi hijau dengan sumber energi yang beremisi tinggi merupakan pilihan yang kurang tepat. Indonesia seharusnya membangun ekosistem dan kebijakan energi terbarukan yang dapat mendukung industri smelter guna meningkatkan daya saing produk-produk hilirirasi," terangnya. 

Baca juga: RUU Minerba Disahkan, Jatam: Langkah Mundur Tata Kelola Pertambangan

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau