KOMPAS.com – Benua Afrika mengusulkan penerapan pajak karbon kepada negara-negara penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) besar untuk melawan perubahan iklim.
Usul tersebut tertuang dalam Deklarasi Nairobi setelah negara-negara di “Benua Hitam” merampungkan Africa Climate Summit selama tiga hari di Ibu Kota Kenya tersebut.
Deklarasi Nairobi dirilis pada Rabu (6/9/2023) dan akan dijadikan dasar negosiasi untuk KTT Iklim COP28 pada November mendatang di Uni Emirat Arab (UEA).
Baca juga: Aturan Teknis Perdagangan Karbon Akhirnya Terbit, Ini 10 Pokoknya
Africa Climate Summit sendiri didominasi pembahasan upaya mobilisasi pendanaan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim yang membuat cuaca makin ekstrem, melestarikan sumber daya alam, dan mengembangkan energi terbarukan.
Afrika adalah salah satu benua yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, sebagaimana dilansir BBC.
Akan tetapi, menurut para peneliti, Afrika hanya menerima sekitar 12 persen dari hampir 300 miliar dollar AS pendanaan tahunan yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
Deklarasi Nairobi mendesak para pemimpin dunia untuk mendukung usulan pajak karbon global.
Baca juga: Gonjang-ganjing Pasar Karbon Sukarela di Tataran Dunia
Pajak tersebut termasuk pajak karbon pada perdagangan bahan bakar fosil, transportasi laut dan penerbangan, dan dapat ditambah pajak transaksi keuangan global.
Aktivis hak asasi manusia Graca Machel mengatakan kepada BBC bahwa deklarasi tersebut merupakan sebuah langkah maju yang besar.
“Afrika adalah pemainnya, dunia tidak bisa berjalan tanpa Afrika sebagai pusatnya,” kata Machel.
“Afrika hadir bukan untuk dibantu. Afrika hadir untuk menawarkan peluang, menawarkan investasi, dan menawarkan solusi,” sambungnya.
Baca juga: AstraZeneca Komitmen Capai Nol Emisi Karbon pada 2030
Deklarasi Nairobi mengatakan, usul-usul yang tertuang di dalamnya akan menjamin pendanaan skala besar untuk investasi terkait iklim dan melindungi isu kenaikan pajak dari tekanan geopolitik dan politik dalam negeri.
Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), sekitar 24 negara saat ini mengenakan pajak atas karbon, namun gagasan mengenai pajak karbon global belum mendapatkan banyak dukungan.
Sejumlah organisasi lingkungan pada 2011 mengatakan, dana yang diperoleh dari pajak transaksi keuangan seharusnya diprioritaskan untuk membiayai lingkungan hidup.
Baca juga: Kejar Ekonomi Hijau, BI dan Pemerintah Godok Kalkulator Karbon untuk Industri
Namun, usulan tersebut tidak pernah mendapat persetujuan bulat yang diperlukan oleh Dewan Eropa untuk menjadi undang-undang.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya