KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyampaikan, pihaknya memerlukan 71 titik stasiun pemantau kualitas udara (SPKU).
Kebutuhan tersebut diperlukan agar intervensi kebijakan terkait kualitas udara dapat diambil dengan tepat baik untuk sektor kesehatan, pendidikan, maupun transportasi.
"Saat ini baru terealisasi 31 titik," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto di Jakarta, Selasa (13/8/2024), sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Kurangi Polusi Udara, Kualitas BBM akan Ditingkatkan
Ia menjelaskan, kebutuhan data yang akurat terkait SPKU juga dibutuhkan dari sektor kesehatan, pendidikan, dan transportasi.
Menurut dia, 31 titik SPKU yang tersebar di wilayah DKI itu masih sangat kurang untuk memantau kualitas udara di Jakarta.
Ia menjelaskan, dari hasil kajian menyebutkan, kebutuhan SPKU di DKI mencapai 71 unit atau sekitar empat SPKU per kecamatan.
"Kami memang sudah mengkaji kebutuhan SPKU dan jumlah 71 unit ini merupakan kajian," katanya.
Baca juga: SIS Gandeng Nafas Indonesia, Wujudkan Zona Udara Bersih di Lingkungan Sekolah
Ia mencontohkan untuk sektor kesehatan, apabila data kualitas udara akurat, petugas atau dinas kesehatan dapat mengintervensi melalui persiapan obat-obatan terutama yang berhubungan dengan penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
Begitu juga pada sektor transportasi. Ketika di suatu lokasi kualitas udara memburuk, maka petugas Dinas Perhubungan dapat memberlakukan sejumlah rekayasa dalam mengurangi jumlah kendaraan.
"Akurasi data terkait kualitas udara untuk dinas kesehatan nanti bisa menentukan intervensi terhadap kondisi penyakit yang diderita. Ini bisa merujuk dari data yang dihasilkan oleh SPKU," ujarnya.
Baca juga: 60 Persen Penyakit pada Seseorang Disebabkan Polusi Udara
Menurut World Air Quality Report 2023, Jakarta termasuk ke dalam daftar 10 ibu kota paling berpolusi di dunia berdasarkan konsentrasi PM2,5.
Rata-rata dalam setahun, konsentrasi PM2,5 di langit Jakarta sebesar 43,8 mikrogram per meter kubik pada 2023.
Sepanjang 2023, polusi tertinggi di langit Jakarta terjadi pada Juli hingga November dengan konsentrasi PM2,5 di atas 50 mikrogram per meter kubik selama sebulan.
Di antara rentang waktu tersebut, Agustus menjadi bulan dengan konsentrasi PM2,5 tertinggi dengan 58,3 mikrogram per meter kubik.
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Makin Memburuk, Ini Langkah Kurangi Polusi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya