Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/08/2024, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Sektor industri menjadi salah satu aktor kunci untuk mempercepat tercapainya target iklim Indonesia dalam Nationally Determined Contribution (NDC).

Hal tersebut disampaikan Country Director World Resources Institute (WRI) Indonesia Nirarta Samadhi dalam acara Road to Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Nirarta mengatakan, progres pencapaian target NDC Indonesia masih dapat dioptimalkan lebih jauh dan membutuhkan cara yang lebih sistematis, masif dan terstruktur.   

Baca juga: Penerapan Industri Hijau Jadi Solusi Berbagai Tantangan Global

"Kami percaya industri memiliki potensi untuk menjadi aktor kunci untuk memutarbalikkan keadaan tersebut," kata Nirarta sebagaimana dilansir Antara.  

Dari segi dampak lingkungan, industri di Tanah Air berkontribusi terhadap 34 persen dari total emisi gas rumah kaca (GRK) secara nasional. 

Kontribusi emisi itu tersebar di sektor energi, limbah dan proses industri dan penggunaan produksi atau industrial process and production use (IPPU).  

Tidak hanya itu, 42 persen dari emisi dari energi yang merupakan sektor penyumbang terbesar di Indonesia yang berasal dari aktivitas dan konsumsi industri. 

Baca juga: Lewat Inovasi dan Teknologi, PAFI Dukung Industri Farmasi Tanah Air Hadapi Tantangan Global

Dari sudut pandang ekonomi, aktivitas industri menyumbang 41 persen produk domestik bruto dan memperkerjakan 19,3 juta orang pada 2023.

Di sisi lain, dengan sifatnya yang inovatif, lincah dan terpapar pada dinamika global, ambisi keberlanjutan dari sektor industri dapat berjalan lebih cepat dibandingkan langkah-langkah pemangku kepentingan lain.

"Berbekal tiga potensi tersebut, sangatlah strategis untuk mewujudkan dekarbonisasi industri," ujar Nirarta. 

Dia menambahkan, hal tersebut tidak hanya vital mengurangi emisi GRK, tetapi juga membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja hijau di Indonesia. 

Dalam kesempatan serupa, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian Andi Rizaldi mengatakan, dokumen Enhanced NDC menargetkan pengurangan emisi meningkat ke 31,89 persen dengan upaya sendiri dan 43,20 persen dengan bantuan internasional.

Baca juga: Indonesia Harus Perkuat Rantai Pasok Industri Surya Lokal

Dia mengungkapkan, pada 2023 emisi yang dihasilkan sekitar 400 juta ton karbon dioksida ekuivalen. 

Pada 2030, emisi yang berpotensi dihasilkan mencapai 800 juta ton karbon dioksida ekuivalen. Dari jumlah tersebut, sekitar 50 persen di antaranya berasal dari sektor manufaktur.

"Oleh karena itu Kementerian Perindustrian sangat yakin dan sangat optimis dengan dukungan dari berbagai pihak bisa mencapai net zero emission pada 2050, sementara untuk target nasional pada 2060 atau lebih cepat," jelas Andi.

Untuk mencapainya, Andi berujar pihaknya sudah mengembangkan berbagai inisiatif. 

Beberapa di antaranya adalah pembuatan peta jalan dekarbonisasi untuk sembilan subsektor industri prioritas, peta jalan perdagangan karbon, perumusan dan penerbitan standar industri hijau, serta penyusunan kebijakan pendukung dekarbonisasi sektor industri.

Baca juga: KLHK: Hutan Tanaman Industri Disiapkan sebagai Pengurang Emisi Karbon

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau