Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perhutanan Sosial NTB Berpotensi Besar Ikut Perdagangan Karbon

Kompas.com - 20/08/2024, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendorong perhutanan sosial masuk dalam skema perdagangan karbon.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB Julmansyah mengatakan, perdagangan karbon bisa jadi skema pendanaan alternatif yang dapat dimanfaatkan masyarakat adat dan kelompok masyarakat pengelola hutan sosial.

"Kami sedang menyiapkan baseline karbon yang ada di NTB, baik dari perhutanan sosial maupun perusahaan," kata Julmansyah di Mataram, Senin (19/8/2024), sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: 2 Perusahaan Tambang Besar Investasi Dana Kredit Karbon Australia

Julmansyah mengungkapkan, perhutanan sosial di NTB mencapai 60.000 hektare dan memiliki potensi besar dalam bursa karbon.

Bahkan, ada lebih dari 15.000 hektare yang memiliki tutupan tinggi seperti hutan yang mampu menyerap karbon lebih baik.

"Lokasi perhutanan sosial berada hampir semuanya berada di sabuk hijau Gunung Rinjani, namun ada sedikit di Sumbawa Barat dan Sumbawa," ujar Julmansyah.

Dia menyampaikan, kondisi tutupan perhutanan sosial yang masih bagus memiliki ciri pohon kemiri yang di bawahnya ada durian, lalu di bawah durian ada alpukat, aren, dan kopi.

Baca juga: Tim Ekonomi Prabowo-Gibran dan KSP Siapkan Pembentukan Badan Karbon

Model perhutanan sosial dengan tutupan seperti itulah yang akan dipromosikan oleh Pemerintah Provinsi NTB sebagai lokasi perdagangan karbon maupun carbon offset.

Julmansyah mengungkapkan, ada banyak perusahaan yang sudah memohon dan meminta areal dalam bentuk perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) untuk masuk ke pasar karbon.

Beberapa perusahaan yang sudah mengajukan permohonan kini sedang berproses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Ke depan kami berharap pemerintah Indonesia mesti memiliki kedaulatan karbon, sehingga kita mesti mendahulukan atau memprioritaskan calon-calon pembeli yang berasal dari dalam negeri, bukan luar negeri," tutur Julmansyah.

Baca juga: Strategi Perusahaan Tambang Kurangi Emisi Karbon, Audit hingga Teknologi

KLHK telah menetapkan peta jalan perdagangan karbon sektor kehutanan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.1027/MENLHK/PHL/KUM.1/9/2023 tanggal 22 September 2023.

Menurut aturan tersebut, perdagangan karbon bisa dilaksanakan oleh pemegang persetujuan pengelolaan perhutanan sosial paling rendah klasifikasi silver.

Syarat itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau masyarakat hukum adat pemegang persetujuan pengelolaan perhutanan sosial.

Masyarakat adat ataupun kelompok masyarakat yang mengelola perhutanan sosial tidak hanya mendapatkan manfaat ekonomi dari perdagangan karbon, tetapi juga manfaat ekologis dan sosial dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca.

Baca juga: KLHK: Hutan Tanaman Industri Disiapkan sebagai Pengurang Emisi Karbon

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Pemerintah
Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Pemerintah
Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

LSM/Figur
Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Pemerintah
 PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

Swasta
Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Swasta
5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

Swasta
Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

BUMN
Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Pemerintah
Pemerintah Janji Sediakan BBM Rendah Sulfur dengan Harga Subsidi

Pemerintah Janji Sediakan BBM Rendah Sulfur dengan Harga Subsidi

Pemerintah
Survei: Satu dari Lima Pekerja Tertarik Pelajari Green Skill

Survei: Satu dari Lima Pekerja Tertarik Pelajari Green Skill

Pemerintah
Polusi Udara dan Krisis Kesehatan Jadi Alasan Mendesaknya BBM Rendah Sulfur

Polusi Udara dan Krisis Kesehatan Jadi Alasan Mendesaknya BBM Rendah Sulfur

Pemerintah
Stasiun Pengisian Daya Kendaraan Listrik Berpotensi Tingkatkan Bisnis Lokal

Stasiun Pengisian Daya Kendaraan Listrik Berpotensi Tingkatkan Bisnis Lokal

Pemerintah
Survei CBRE: “Green Building” Dipandang Makin Penting Bagi Perusahaan

Survei CBRE: “Green Building” Dipandang Makin Penting Bagi Perusahaan

Pemerintah
McKinsey Sebut Transisi Energi Global Hadapi Rintangan

McKinsey Sebut Transisi Energi Global Hadapi Rintangan

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau