Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Warisan Budaya Dunia, Subak Harus Terus Dilestarikan

Kompas.com - 22/05/2024, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) bersama Pemerintah Indonesia berkomitmen merawat dan mempertahankan kelestarian sistem pengairan pertanian Bali atau Subak sebagai bagian dari warisan budaya dunia.

Hal tersebut dikatakan Deputy Director General of UNESCO Xing Qu saat menyampaikan sambutan dalam diskusi bertajuk Subak and Spice Routes: Local Wisdom Water Management pada gelaran World Water Forum (WWF) ke-10, di Nusa Dua, Bali, Selasa (21/5/2024).

Subak telah ada sejak ribuan tahun silam dan bertahan sampai kini karena dijaga secara turun temurun. Pada 29 Juni 2012, UNESCO menetapkan Subak sebagai warisan budaya dunia, dan hingga saat ini tetap konsisten berkomitmen mempertahankannya.

Baca juga: Kemendikbud Akan Kenalkan Subak dan Jalur Rempah di WWF 2024

Subak yang dikelola masyarakat adat Bali melalui mekanisme irigasi berlandaskan filosofi Tri Hita Karana yakni keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan.

Filosofi tersebut dinilai mampu menjadi contoh harmonisasi hubungan antara air dengan manusia.

"Salah satu upayanya, termasuk melakukan advokasi perlindungan warisan budaya terkait dengan air demi mengatasi tantangan permasalahan air di abad ke-21, semuanya sangat terkait erat dalam konteks Subak," kata Xing Qu dalam siaran pers.

Xing Qu juga memaparkan sejumlah inisiatif dan program yang dilakukan UNESCO dalam meningkatkan promosi dan edukasi terkait dengan bagaimana memanfaatkan air secara bijak.

Sejumlah inisiatif itu diantaranya dukungan pendidikan terkait dengan pengelolaan air, peningkatan kapasitas, dan memfasilitasi kerja sama air lintas batas. Upaya ini selaras dengan semangat yang digaungkan dalam WWF ke-10 di Bali.

Baca juga: Mengenal Subak Jatiluwih yang Akan Dikunjungi Delegasi World Water Forum 

"Kita harus merefleksikan kembali bagaimana hubungan kita dengan air, bagaimana selama ini kita telah mengkonsumsi dan mengolah air. Kami juga akan merilis inisiatif-inisiatif baru di Indonesia untuk mendukung pengelolaan air yang lebih berkelanjutan," ungkap Xing Qu.

Xing Qu pun menyampaikan kekagumannya terkait dengan kehidupan masyarakat Bali yang selalu berhubungan erat dengan air.

Sejak lahir hingga meninggal, berbagai upacara dan ritual yang dilakukan umat Hindu di Bali itu selalu melekat dengan air.

Sebab itu, jika masyarakat tidak lagi bisa mengakses air dan terjadi krisis, maka kondisi ini akan menjadi ancaman.

Baca juga: Bangun Rice Milling Unit Subak Tibu Beleng, Bupati Jembrana: Ini Hadiah dari Pak Erick Thohir

Menurut dia, jika hal itu terjadi, dampak krisis air tidak hanya akan dialami oleh masyarakat di Bali saja sebagai pusat destinasi wisata dunia, melainkan juga berpotensi dialami masyarakat global.

Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengungkapkan, kearifan lokal soal tata kelola air sudah melekat di masyarakat Indonesia.

Selama ribuan tahun, masyarakat Nusantara sudah mengolah air sebagai sumber utama kehidupan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com