Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Everest Padat, Lingkungan Krisis: Nepal Rumuskan Langkah Penyelamatan

Kompas.com, 30 Mei 2025, 09:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Euronews

KOMPAS.com - Pemerintah Nepal mengatakan akan mengambil langkah-langkah perlindungan agar keindahan alam dan ekosistem Himalaya tetap lestari, sekaligus mengelola aktivitas pendakian agar tidak merusak lingkungan dan membahayakan pendaki itu sendiri.

Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Pariwisata Nepal, Badri Prasad Pandey, Selasa (27/5/2025) saat menghadiri Everest Summiteers Summit, pertemuan dengan sekitar 100 pendaki dari seluruh dunia yang berhasil menaklukkan Gunung Everest.

Dalam forum itu, peserta menyatakan kekhawatiran tentang meningkatnya jumlah orang memadati dan mencoba mendaki puncak 8.849 meter yang membuat gunung menjadi padat dan kotor.

Melansir Euro News, pemerintah Nepal tahun lalu mendanai tim tentara dan Sherpa untuk menyingkirkan 11 ton sampah, empat mayat, dan kerangka dari Everest selama musim pendakian.

Baca juga: Perubahan Iklim Terlalu Cepat, Tanaman di Gunung Tak Mampu Adaptasi

"Saat ini perubahan iklim dan pemanasan global membahayakan gunung dan merupakan tugas kita untuk melindunginya bagi generasi yang akan datang," kata Pandey.

Selain itu juga limbah manusia merupakan salah satu masalah terbesar di base camp Everest.

Jika pendaki mengurangi waktu tinggal mereka di kamp dasar dari delapan minggu menjadi hanya satu minggu, ini akan menghasilkan penurunan limbah manusia sebesar 75 persen.

Pengurangan limbah manusia ini tidak hanya berarti lebih sedikit sampah di gunung, tetapi juga mengurangi kebutuhan akan sumber daya yang harus dibawa naik ke kamp-kamp yang lebih tinggi dan ke gunung itu sendiri.

Sumber daya ini bisa berupa peralatan untuk mengelola limbah atau perlengkapan logistik lainnya. Dengan lebih sedikit limbah, beban logistik dan lingkungan juga berkurang secara signifikan.

Departemen Pendakian Gunung Nepal juga ingin menyelidiki penggunaan gas xenon untuk memahami implikasinya secara menyeluruh sebelum memutuskan apakah akan mengizinkan atau melarang penggunaannya di masa mendatang.

Gas xenon disebut dapat membantu tubuh beradaptasi lebih cepat dengan kondisi rendah oksigen di ketinggian tinggi, berpotensi mengurangi risiko penyakit ketinggian dan memungkinkan pendakian yang lebih cepat.

Namun penggunaannya masih menimbulkan perdebatan.

Baca juga: UNESCO Validasi Ulang Status Geopark 2 Gunung di NTB

Lukas Furtenbach, yang membawa tim pendaki Inggris mengatakan gas xenon mempercepat pendakian dan tidak berdampak pada lingkungan.

Para pendaki biasanya menghabiskan waktu berminggu-minggu di base camp untuk menyesuaikan diri dengan ketinggian yang lebih tinggi.

Mereka melakukan latihan lari ke kamp yang lebih rendah di Everest sebelum memulai upaya terakhir mereka di puncak sehingga tubuh mereka siap menghadapi tekanan rendah dan kadar oksigen yang lebih rendah.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau