Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertamina Andalkan Strategi Migas Tetap Jalan, Geothermal Jadi Masa Depan

Kompas.com, 18 Desember 2025, 18:46 WIB
Manda Firmansyah,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Model bisnis dan tata kelola Pertamina disebut sudah lama bergerak ke arah keberlanjutan. Selama berbenah menuju keberlanjutan, Pertamina menerapkan strategi pertumbuhan ganda (dual growth strategy) dengan dua pilar utamanya.

Pertama, memperkuat bisnis inti minyak dan gas bumi (migas) yang sudah ada (legacy business), di antaranya kegiatan bisnis di bagian hulu (upstream business), kilang (refinery), petrokimia (petrochemicals), serta komersial dan perdagangan lainnya.

Baca juga: 

Kedua, mengembangkan energi "hijau" dan bisnis rendah karbon untuk masa depan. Misalnya, teknologi Carbon Capture and Storage/Utilization and Storage (CCS/CCUS), bisnis panas bumi (geothermal), bioetanol, serta hidrogen yang ke depannya bisa menjadi energi baru untuk Indonesia.

"Karena bisa kita lihat Indonesia sebenarnya cukup berlimpah dari sisi renewable resource (sumber daya alam yang dapat diperbaharui). Cuma ya, tentunya saat ini kan kondisinya masih sangat high risk (berisiko tinggi), high capex (Capital expenditure atau perusahaan mengeluarkan biaya modal yang besar untuk investasi aset jangka panjang) ya kan. Regulasinya juga mungkin harus di-review lagi agar benar-benar favorable untuk kami kembangkan," ujar VP Investor Relations Pertamina, Juferson Victor Mangempis kepada Kompas.com di Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025).

PT PGE dan industri panas bumi di Indonesia

Peluncuran buku Road to Trust: Strategi Pertamina Membangun Relasi Solid dengan Investor di BBJ Art Gallery, Menara Kompas, pada hari ini, Kamis (18/12/2025). KOMPAS.com/YOHANA ARTHA ULY Peluncuran buku Road to Trust: Strategi Pertamina Membangun Relasi Solid dengan Investor di BBJ Art Gallery, Menara Kompas, pada hari ini, Kamis (18/12/2025).

Melalui anak usahanya yakni PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Pertamina menjadi pemain utama dalam industri panas bumi di Indonesia.

PGE beroperasi di beberapa wilayah strategis, seperti Kamojang, Jawa Barat; Ulubelu (Lampung); Lumut Balai, Sumatera Selatan; dan Lahendong, Sulawesi Utara.

Panas bumi disebut lebih unggul daripada tenaga surya, angin, atau energi baru terbarukan (EBT) lainnya. Bahkan, sebagai base load, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) menyuplai listrik kepada PLN secara stabil.

Menurut Juferson, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan pasokan dari energi "hijau" ini jika serius menggarapnya.

"Tentunya, PGE bukan hanya mengembangkan (panas bumi) jadi listrik. Makanya, green hydrogen dan bioetanol itu menjadi turunan dari geothermal ini. Makanya, kenapa terus terang kami mendorong agar pengembangan geothermal ini bisa lebih maju lagi," tutur Juferson.

PGE sudah menjadi perusahaan terbuka (Tbk) sejak melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pertengahan Februari 2023. Pertamina mendorong PGE mengembangkan energi panas bumi, termasuk melalui penawaran saham publik untuk menarik investor.

Obligasi hijau (green bond) yang diterbitkan mendapatkan respons positif, menunjukkan tingginya minat investor terhadap proyek-proyek energi geothermal.

"Harga sahamnya bisa dilihat juga kan, tumbuh sangat luar biasa, signifikan. Jadi, ini menunjukkan bahwa ada kepeminatan yang besar dari sisi investor terhadap pengembangan bisnis kami," ucapnya.

Baca juga: Pertamina Salurkan Bantuan untukUrban Farming dan Pengelolaan Sampah Senilai Rp 6,5 Miliar

Foto udara Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) di Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (15/9/2025). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Indonesia merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia, mencapai sekitar 40 persen dari total potensi global atau sekitar 23,7 gigawatt (GW) dan menargetkan penambahan kapasitas PLTP sebesar 5,2 GW pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. ANTAFOTO/Adeng Bustomi/nzANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI Foto udara Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) di Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (15/9/2025). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Indonesia merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia, mencapai sekitar 40 persen dari total potensi global atau sekitar 23,7 gigawatt (GW) dan menargetkan penambahan kapasitas PLTP sebesar 5,2 GW pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. ANTAFOTO/Adeng Bustomi/nz

Pengembangan energi panas bumi perlu didukung oleh kerangka hukum yang memadai, khususnya dengan adanya Undang-Undang EBT (Energi Baru Terbarukan) yang baru.

Kendati demikian, lokasi operasi di kawasan terpencil atau bahkan hutan lindung, menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangan energi panas bumi di Indonesia.

"Di Kamojang, itu bahkan kami punya penangkaran elang jawa, kami mengembangkan kopi di sana. Sebenarnya, PGE enggak hanya berbisnis, tapi juga menjaga lingkungan dan membantu masyarakat sekitar sehingga mereka maju bersama dengan kami, karena buat apa kami untung, tapi kalau masyarakat sekitar tetap menderita dan lingkungan rusak," ujar Juferson.

Baca juga: Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual

PLTP Kamojang. Doc. Pertamina PLTP Kamojang.

Sebelumnya, Pjs. General Manager Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang, Hendrik K. Sinaga menilai, PLTP lebih tahan terhadap krisis iklim dibandingkan dari sumber energi baru terbarukan (EBT) lainnya.

Misalnya, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

PLTP merupakan satu-satunya pembangkit listrik EBT base load.

Sebagai pembangkit listrik base load, PLTP bisa beroperasi secara terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

PLTP berkapasitas tinggi dapat menyuplai listrik kepada PLN secara stabil atau relatif tidak mudah terganggu faktor eksternal.

"Artinya, tidak naik turun. Sedangkan EBT lain seperti PLTS, PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu), dan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) akan dipengaruhi oleh cuaca, iklim. Ketika matahari redup, produksi listrik dari PLTS menjadi tidak stabil," ucap Hendrik, Kamis (6/11/2025).

"Jadi pembangkit EBT lain yang notabene produknya tidak stabil itu biasanya digunakan sebagai peak load saja. Sedangkan base load digunakan dalam jumlah besar karena produksinya stabil. Yang biasanya untuk base load ini PLTP dan PLTU (pembangkit listrik tenaga uap), untuk EBT itu hanya di PLTP," tambah dia.

Baca juga: 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Studi Sebut PLTB Lepas Pantai Tingkatkan Fungsi Ekologis Perairan Pesisir
Studi Sebut PLTB Lepas Pantai Tingkatkan Fungsi Ekologis Perairan Pesisir
Pemerintah
Peringatan Met Office: 2026 Diprediksi Jadi Tahun Terpanas
Peringatan Met Office: 2026 Diprediksi Jadi Tahun Terpanas
Pemerintah
3 Skenario ATR/BPN Selesaikan Lahan Masyarakat Diklaim Kawasan Hutan
3 Skenario ATR/BPN Selesaikan Lahan Masyarakat Diklaim Kawasan Hutan
Pemerintah
Jakarta Punya Pusat Daur Ulang Sampah, Kapasitasnya hingga 10 Ton
Jakarta Punya Pusat Daur Ulang Sampah, Kapasitasnya hingga 10 Ton
Pemerintah
Perubahan Iklim Ancam Kesehatan Reproduksi di Asia
Perubahan Iklim Ancam Kesehatan Reproduksi di Asia
Pemerintah
IESR: Penghentian Insentif Kendaraan Listrik Bisa Hilangkan Manfaat Ekonomi hingga Rp 544 Triliun
IESR: Penghentian Insentif Kendaraan Listrik Bisa Hilangkan Manfaat Ekonomi hingga Rp 544 Triliun
LSM/Figur
BMKG Prediksi Hujan Lebat dan Angin Kencang di Indonesia Seminggu ke Depan
BMKG Prediksi Hujan Lebat dan Angin Kencang di Indonesia Seminggu ke Depan
Pemerintah
Hidrogen Berperan dalam Pemanasan Global Menurut Penelitian Terbaru
Hidrogen Berperan dalam Pemanasan Global Menurut Penelitian Terbaru
LSM/Figur
ESG Disebut Jadi Prioritas di Pasar Modal Indonesia, Bukan Sekadar Laporan Perusahaan
ESG Disebut Jadi Prioritas di Pasar Modal Indonesia, Bukan Sekadar Laporan Perusahaan
BUMN
Anomali Iklim di Indonesia Bikin Badai Tropis Makin Sering, Ini Penjelasan BRIN
Anomali Iklim di Indonesia Bikin Badai Tropis Makin Sering, Ini Penjelasan BRIN
Pemerintah
SDP Dorong Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasis ESG
SDP Dorong Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasis ESG
BrandzView
Program Desaku Maju–GERCEP Dorong Pembangunan Desa lewat Inovasi dan Design Thinking
Program Desaku Maju–GERCEP Dorong Pembangunan Desa lewat Inovasi dan Design Thinking
Pemerintah
Banjir di Sumatera Disebut Mirip Konflik Agraria, Akar Masalah Diabaikan
Banjir di Sumatera Disebut Mirip Konflik Agraria, Akar Masalah Diabaikan
Pemerintah
Lakukan Pengijauan, Nestlé Tanam 1.000 Pohon di Jawa Tengah
Lakukan Pengijauan, Nestlé Tanam 1.000 Pohon di Jawa Tengah
Swasta
Deforestasi Dinilai Perparah Banjir di Aceh, Risiko Sudah Dipetakan Sejak Lama
Deforestasi Dinilai Perparah Banjir di Aceh, Risiko Sudah Dipetakan Sejak Lama
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau