KOMPAS.com - Suhu daratan di hamparan lapisan es Antartika telah melonjak rata-rata 10 derajat celsius di atas normal selama Juli.
Kenaikan suhu paling banyak terjadi di sejumlah wilayah di Antarktika Timur.
Data terbaru menunjukkan, suhu Antarktika Timur yang biasanya biasanya berkisar antara minus 50 hingga minus 60 derajat celsius kini mendekati minus 25 hingga minus 30 derajat celsius.
Baca juga: Bahaya, Lapisan Es Antarktika Menyusut Drastis dalam 25 Tahun
Michael Dukes dari MetDesk yang berbasis di Inggris mengatakan, kenaikan rata-rata suhu di Antarktika selama sebulan tersebut sangatlah signifikan.
Menurut berbagai permodelan yang dilakukan sejumlah ilmuwan, wilayah kutub memang menjadi kawasan yang paling banyak mendapatkan efeknya.
"Dan ini (kenaikan suhu di Antarktika) adalah contoh untuk itu," kata Dukes, sebagaimana dilansir The Guardian, Kamis (1/8/2024).
Zeke Hausfather, seorang ilmuwan peneliti di Berkeley Earth, mengatakan peningkatan suhu rata-rata di Antarktika disebabkan oleh gelombang panas.
Dia menambahkan, fenomena di Antarktika tersebut menjadi salah satu pendorong terbesar dalam lonjakan suhu global dalam beberapa pekan terakhir.
Baca juga: Es Laut Antarktika Alami Rekor Terendah di Musim Dingin
Dia menambahkan, Antarktika telah ikut menghangat bersama dunia selama lebih dari 50 tahun terakhir.
"Sebagian besar lonjakan pada bulan lalu didorong oleh gelombang panas," ujar Hausfather.
Gelombang panas yang terjadi di Antarktika tersebut merupakan yang kedua melanda wilayah tersebut dalam dua tahun terakhir.
Pada Maret 2022, gelombang panas menyebabkan lonjakan suhu hingga 39 derajat celsius dan menyebabkan sebagian lapisan es seukuran Roma runtuh.
Baca juga: Tanaman Tumbuh Lebih Cepat di Antarktika, Tanda Bahaya Bagi Bumi
Peningkatan suhu di Antartika pada Juli terjadi setelah El Nino yang sangat kuat, dan kemungkinan juga merupakan efek keterlambatan dari fenomena tersebut.
Duke menuturkan, fenomena alam tersebut dikombinasikan dengan peningkatan suhu secara umum yang disebabkan oleh kerusakan iklim.
Para ilmuwan mengatakan penyebab langsung gelombang panas tersebut adalah melemahnya pusaran kutub, siklon udara dingin dan tekanan rendah yang berputar di stratosfer sekitar setiap kutub.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya