Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/06/2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas bumi masih mendominasi bauran energi dunia pada 2023.

Menurut laporan terbaru dari Energy Institute dalam Statistical Review of World Energy, kontribusi bahan bakar fosil mencapai 82 persen bauran energi global.

Minyak dan batu bara menyumbang sepertiga dan seperempat konsumsi energi dunia, naik 2 persen dibandingkan 2022.

Baca juga: Energi Fosil Bikin Program Hilirisasi dan Bebas Emisi Tak Koheren

Rekor konsumsi ini didorong oleh lonjakan permintaan energi, yang lebih dari setengahnya berasal dari negara-negara selatan, di mana permintaan energi tumbuh dua kali lipat dibandingkan tingkat pertumbuhan global.

Peningkatan konsumsi bahan bakar fosil, khususnya batu bara, menyebabkan emisi karbon dioksida mencapai 40 gigaton pada 2023, tingkat tertinggi yang pernah tercatat.

Meski demikian, tidak semua negara meningkatkan produksi bahan bakar fosil, sebagaimana dilansir Earth.org, Rabu (26/6/2024).

Di Eropa, bahan bakar fosil turun hingga di bawah 70 persen untuk pertama kalinya.

Konsumen batu bara terbesar di dunia adalah China, yang menggunakan lebih banyak batu bara dibandingkan negara-negara lain di dunia.

Baca juga: Emisi Sektor Energi 2023 Pecahkan Rekor Tertinggi Sepanjang Masa

Di sisi lain, China juga memimpin dunia dalam hal pengembangan energi terbarukan.

"Negeri Panda" menyumbang 55 persen dari seluruh penambahan energi terbarukan pada 2023, lebih banyak dibandingkan gabungan negara-negara lain di dunia.

Situasi tersebut menghadirkan peluang untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan global tiga kali lipat pada 2030, target yang ditetapkan dalam KTT iklim PBB COP28 di Dubai.

Di sisi lain, energi terbarukan baru menyumbang 15 persen dari bauran energi dunia pada 2023, sebuah rekor tertinggi namun masih jauh dari kebutuhan untuk mengekang pemanasan global.

Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkti listrik tenaga bayu (PLTB) menyumbang 8 persen dari total penambahan energi terbarukan.

Baca juga: Tekan Emisi, ABB dan MASKEEI Kolaborasi Percepat Efisiensi Energi

Berbicara kepada Financial Times, Kepala Eksekutif Energy Institute Nick Wayth mengatakan, jalan dunia masih panjang sebelum energi terbarukan mendominasi bauran energi.

"Energi bersih masih belum memenuhi keseluruhan pertumbuhan permintaan. Dapat dikatakan bahwa transisi (energi) belum dimulai," kata Wayth.

Kepala Energi dan Sumber Daya Alam KPMG Simon Virley mengatakan, dunia harus segera bergerak karena emisi karbon dioksida pada 2023 mencapai rekor tertinggi.

"Inilah saatnya untuk melipatgandakan upaya kita dalam mengurangi emisi karbon dan menyediakan pendanaan serta kapasitas untuk membangun lebih banyak sumber energi rendah karbon di wilayah selatan dimana permintaan meningkat dengan pesat," tuturnya.

Kendati demikian, masih ada alasan untuk tetap optimis. International Energy Agency (IEA) memperkirakan, ada gelontoran investasi teknologi dan infrastruktur energi ramah lingkungan senilai 2 triliun dollar AS pada tahun ini.

Pada April, G7 sepakat untuk menghentikan penggunaan batu bara pada paruh pertama tahun 2030an, yang menandai langkah pertama yang signifikan menuju komitmen internasional.

Baca juga: PP Ormas Kelola Tambang Mengingkari Semangat Transisi Energi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com