Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penanganan Kemiskinan di Papua Tak Bisa Berpandangan Jawa-sentris

Kompas.com - 15/09/2023, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, penanganan kemiskinan di Papua tidak bisa memakai kebijakan berpandangan Jawa-sentris.

Muhadjir mengakui bahwa sampai saat ini masih ada banyak pejabat pembuat kebijakan yang menggunakan kacamata helikopter.

“Jadi lihat dari jauh-jauh dan kemudian melihat membandingkan karena dia sudah biasa di Jakarta ya, sangat Jakarta-sentris atau Jawa-sentris,” ujar Muhadjir di Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (13/9/2023).

Baca juga: Memberdayakan Perempuan, Memutus Rantai Kerja Ilegal dan Kemiskinan

Dia mencontohkan, pemberian bantuan sosial bagi masyarakat Papua kerap kali disamaratakan dengan penanganan di Pulau Jawa. Padahal, secara nilai tentu berbeda.

Menurutnya, menangani 1.000 orang miskin di Papua lebih sulit ketimbang menangani 10.000 orang miskin di Jakarta.

Biaya untuk pengangkutan logistik berkali lipat lebih mahal karena keterbatasan akses. Bahkan, harga beras di Papua bisa mencapai sekitar Rp 60.000 per kilogram (kg).

Berkaca dari hal tersebut, jika bantuan sosial yang diberikan kepada masyarakat Papua sama dengan Jawa, maka hasilnya tidak akan maksimal.

Baca juga: Perguruan Tinggi Jadi Mesin Akademis Bantu Pengentasan Kemiskinan Indonesia

“Dan itu yang terjadi sekarang ini, salah satunya kenapa di sana (kemiskinan) enggak turun-turun itu karena dianggap sama aja menangani orang miskin di sini di sana dengan di sini (Jakarta),” ucap Muhadjir, sebagaimana dilansir Antara.

Muhadjir bercerita, saat dia meninjau kasus kelaparan di Distrik Agandugume, Papua Tengah, logistik hanya bisa dibawa menggunakan pesawat perintis yang hanya mampu mengangkut bantuan sebanyak 900 kg.

Tak hanya itu, untuk sekali terbang membutuhkan biaya penyewaan hingga Rp 35 juta dengan total penumpang hanya sembilan orang.

Demikian pula saat akan membangun sekolah, anggaran Rp 10 miliar tidak akan cukup untuk membangun sarana pendidikan di Papua.

Baca juga: Bappenas Ungkap 3 Strategi Capai Nol Kemiskinan Ekstrem 2024

”Karena untuk membangun sekolah di Jawa Tengah itu Rp 3 miliar sudah jadi sekolah. Tapi kalau di Papua, Rp 10 miliar belum tentu jadi sekolah. Kenapa? Karena wilayahnya sangat jauh,” ungkapnya.

Berdasarkan berbagai hal tersebut, menurutnya pembangunan di wilayah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) pendekatannya tidak bisa sama dengan Jawa.

Ia meyakini memindahkan Ibukota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi salah satu cara untuk mengatasi persoalan pemerataan tersebut.

”Jadi Indonesia ini terlalu luas kalau hanya dilihat dengan menggunakan kacamata Jakarta karena itulah kenapa Pak Presiden terobsesi untuk memindah Jakarta ke tempat lain yang sekarang di IKN itu,” paparnya.

Baca juga: Kemiskinan Ekstrem Terkonsentrasi di Indonesia Timur

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deloitte: Hanya 15 Persen Perusahaan yang Laporkan Emisi Cakupan 3

Deloitte: Hanya 15 Persen Perusahaan yang Laporkan Emisi Cakupan 3

Swasta
Singapore Grand Prix Formula 1 Pangkas Emisi lewat Pembelian Sertifikat Energi Terbarukan

Singapore Grand Prix Formula 1 Pangkas Emisi lewat Pembelian Sertifikat Energi Terbarukan

Pemerintah
Musim Panas Terhangat, Kedalaman Sungai Terpanjang di Polandia Pecahkan Rekor Terendah

Musim Panas Terhangat, Kedalaman Sungai Terpanjang di Polandia Pecahkan Rekor Terendah

Pemerintah
Hampir Seperempat Kasus TBC di Solo Terjadi pada Anak

Hampir Seperempat Kasus TBC di Solo Terjadi pada Anak

Pemerintah
Dataran Tinggi Dieng Diusulkan Jadi Taman Bumi Nasional

Dataran Tinggi Dieng Diusulkan Jadi Taman Bumi Nasional

Pemerintah
Tanah yang Diolah dengan Pupuk Organik Bisa Simpan Lebih Banyak Karbon

Tanah yang Diolah dengan Pupuk Organik Bisa Simpan Lebih Banyak Karbon

Pemerintah
Dulu Kumuh dan Bau, Begini Pesona Kampung Bersih Nusantara di Pannampu Sekarang

Dulu Kumuh dan Bau, Begini Pesona Kampung Bersih Nusantara di Pannampu Sekarang

Swasta
Warga Kelurahan Pannampu Aktif Kelola Sampah dan Hijaukan Lingkungan lewat Program Kampung Bersih Nusantara

Warga Kelurahan Pannampu Aktif Kelola Sampah dan Hijaukan Lingkungan lewat Program Kampung Bersih Nusantara

Swasta
Bulu Ayam Jadi Komponen Penting untuk Pembuatan Hidrogen Hijau

Bulu Ayam Jadi Komponen Penting untuk Pembuatan Hidrogen Hijau

LSM/Figur
Rencana Pensiun Dini 13 PLTU, Pemerintah Pertimbangkan Hal Ini

Rencana Pensiun Dini 13 PLTU, Pemerintah Pertimbangkan Hal Ini

Pemerintah
Pengesahan RUU EBET Tersisa 2 Pasal, 'Power Wheeling' Akan Masuk

Pengesahan RUU EBET Tersisa 2 Pasal, "Power Wheeling" Akan Masuk

Pemerintah
Mutis Timau Jadi Taman Nasional ke-56, Dianggap 'Mama' Bagi Masyarakat Timor

Mutis Timau Jadi Taman Nasional ke-56, Dianggap "Mama" Bagi Masyarakat Timor

Pemerintah
Kejar PLTN 2032, Organisasi Pelaksana Energi Nuklir Nasional Dibentuk Tahun Ini

Kejar PLTN 2032, Organisasi Pelaksana Energi Nuklir Nasional Dibentuk Tahun Ini

Pemerintah
Dukung UMKM Naik Kelas, Wali Kota Bandar Lampung Raih Satyalancana Wira Karya

Dukung UMKM Naik Kelas, Wali Kota Bandar Lampung Raih Satyalancana Wira Karya

Pemerintah
Menengok Keberhasilan Norwegia Dorong Adopsi Kendaraan Listrik

Menengok Keberhasilan Norwegia Dorong Adopsi Kendaraan Listrik

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau