Pada kesempatan tersebut, Peneliti Litbang Kompas Nila Kirana memaparkan laporan hasil penelitian kuantitatif bertajuk “Pengelolaan Sampah: Persepsi, Penerapan, dan Harapan”.
Baca juga: Pelatihan Pengelolaan Sampah Digelar di Desa Wisata Edelweiss
Nila menjelaskan, penelitian kuantitatif Litbang Kompas digelar di enam kota di Indonesia, yakni Medan, Jakarta, Surabaya, Denpasar, Samarinda, dan Makassar. Dalam survei ini, Litbang Kompas mewawancarai 600 responden dari enam kota tersebut.
Selain itu, pihaknya juga memotret tingkat awareness masyarakat terkait 11 aspek. Adapun aspek tersebut meliputi aturan pemerintah daerah yang mengatur tentang jenis kemasan produk yang aman dan pendanaan oleh pemerintah.
Selain itu, sosialisasi RT/RW, aturan pemerintah daerah yang melarang kemasan kecil, pelatihan (pengelolaan sampah) oleh RT/RW, aturan RT/RW terkait pemilahan sampah, serta aturan RT/RW terkait pengambilan sampah terpilah.
Tidak hanya itu, responden juga ditanya lebih jauh mengenai pengawasan pengelolaan sampah oleh RT/RW, kontribusi produsen, pemberian sanksi oleh RT/RW, dan penghargaan bagi warga dalam pengelolaan sampah.
“Jika dilihat berdasarkan kota wilayah penelitian, hasil survei menunjukkan bahwa responden di Kota Samarinda memiliki pengetahuan yang cukup tinggi terhadap beberapa aspek dalam pengelolaan sampah. Pada aspek pendanaan pemerintah, pengetahuan responden terhadap adanya pendanaan pengelolaan sampah di wilayah responden adalah sebesar 65,6 persen,” paparnya.
Baca juga: Saat Negara Tetangga Kagum dengan Pengelolaan Sampah di Banyumas
Lebih lanjut, proses riset audit sampah yang dilakukan di enam kota dengan titik sampling mencakup TPA, TPS, dan berbagai lokasi, seperti pinggir jalan, pesisir, dan badan sungai.
Dalam audit kolaborasi Litbang Kompas dan NZWMC itu berhasil mengidentifikasi 1.930.495 potongan sampah dari enam kota yang terdiri dari 635 jenis sampah.
Adapun jenis sampah yang menjadi “juara” alias mendominasi adalah serpihan sampah plastik berbagai merek. Kemudian, plastik kresek menempati posisi kedua.
Berikutnya, bungkus mi instan menempati posisi ketiga, cup air mineral menempati posisi keempat, dan botol minuman berkarbonasi menempati posisi kelima.
“Sampah saset cukup banyak timbulannya, termasuk di kawasan yang sudah settle peruntukannya (bukan tempat sampah). Fakta di lapangan menunjukkan tidak ada upaya clean-up, baik oleh masyarakat, pemerintah, maupun produsen,” kata Nila.
Baca juga: 10 Negara dengan Pengelolaan Sampah Terbaik
Adapun timbulan sampah saset didominasi oleh produk sampo, minuman instan bubuk, deterjen, serta penyedap rasa.
Sampah bungkus plastik pun bertebaran serta ditemukan di seluruh titik sampling dalam investigasi audit sampah tersebut.
“Kemasan plastik bungkus tisu, minyak goreng, tube pasta gigi, dan skincare juga masih menjadi material timbulan sampah di TPA serta lokasi lingkungan lainnya,” ujar Nila.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya