Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun Transjakarta, Keberhasilan Sistem BRT Terpanjang di Dunia

Kompas.com - 14/01/2024, 16:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Tak hanya itu, penggunaan bus listrik sudah mencapai target 100 unit hingga akhir tahun 2023. Adapun pada 2025, PT Transjakarta mentargetkan mengangkut 4 juta penumpang per hari.

“Untuk mencapai target itu ada peluang mengembangkan wilayah layanan hingga Bodetabek,” ujar Djoko.

Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) tahun 2024 akan mengembangkan program pembelian layanan (buy the service) di Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kabupaten Bogor. Juga akan mengembangkan rute baru JRC (Jabodetabek Residence Connection) ke 117 kawasan perumahan di Bodetabek.

Menurut data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) tahun 2023, di Jabodetabek, permukiman dibagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan rata-rata harga pada tiap perumahan.

Baca juga: Transportasi Umum di Sejumlah Kota Gratis, Bisakah Diterapkan di Seluruh Indonesia?

Ada 158 perumahan Kelas Atas, 268 perumahan Kelas Menengah, dan 1.584 perumahan Kelas Bawah, sehingga total ada sebanyak 2.010 perumahan. Namun, tidak sampai 5 persen kawasan perumahan itu mendapat fasilitas layanan angkutan umum.

“Ini peluang besar bagi Transjakarta dapat ikut serta melayani sejumlah kawasan perumahan di Bodetabek,” tutur Djoko.

Latar belakang kemacetan ibu kota

Kehadiran Transjakarta dinilai menjadi salah satu solusi menjawab permasalahan besar kemacetan lalu lintas hingga polusi udara di Jakarta.

Melalui Smart City Index 2023 dari International Institute for Management Development (IMD) yang berbasis di Singapura dan Swiss, diperoleh tiga persoalan pelik yang dihadapi Jakarta yaitu kategori kesehatan dan keamanan, pemerintahan, serta mobilitas atau transportasi. Hal ini terlihat dari skor terendah dari 39 aspek yang diukur.

Sementara, jika merujuk Global Power City Index, Jakarta masih di bawah negara peers atau negara setara dalam ukuran kota global. Jakarta berada di peringkat ke-45 dari 48 negara.

Peringkat tersebut lebih rendah daripada kota satu kawasan, seperti Kuala Lumpur (41), Bangkok (40), dan Singapura (5).

"Penilaiannya berdasarkan enam dimensi utama sebagai parameter kota global, yaitu ekonomi, riset dan pengembangan, interaksi budaya, kualitas hidup, lingkungan, serta aksesibilitas," ujar Djoko. 

Baca juga: Di Negara Ini Naik Transportasi Umum Gratis, Apa Dampaknya buat Warga?

Berdasarkan Laporan JICA (2014) dan World Bank Urbanization Flagship (2018), kerugian ekonomi akibat kemacetan Jakarta mencapai 2,6 miliar dolar AS per tahun (2017). Sektor transportasi menyumbang 27 persen dari emisi CO2.

Pada negara berkembang, emisi CO2 dari transportasi akan meningkat hingga dua kali lipat pada kurun waktu 1980-2030.

Di DKI Jakarta, indikator kualitas udara perkotaan seperti PM10 meningkat 20 persen, CO meningkat 70 persen, dan NO2 meningkat hampir 4 kali lipat pada tahun 2008-2013.

Berdasarkan Badan Lingkungan Hidup DKI Jakarta tahun 2013, Kota Jakarta menyumbang 60-70 persen polusi udara dengan klasifikasi 71 persen pencemaran oksida nitrogen (NOx), 15 persen pencemaran oksida sukfur (Sox), dan 70 persen pencemaran particular (PM10).

"Dampak emisi gas dan kandungan menjadi beban moral bagi pengguna transportasi dan industri transportasi," kata Djoko. 

Adapun mobilisasi masyarakat di Indonesia memiliki proyeksi yang cukup tinggi. Data Bappenas (2019) menunjukkan 230 Juta penduduk akan tinggal di perkotaan pada tahun 2045.

"Permasalahan pada transportasi seperti kemacetan dewasa ini sangat memprihatinkan," pungkasnya. 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau