Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membiarkan Hutan Tumbuh Cegah Lepasnya 226 Miliar Ton Karbon ke Atmosfer

Kompas.com - 21/11/2023, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Konservasi hutan dapat berkontribusi besar untuk dalam melawan krisis iklim selama emisi gas rumah kaca (GRK) juga dipangkas.

Dengan menjaga hutan tumbuh menjadi ekosistem tua dan memulihkan kawasan yang terdegradasi, 226 miliar metrik ton karbon dapat diserap dan mencegahnya lepas ke atmosfer.

Temuan tersebut muncul dari penelitian terbaru berjudul “Integrated global assessment of the natural forest carbon potential” yang diterbitkan di Jurnal Nature pada Senin (13/11/2023) pekan lalu.

Baca juga: 2 Kunci Melawan Perubahan Iklim: Restorasi Hutan dan Pangkas Emisi

Jumlah karbon yang diserap tersebut setara dengan emisi yang dikeluarkan Amerika Serikat (AS) selama hampir 50 tahun, sebagaimana dilansir The Guardian.

Akan tetapi, jika penanaman pohon di hutan dilakukan dengan monokultur secara massal, potensinya untuk menyerap karbon tidak akan maksimal.

Di satu sisi, manusia terus menebangi sekitar separuh hutan di Bumi dan terus melakukan penghancuran di beberapa lokasi seperti hutan hujan Amazon dan lembah Kongo yang berperan penting dalam mengatur atmosfer bumi.

Para ilmuwan dalam penelitian tersebut memperkirakan, sekitar 61 persen dari potensi penyerapan karbon tersebut dapat diwujudkan dengan melindungi hutan yang ada.

Baca juga: Serapan Emisi GRK Ditarget Seimbang 2030, Sektor Hutan Butuh Investasi Rp 219,66 Triliun

Sehingga, hutan-hutan yang ada dapat tumbuh menjadi ekosistem tua seperti Hutan Bialowieza di Polandia dan Belarus atau Hutan Sequoia di California, AS yang bertahan selama ribuan tahun.

Sisanya, sebesar 39 persen dapat dicapai dengan merestorasi hutan yang terfragmentasi dan kawasan yang telah ditebangi.

Di tengah kekhawatiran greenwashing seputar peran alam dalam mitigasi krisis iklim, para peneliti menggarisbawahi pentingnya keanekaragaman hayati membantu hutan mencapai potensi penyerapan karbonnya.

Para peneliti juga memperingatkan bahwa menanam satu spesies tanam dalam jumlah besar tidak akan banyak berpengaruh dalam menyerap karbon.

Di satu sisi, diperlukan juga pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) global dari pembakaran bahan bakar fosil secara cepat.

Baca juga: Pengusaha Hutan Sebut Perdagangan Karbon Indonesia Hadapi Tantangan

Kebakaran hutan

Di sisi lain, selain jumlahnya terus menyusut karena dieksploitasi, banyak hutan mengalami kebakaran yang parah.

Meningkatnya jumlah kebakaran hutan dan suhu yang lebih tinggi akibat krisis iklim kemungkinan besar akan mengurangi potensi penyerapan karbon dari hutan.

“Sebagian besar hutan di dunia mengalami degradasi parah. Faktanya, banyak orang belum pernah mengunjungi salah satu dari sedikit hutan tua yang tersisa di Bumi,” kata Lidong Mo, salah satu penulis utama studi tersebut.

“Untuk memulihkan keanekaragaman hayati global, mengakhiri deforestasi harus menjadi prioritas utama,” sambungnya.

Dalam KTT Iklim PBB COP26 pada 2021, para pemimpin dunia berjanji untuk menghentikan dan membalikkan deforestasi pada akhir dekade ini. Akan tetapi, berbagai data menunjukkan bahwa banyak negara saat ini sudah keluar jalur.

Baca juga: 358.719 Hektar Kawasan Hutan Baru Disertifikatkan Lewat Redistribusi Tanah

Para peneliti mengatakan, menjaga hutan serta memenuhi perjanjian iklim dan keanekaragaman hayati sangat penting agar hutan bisa mencapai potensi maksimalnya.

“Melestarikan hutan, mengakhiri deforestasi, dan memberdayakan masyarakat yang hidup berdampingan dengan hutan memiliki kekuatan untuk menangkap 61 persen potensi kita. Itu sangat besar,” kata Tom Crowther, kepala Crowther Lab di ETH Zurich.

“Hal ini berpotensi mengubah konteks konservasi hutan. Hal ini tidak lagi berarti menghindari emisi, namun juga pengurangan karbon secara besar-besaran,” sambung Crowther.

Dia menambahkan, butuh ribuan proyek dan skema berbeda untuk melestarikan dan menghidupkan kembali hutan.

“Hal ini dapat dicapai oleh jutaan komunitas lokal, masyarakat adat, petani, dan kehutanan yang mempromosikan keanekaragaman hayati,” jelas Crowther.

Baca juga: Proyek Pelestarian Hutan di Zimbabwe Bermasalah, Kerja Sama Karbon Diputus

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

Pemerintah
AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

LSM/Figur
Harus 'Segmented', Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Harus "Segmented", Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Swasta
ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau