Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/01/2024, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Perkebunan teh di Indonesia dinilai memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

Hal tersebut disampaikan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil (PPH) Perkebunan Kementerian Pertanian Prayudi Syamsuri, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (25/1/2024).

Dia menuturkan, Indonesia melalui Nationally Determined Contribution (NDC) berkomitmen untuk mengurangi emisi di lima sektor prioritas, salah satunya di sektor pertanian.

Baca juga: Pabrik BioCNG Komersial Pertama di Indonesia, Kurangi Emisi Karbon

Meskipun rentan terdampak perubahan iklim, sektor pertanian juga memiliki peran dalam upaya penurunan emisi GRK melalui praktik pertanian rendah karbon.

"Dalam hal ini, teh merupakan salah satu jenis komoditas yang mempunyai kemampuan untuk mengurangi konsentrasi emisi di atmosfer," kata Prayudi dalam dalam seminar bertajuk "Inisiatif Karbon di Sektor Teh" di Jakarta.

Dia menambahkan, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), menyebutkan teh sebagai komoditas yang cocok untuk bertransformasi menuju produksi rendah karbon.

"Tanaman tahunan, seperti teh, dapat menyerap dan menyimpan lebih banyak karbon dibandingkan jenis tanaman pertanian semusim," kata Prayudi.

Baca juga: Indonesia-Amerika Bergandengan, Turunkan Emisi GRK Sektor Kehutanan

Oleh karena itu, menurut dia, perkebunan teh Indonesia memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam agenda global pengurangan emisi GRK, salah satunya dari segi lahan.

Untuk diketahui perkebunan teh nasional telah berkurang drastis dari 150.972 hektare pada 2001 menjadi 102.078 hektare pada 2021.

Namun, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 Indonesia mempunyai perkebunan teh terluas kelima di dunia.

Selain itu, memperbaiki praktik budidaya teh juga dapat mengurangi emisi GRK, misalnya dengan optimalisasi lahan, pengelolaan agroinput, pengolahan tanah minimum, hingga pemanfaatan lahan kritis.

Dikatakannya, karbon akan tetap tersimpan dalam biomassa tanaman dan bahan organik tanah selama tidak ditebang dan terurai.

Baca juga: Jerman Cetak Rekor Emisi Terendah dalam 70 Tahun

Selain itu, budidaya teh tidak membutuhkan pengolahan lahan secara intensif sehingga tidak merusak struktur karbon yang tersimpan di dalam tanah.

Sementara itu, Ketua Dewan Teh Indonesia (DTI) Rachmad Gunadi menyampaikan, sebagai komoditas dengan reputasi yang baik, teh mempunyai peluang untuk membangun rantai nilai yang berkelanjutan.

Pembangunan proyek karbon dengan teh sebagai vegetasi utama, menurut dia memberikan keuntungan yang menjanjikan, baik dari segi pelestarian lingkungan hidup maupun nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha perkebunan teh.

Menurut dia diperlukan kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan menciptakan sektor teh yang berkelanjutan.

"Melalui inisiatif karbon di sektor teh ini diharapkan terjalin kolaborasi yang dapat mendukung keberlanjutan sektor teh Indonesia," katanya.

Baca juga: Pemerintah Berupaya Kurangi Emisi Lewat Jual Beli Karbon

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejak Perjanjian Paris, Bank Masih Gelontorkan Rp 110 Kuadriliun ke Industri Energi Fosil

Sejak Perjanjian Paris, Bank Masih Gelontorkan Rp 110 Kuadriliun ke Industri Energi Fosil

Pemerintah
Model 'Community-Supported Agriculture', Solusi 'Food Loss and Waste'

Model "Community-Supported Agriculture", Solusi "Food Loss and Waste"

Pemerintah
BW Kehati Data Keanekaragaman Hayati di Perkotaan

BW Kehati Data Keanekaragaman Hayati di Perkotaan

Pemerintah
Gelombang Panas di Filipina Tak Mungkin Terjadi Tanpa Krisis Iklim

Gelombang Panas di Filipina Tak Mungkin Terjadi Tanpa Krisis Iklim

LSM/Figur
IPA Convex 2024 Digelar, Jadi Momentum Ketahanan Energi Berkelanjutan

IPA Convex 2024 Digelar, Jadi Momentum Ketahanan Energi Berkelanjutan

Swasta
BRIN: Indonesia Terlindungi dari Gelombang Panas karena Awan

BRIN: Indonesia Terlindungi dari Gelombang Panas karena Awan

Pemerintah
Pemberdayaan Perempuan Jadi Kunci Atasi Kemiskinan Ekstrem

Pemberdayaan Perempuan Jadi Kunci Atasi Kemiskinan Ekstrem

Pemerintah
60 Inovator ASEAN Blue Economy Innovation Bakal Dapat 40.000 Dollar AS

60 Inovator ASEAN Blue Economy Innovation Bakal Dapat 40.000 Dollar AS

Pemerintah
Groundbreaking Proyek RDF, WIKA Siap Reduksi Sampah 2.500 Ton per Hari

Groundbreaking Proyek RDF, WIKA Siap Reduksi Sampah 2.500 Ton per Hari

BUMN
Potensi Devisa Rp 1,3 Triliun, Oleh-oleh Sandiaga dari UEA dan Korsel

Potensi Devisa Rp 1,3 Triliun, Oleh-oleh Sandiaga dari UEA dan Korsel

Pemerintah
Komnas Perempuan Minta Pemerintah Bentuk Pemantau Femisida

Komnas Perempuan Minta Pemerintah Bentuk Pemantau Femisida

Pemerintah
Dicari, Inovator di 10 Negara ASEAN dan Timor Leste untuk Proyek Blue Economy

Dicari, Inovator di 10 Negara ASEAN dan Timor Leste untuk Proyek Blue Economy

Pemerintah
Konsisten Berdayakan Peternak Sapi, Human Initiative Torehkan Jejak Manis di NTT

Konsisten Berdayakan Peternak Sapi, Human Initiative Torehkan Jejak Manis di NTT

Advertorial
Mengenal Melukat, Ritual Pembersihan Diri di Bali Jadi Agenda WWF

Mengenal Melukat, Ritual Pembersihan Diri di Bali Jadi Agenda WWF

LSM/Figur
Dorong Investasi, ITIF Digelar Juni 2024, Bahas Keberlanjutan

Dorong Investasi, ITIF Digelar Juni 2024, Bahas Keberlanjutan

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com