KOMPAS.com - Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) menilai, rencana pemerintah menerapkan power wheeling atau skema pemanfaatan jaringan bersama dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) bisa meningkatkan minat investor untuk menanamkan modal di Indonesia.
Analis Keuangan Energi IEEFA Mutya Yustika menuturkan, keyakinan itu menyusul semakin banyak perusahaan global yang memiliki komitmen menggunakan energi terbarukan 100 persen.
“Power wheeling di Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi, menciptakan lapangan kerja baru, dan membantu negara memenuhi target dekarbonisasi tanpa membebani anggaran nasional,” ujar Mutya dalam pernyataannya, dikutip Kamis (10/10/2024).
Baca juga: Studi Sebut Pemilik Kendaraan Listrik Punya Jejak Karbon Lebih Besar
Hal itu, kata dia, juga akan membantu PLN fokus pada modernisasi dan peningkatan jaringan untuk memfasilitasi transisi energi.
Ia menjelaskan, mekanisme power wheeling memungkinkan produsen listrik swasta (IPP) menjual listrik energi terbarukan langsung ke pelanggan melalui transmisi milik PT PLN (Persero).
“Mekanisme ini dapat menutup kesenjangan pasokan listrik hijau lantaran lambatnya pengembangan energi terbarukan skala utilitas oleh PLN,” terang Mutya.
Di sisi lain, terdapat urgensi untuk memangkas emisi karbon kelistrikan Indonesia, yang saat ini mencapai lebih dari 682 gram CO2 setara per kilowatt hour(gCO2e/kWh), menjadikan Indonesia sebagai salah satu penghasil emisi global tertinggi.
Baca juga: Kapasitas Listrik Tenaga Surya di Dunia Bertambah 593 Gigawatt Tahun Ini
Selain itu, mekanisme power wheeling juga didorong oleh lebih dari 430 perusahaan global besar dalam RE100, yang berkomitmen mencapai 60 persen listrik dari energi terbarukan pada 2030 dan 100 persen pada 2050. Saat ini, ada 121 anggota RE100 yang beroperasi di Indonesia.
“Namun, perusahaan-perusahaan ini belum memiliki solusi energi terbarukan yang memadai untuk melistriki fasilitas dan rantai pasokan mereka, sehingga menghambat upaya komitmen RE100 dan mandat keberlanjutan perusahaan,” ungkap Mutya.
Dengan implementasi power wheeling, Indonesia juga dapat menangkap peluang investasi baru dari bisnis pusat data (data center).
Google memiliki target untuk dapat mencapai emisi nol bersih di semua operasi dan rantai nilainya pada 2030. Microsoft juga berkomitmen untuk menjadi karbon-negatif pada tahun yang sama.
Baca juga: Jaringan Listrik Lintas ASEAN Penting Penetrasi Energi Terbarukan
Sementara, Singapura yang selama beberapa tahun terakhir menjadi pusat data terkemuka di Asia Tenggara, menghadapi kendala keterbatasan energi terbarukan dan biaya operasi yang lebih tinggi.
“Oleh karena itu, Indonesia perlu menyediakan akses berskala besar ke energi bersih untuk dapat ditawarkan kepada perusahaan seperti Google dan Microsoft sebagai pilihan untuk dapat membangun data center mereka di luar Singapura, yang juga dapat memenuhi tujuan keberlanjutan global mereka,” jelas Mutya.
Indonesia memiliki ekonomi digital yang berkembang pesat dan dapat memainkan peran penting dalam memperluas data center.
Ekonomi digital Indonesia memiliki gross merchandise value sebesar 77 miliar Dolar AS pada 2022 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 220-360 miliar Dolar AS pada 2030, menjadikannya ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya