Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/08/2023, 08:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Hingga saat ini, masih ada 57,91 persen anak usia dini di Indonesia yang tinggal di rumah tidak layak huni.

Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy pada Kamis (24/8/2023).

“Ada 57,91 persen anak usia dini yang tinggal di rumah tidak layak huni,” kata Muhadjir dalam Rapat Koordinasi Nasional Posisi Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) secara virtual yang diselenggarakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Baca juga: Waspada, Anak Bisa Terpapar Polusi Udara Sejak Dalam Kandungan Hingga Lahir

Dia juga menyampaikan, berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, persentase balita stunting nasional adalah 21,6 persen.

Sementara itu, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018, ada 16,4 persen anak yang belum memiliki akta kelahiran.

Selain itu, tingginya angka perkawinan anak yang masih pada angka 8 persen dan 3,73 persen bayi di bawah lima tahun (balita) masih mendapatkan pengasuhan tidak layak.

Mengutip data Statistik Pemuda Indonesia (2022), ada 2,26 persen pemuda yang melakukan perkawinan di bawah umur 16 tahun atau perkawinan anak.

Baca juga: Entaskan Anak Putus Sekolah, Yayasan Bulir Padi Rilis Beasiswa Muda Mandiri

Kemudian, hanya 10 persen pemuda yang tamat dari perguruan tinggi dan 33,05 persen pemuda masih bekerja dengan penghasilan kurang dari dua pertiga median upah.

Sementara untuk permasalahan kemiskinan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Maret 2023, masih terdapat 9,36 persen penduduk miskin yang tersebar di perkotaan dan perdesaan.

“Keluarga juga dihadapkan pada meningkatnya biaya hidup dan tingkat kemiskinan yang masih tinggi, ketidakseimbangan antara kerja dan kehidupan yang dapat meningkatkan konflik dan stress, serta dampak teknologi informasi dalam keluarga yang menyebabkan kurangnya waktu yang dihabiskan bersama,” tutur Muhadjir.

“Kemudian kecanduan gawai, hingga kurangnya aktifitas fisik, dan meningkatnya individualisme,” sambungnya, sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: HUT Ke-4, Onni House Surabaya dan Destiny Project Perkuat Kompetensi Anak Berkebutuhan Khusus

Muhadjir mengatakan, selain situasi tersebut, keluarga juga menghadapi berbagai tantangan seperti perubahan struktur dari keluarga besar menjadi keluarga inti, serta perubahan peran gender misalnya rumah tangga dikepalai oleh wanita dan pekerja wanita.

Untuk itu, Muhadjir menekankan pentingnya Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) yang bisa menjadi indikator keberhasilan dari kebijakan pembangunan keluarga.

Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya capaian iBangga dari 54,00 pada 2021 menjadi 56,07 pada 2022.

Capaian ini harus ditingkatkan mengingat target pada 2023 yakni 59 dan pada 2024 menjadi 61.

Baca juga: Bukan Hanya Ibu, Ayah Berperan Penting Cegah Stunting pada Anak

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com