Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/05/2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Jakarta menjadi salah satu wilayah yang rentan terdampak perubahan iklim karena kondisi geografisnya.

Dengan wilayah yang terletak di pinggir pantai dan menjadi muara sungai-sungai besar, Jakarta menjadi rentan terdampak perubahan.

Periset senior dari Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PRMB) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Agus Heri Purnomo mengatakan, kondisi tersebut membuat masyarakat pesisir harus bersiasat guna menghindari berbagai dampak yang muncul.

Baca juga: World Water Forum ke-10 Inisiasi Pusat Keunggulan Ketahanan Air dan Iklim di Asia Pasifik

Hal tersebut disampaikan Agus dalam Forum Diskusi Budaya (FDB) seri ke-76, Senin (26/5/2024).

Sayangnya, adaptasi yang mereka lakukan ada yang berhasil dan ada yang tidak berhasil atau kurang efektif. Menurutnya, perlu ada intervensi dari pemerintah.

Dia menuturkan, berbagai upaya seperti perbaikan saluran-saluran pembuangan banjir dan juga upaya reboisasi yang sudah dilakukan masyarakat dinilai tidak cukup.

"Masih ada masalah-masalah yang harus dihadapi dan hal inilah yang perlu diperbaiki," kata Agus dikutip dari situs web BRIN.

Baca juga: Sungai-sungai di Alaska Berubah Kecokelatan karena Perubahan Iklim

Menurutnya, osilasi bisa saja terjadi pada periode 100 atau 200 tahun. Dampaknya, misalnya intrusi air garam atau laut, kekeringan berkepanjangan, serta banjir yang disebabkan oleh hujan atau pasang air laut.

Contohnya di daerah Rorotan atau Marunda, pada 2007 tergenang sampai berhari-hari dengan ketinggian antara 70 sampai 80 sentimeter (cm).

Agus mengatakan, berbagai dampak tersebut turut menimbulkan bahaya kesehatan dengan munculnya berbagai penyakit seperti diare, demam berdarah, sakit perut, dan sebagainya.

Dia menambahkan, masyarakat membutuhkan sistem peringatan serta meninggikan tanggul-tanggul.

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Perekonomian Dunia Lebih Buruk Dibandingkan Perkiraan Sebelumnya

Sementara itu Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN sa mengatakan, riset tersebut sangat penting karena perubahan iklim masih hangat dalam pembahasan.

Baginya, cukup banyak dibahas antara adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Widodo menyoroti tentang istilah revisit atau dikenal dengan istilah bernostalgia dari data lama yang dikumpulkan kembali.

Menurutnya, data yang digunakan dalam riset merupakan data lama tetapi masih relevan untuk dapat dilihat kembali, khususnya dari sisi perubahan iklim.

Dia juga menuturkan, kerentanan yang terlihat di sekitar Jakarta sangat tinggi.

Baca juga: Gelombang Panas di Filipina Tak Mungkin Terjadi Tanpa Krisis Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com