KOMPAS.com - Negara-negara yang banyak berinvestasi terhadap energi terbarukan mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang positif.
Hal tersebut mengemuka dalam dalam kajian Greenpeace Indonesia dan Center of Economic and Law Studies (Celios) berjudul Dampak Transisi Ekonomi Hijau terhadap Perekonomian, Pemerataan, dan Kesejahteraan Indonesia yang dirilis Desember 2023.
Berdasarkan penelitian University of Sussex Business School dan University of Portsmouth, negara-negara yang berinvestasi lebih banyak pada energi terbarukan akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar.
Baca juga: Pengembangan Energi Terbarukan Global Masih Timpang, Belum Selaras dengan Target 2030
Selain itu, pengembangan energi terbarukan dapat memangkas tingkat ketimpangan pendapatan.
Penelitian tersebut menganalisis data dari 200 negara sepanjang tahun 2000-2019.
Dengan demikian, transisi energi terbarukan bisa menjadi katalis untuk mengurangi ketimpangan pendapatan dan kemiskinan energi di suatu negara.
Di satu sisi, menurut Analisis Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), ada hubungan antara kemiskinan dan akses listrik atau elektrifikasi.
Baca juga: Wilayah di Papua Ini Bakal Andalkan 100 Persen Energi Terbarukan
Elektrifikasi yang baik bermanfaat dalam penanggulangan kemiskinan dan pembangunan.
Melalui elektrifikasi, sebuah wilayah dapat memastikan ketersediaan pangan, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki akses terhadap sanitasi dan air bersih, memperbaiki akses terhadap layanan kesehatan, memperbaiki kualitas pendidikan, dan mengurangi kesenjangan antar gender.
"Ketersediaan pembangunan energi terbarukan berbasis komunitas dapat mempercepat penurunan ketimpangan khususnya bagi daerah terluar dan termiskin," tulis studi tersebut.
Menurut studi Celios dan Greenpeace Indonesia, transisi ke ekonomi hijau diperkirakan dapat memberikan dampak hingga Rp 4.376 triliun ke output ekonomi RI.
Peralihan ini juga diprediksi memberikan tambahan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 2.943 triliun dalam 10 tahun ke depan, atau setara 14,3 persen PDB Indonesia pada 2024.
Baca juga: Paradigma Pengembangan Energi Cenderung ke Ekonomi, Bukan Lingkungan
Efek berganda ekonomi hijau dari sisi PDB jauh melebihi struktur ekonomi saat ini yang masih bergantung pada sektor industri ekstraktif, salah satunya pertambangan.
Studi ini juga menemukan, dampak positif ekonomi hijau terhadap PDB turut meningkatkan jumlah lapangan kerja dan pendapatan pekerja.
Peralihan ke ekonomi berkelanjutan diramal mampu membuka hingga 19,4 juta lapangan kerja baru.
Lapangan kerja tersebut muncul dari berbagai sektor yang berkaitan dengan pengembangan energi terbarukan, pertanian, kehutanan, perikanan dan jenis-jenis industri ramah lingkungan lainnya.
Sementara itu, pendapatan pekerja secara total dapat bertambah hingga Rp 902,2 triliun berkat transformasi ini.
Baca juga: Rusia Siap Berbagai Pengalaman dengan RI Kembangkan Energi Nuklir
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya