KOMPAS.com - Panas ekstrem secara signifikan mengubah cara orang menjalani kehidupan sehari-hari, mulai dari waktu yang dihabiskan di rumah hingga pilihan transportasi.
Temuan yang dipublikasikan di Transportation Research Part D ini pun menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan kebijakan seiring dengan makin meningkatnya suhu di kota-kota dunia.
Menurut penelitian sebagaimana dikutip dari Science Daily, Rabu (2/10/2024), panas ekstrem secara signifikan mengurangi jumlah waktu yang dihabiskan orang di luar rumah.
Pada hari yang sangat panas, orang cenderung lebih banyak tinggal di dalam ruangan, mengurangi aktivitas luar ruangan, dan menghindari perjalanan yang tidak penting.
Baca juga: Strategi Astra Dukung Transportasi Bebas Emisi di Indonesia
Misalnya, data menunjukkan penurunan tajam dalam perjalanan yang dilakukan untuk bersantai, berbelanja, dan bersosialisasi saat suhu meningkat.
Selain itu, orang mengalihkan perjalanan mereka ke waktu yang lebih sejuk, memilih perjalanan pagi atau sore hari untuk menghindari panas di tengah hari.
Tidak hanya itu saja, studi juga menyoroti bagaimana panas ekstrem mengubah pilihan transportasi masyarakat.
Penggunaan mobil menjadi meningkat sementara perjalanan yang dilakukan dengan berjalan kaki, bersepeda dan transportasi publik menurun secara signifikan.
Rata-rata, perjalanan menggunakan transportasi publik turun hampir 50 persen pada hari-hari panas ekstrem, karena orang-orang mencari kelegaan dengan kendaraan pribadi ber-AC.
Peneliti pun mencatat, perubahan ini menghadirkan tantangan signifikan bagi kota-kota yang ingin mempromosikan pilihan transportasi berkelanjutan seperti berjalan kaki dan transportasi publik.
Baca juga: Akan Banyak “Pengungsi Iklim” di Berbagai Wilayah di Dunia
Studi juga menemukan bahwa individu berpenghasilan rendah menjadi kelompok yang rentan terhadap dampak buruk panas mereka.
Individu-individu ini juga merupakan mereka yang paling tidak fleksibel dalam hal kapan dan di mana mereka bekerja, sehingga memerlukan perjalanan bahkan ketika suhu sangat panas.
Sementara individu berpenghasilan tinggi melaporkan melakukan perjalanan yang jauh lebih sedikit pada hari-hari yang sangat panas.
"Kami melihat bahwa panas ekstrem memperburuk ketidakadilan dalam mobilitas dan partisipasi aktivitas perjalanan," kata Ram M. Pendyala, seorang profesor di School of Sustainable Engineering and the Built Environment Arizona State University.
"Mereka yang sudah dirugikan, seperti individu berpenghasilan rendah atau mereka yang bergantung pada transportasi umum, menghadapi risiko yang lebih besar selama gelombang panas. Ini adalah seruan yang jelas untuk intervensi kebijakan yang ditargetkan untuk melindungi kelompok populasi yang paling rentan," katanya lagi.
Baca juga: Dukung Bebas Emisi, Ahli Bikin Green Hydrogen untuk Transportasi Laut
Dengan mempertimbangkan temuan itu, peneliti mengusulkan berbagai rekomendasi kebijakan untuk membantu mengurangi dampak panas ekstrem pada masyarakat.
Ini termasuk menciptakan ruang publik yang teduh, subsidi transportasi publik bagi populasi yang rentan, termasuk perbaikan desain perkotaan seperti menanam lebih banyak pohon dan menggunakan bahan yang memantulkan panas di trotoar juga dapat membantu membuat kota lebih tangguh terhadap kenaikan suhu.
"Menangani tantangan yang terkait dengan panas ekstrem bukan hanya masalah desain perkotaan, tetapi juga masalah kesetaraan dan kesehatan serta kesejahteraan masyarakat," kata penulis utama Irfan Batur.
"Kita perlu mengambil tindakan tegas untuk memastikan bahwa kota-kota kita siap melindungi semua penduduk dari bahaya panas ekstrem," paparnya.
Baca juga: RI Bidik Afrika, Ajak Kerja Sama Mineral Kritis untuk Baterai Kendaraan Listrik
Tim berharap bahwa temuan mereka akan mendorong para pembuat kebijakan untuk segera mengambil langkah-langkah guna menciptakan kota-kota yang lebih tahan panas.
"Penelitian ini menyoroti bagaimana panas dapat mengganggu kehidupan sehari-hari dan perjalanan dengan cara yang berpotensi membahayakan bagi kelompok populasi yang paling rentan," tambah Pendyala.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya