KOMPAS.com – Total dana kerugian dan kerusakan yang dijanjikan oleh negara-negara kaya dalam COP28 telah terkumpul lebih dari 700 juta dollar AS hingga Rabu (6/12/2023).
Dana kerugian dan kerusakaan tersebut disepakati dalam sidang pleno hari pertama COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), Kamis (30/11/2023).
Akan tetapi, janji-janji tersebut masih jauh dari apa yang dibutuhkan, sebagaimana dilansir The Guardian.
Baca juga: Di COP28, Menteri ESDM Targetkan Emisi Energi Turun 358 Juta Ton
Menurut Climate Action Network International, sebuah koalisi yang terdiri dari 200 kelompok iklim, dana kerugian dan kerusakan yang dibutuhkan negara-negara berkembang diperkirakan mencapai lebih dari 400 miliar dollar AS per tahun, dan jumlahnya terus meningkat.
Jika dihitung lebih lanjut, dana kerugian dan kerusakan yang dijanjikan tersebut hanya mencakup kurang dari 2 persen yang dibutuhkan.
Perkiraan kerugian tahunan yang diakibatkan krisis iklim dari masing-masing negara bervariasi antara 100 miliar dollar AS hingga 580 miliar dollar AS.
Janji 100 juta dollar AS yang diberikan oleh UEA disamai oleh Jerman. Janji tersebut kemudian sedikit diungguli oleh Italia dan Perancis, yang keduanya menjanjikan 108 juta dollar AS.
AS, penghasil emisi terbesar sekaligus produsen minyak dan gas terbanyak, sejauh ini hanya menjanjikan 17,5 juta dollar AS.
Baca juga: Neutura Raup Pendanaan Angel COP28 untuk 2 Proyek Penyerap Karbon
Sementara Jepang, negara dengan ekonomi terbesar ketiga setelah AS dan China, telah menawarkan 10 juta dollar AS.
Negara lain yang menjanjikan dana kerugian dan kerusakan adalah Denmark dengan 50 juta dollar AS, Irlandia dan Uni Eropa sebesar 27 juta dollar AS, Norwegia sebesar 25 juta dollar AS, Kanada kurang dari 12 juta dollar AS, serta Slovenia 1,5 juta dollar AS.
Kepala Strategi Politik Global Climate Action Network International Harjeet Singh menyampaikan, janji 700 juta dollar AS tidak ada apa-apanya jika dibandingkan kebutuhan pendanaan yang sangat besar.
“Penundaan lebih dari 30 tahun dalam pembentukan dana ini, ditambah dengan sedikitnya kontribusi dari negara-negara maju, khususnya AS, menandakan ketidakpedulian yang terus-menerus terhadap penderitaan negara-negara berkembang,” tutur Singh.
Dana kerugian dan kerusakan harus bersifat baru dan tambahan. Selain itu, diberikan dalam bentuk hibah, bukan pinjaman, menurut pakar keadilan iklim.
Baca juga: Di Sela COP28, Indonesia dan ADB Sepakati Pensiun Dini PLTU
Namun dalam sebagian besar kasus, sifat dan waktu pemberian dana yang dijanjikan tersebut masih belum jelas karena hanya sedikit negara yang merilis rincian lebih lanjut.
Perjanjian tersebut hanyalah langkah awal dalam menetapkan pengaturan pendanaan kerugian dan kerusakan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya