Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi Permen ESDM Dianggap Persulit Pertumbuhan Energi Terbarukan

Kompas.com - 25/07/2023, 18:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Teknik Elektro Universitas Udayana Bali Ida Ayu Dwi Giriantari menilai Revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM 26 tahun 2021 tentang PLTS Atap akan mempersulit masyarakat dan industri beralih ke energi baru terbarukan (EBT).

Terlebih mengenai sistem kuota yang disematkan dalam permen tersebut. "Tentu (poin-poin dalam permen) pasti akan mempersulit," kata Ida Ayu, dalam keterangan tertulis, Selasa (25/7/2023).

Profesor bidang electrical engineering ini melanjutkan, revisi Permen akan menjadi hal yang kontraproduktif bagi pemerintah untuk mencapai target energi bersih.

Baca juga: Komitmen Keberlanjutan, Danone Pasang PLTS Atap di Pabrik Klaten

Pemerintah sendiri membidik 23 persen bauran energi terbarukan pada 2025. PLTS Atap menjadi salah satu cara cepat untuk meraih target itu.

Permen tersebut memang tidak akan membatasi kapasitas terpasang PLTS atap yang boleh dilakukan rumah tangga maupun industri, namun akan diterapkan sistem kuota. Ida mendesak pemerintah untuk terbuka dalam penerapan kuota dimaksud.

Ida Ayu menjelaskan, penyusunan kuota juga harus dilakukan secara transparan agar masyarakat dan industri mengetahui betul kuota yang tersedia. Skema itu juga harus menjelaskan secara terbuka kapasitas kuota di suatu tempat.

Misalnya, sistem kuota diatur per provinsi berdasarkan kapasitas atau kemampuan sistem di daerah masing-masing. Dia mencontohkan kemampuan Denpasar yang tentunya berbeda dengan daerah lainnya.

"Apakah kuota per provinsi, misal Bali sekian nah itu dari mana mereka dapat kuota itu. Harusnya ini terbuka dan ini yang belum ada kejelasan dari otoritas," imbuhnya.

Baca juga: Bagaimana Cara Merawat PLTS Atap?

Keterbukaan tersebut juga bermanfaat bagi masyarakat dan industri agar tidak kerepotan nantinya. Jangan sampai, sambung dia, masyarakat dan industri yang ingin memasang PLTS atap justru dibuat repot karena ketidakterbukaan informasi tersebut.

"Jadi masyarakat sebelum pasang juga pengen tahu informasi bahwa di tempat dia berapa dan itu boleh gak? Jangan nanti urusannya ribet dan malah tidak jelas. Itu yang harusnya di update terus karena kuota itukan pasti berubah terus setiap saat," tutur Ida Ayu.

Ida juga mengkritik pengajuan izin PLTS Atap yang hanya bisa dilakukan pada Januari dan Juli setiap tahun. Menurutnya, hal itu tentu akan mempermudah PLN dalam memperbarui kapasitas PLTS terpasang.

Namun, sebaliknya justru akan mempersulit masyarakat dan industri yang ingin memasang PLTS Atap. Belum lagi ketidakpastian izin yang selama ini dikeluhkan oleh industri.

Baca juga: Apakah PLTS Menghasilkan Limbah?

Ida mengatakan, pembatasan waktu pemasang itu akan mempersulit publik untuk menjadwalkan kemampuan mereka dalam beralih ke energi bersih. Pada akhirnya, semangat masyarakat dan industri untuk beralih ke energi bersih justru malah akan mengendur.

"Artinya (revisi permen) ini akan berlawanan dengan misi pemerintah dalam percepatan untuk mencapai target (bauran EBT). Permen tidak mendukung percepatan itu," ujar Ida Ayu.

Sebelumnya, kementerian ESDM beralasan, sistem kuota ditetapkan akan disesuaikan dengan kemampuan sistem transmisi PLN menampung listrik dari EBT yang bersifat intermiten (tidak menentu).

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

LSM/Figur
Harus 'Segmented', Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Harus "Segmented", Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Swasta
ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

Swasta
Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau