Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Rempah Dunia Terus Naik, RI Perlu Tangkap Peluang Ekspor

Kompas.com - 23/02/2024, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Pasar herbal dan rempah-rempah kering dunia diprediksi akan naik terus di masa depan. Hal tersebut membuka peluang yang besar bagi Indonesia.

Hal tersebut disampaikan ahli dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UMG) Profesor Djagal Wiseso Marseno.

"Pangsa pasarnya itu diperkirakan ada 8,4 miliar dollar (AS) pada akhir 2028," kata Djagal dalam Webinar Series II Kosmopolis Rempah bertajuk "Dari Kerja Paksa hingga Bisnis Petai: Perdagangan Rempah dan Ketahanan Pangan" , Rabu (21/2/2024).

Baca juga: Kuatkan Ekonomi Desa, BUMDes Perlu Berorientasi Ekspor

Potensi tersebut dapat ditangkap Indonesia dan sangat menjanjikan bagi komoditas rempah Tanah Air.

Djagal menuturkan, rempah-rempah dapat tumbuh dengan subur di negara tropis seperti Indonesia.

"Perawatan dan ketahanannya juga mudah. Mudah diusahakan dengan skala kecil dan skala besar," papar Djagal dikutp dari situs web UGM.

Selain itu, sejauh ini rempah-rempah masih menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia.

Baca juga: Penghapusan Ekspor Listrik PLTS Atap Bisa Turunkan Minat Masyarakat

Terbukti dengan tingginya perdagangan lada, cengkeh, pala, hingga kayu manis ke negara-negara Eropa.

Selain rempah-rempah, ahli lain dari Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Profesor Supriyadi, mengungkapkan, ada beberapa jenis hasil pertanian yang memiliki potensi tinggi.

Hasil pertanian tersebut contohnya adalah stinky beans atau kacang-kacangan dengan bau menyengat seperti petai dan jengkol.

Baca juga: Dorong Ekonomi Sirkular, Amandina Ekspor PET Daur Ulang ke Eropa

Tanaman petai dan jengkol tumbuh subur di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Supriyadi menyampaikan, lahan budidaya petai dan jengkol umumnya dimiliki oleh warga secara mikro dan menyebar, tidak dalam satu lahan yang besar.

Di satu sisi, proses produksi dan distribusi perdagangan petai masih kurang baik. Pengangkutan dilakukan besar-besaran, ditumpuk, untuk menghemat biaya.

"Padahal kalau diperhatikan, petai setelah dipanen masih melakukan respirasi, dan ini berpengaruh terhadap kualitas petai tersebut," papar Supriyadi.

Baca juga: Realisasi Ekspor Produk Hasil Hutan 128,5 Persen dari Target

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com