Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegagalan Kebijakan Agraria Sebabkan Krisis Iklim Kian Mengancam

Kompas.com - 19/10/2024, 15:24 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Survei Persepsi Petani 2024 yang baru dirilis mengungkapkan bahwa dalam satu dekade terakhir, konflik agraria semakin membara, guremisasi lahan petani semakin parah, dan kedaulatan pangan semakin sulit terwujud.

Survei ini dirilis oleh LaporIklim, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Tani dan Nelayan Center (TNC) IPB University, dan Gerakan Petani Nusantara (GPN), terhadap 304 petani di seluruh Indonesia pada 10-20 September 2024. 

"Hasil survei menunjukkan bahwa kebijakan agraria yang tidak mendukung, serta krisis iklim semakin membatasi akses petani terhadap lahan dan sumber daya, sehingga mengancam produksi pangan," ujar Kepala TNC, Prof. Hermanu Triwidodo, dalam pernyataannya, Sabtu (19/10/2024). 

Baca juga: Petani di Banyuwangi Didorong untuk Hilirisasi Produk Pertanian

Dalam laporan tersebut, tertulis perjalanan pembangunan sektor pertanian Indonesia melalui empat pilar utama kedaulatan pangan, yaitu akses sumber produksi, modal pertanian berkelanjutan, perdagangan yang adil, dan pangan berkelanjutan.

Ia menjelaskan, cuaca ekstrem akibat perubahan iklim memperburuk kondisi pertanian, sehingga mengancam ketahanan pangan Indonesia di masa depan.

"Untuk mewujudkan hak atas pangan dan masa depan yang lebih baik, perbaikan kebijakan agraria dan langkah nyata dalam mitigasi krisis iklim sangatlah diperlukan," imbuhnya. 

Baca juga: Budidaya Salak Bali Masuk Dalam Daftar Warisan Pertanian Penting Dunia FAO

Tidak terwujudnya kedaulatan pangan 

Menurut survei, kedaulatan pangan dinilai semakin sulit terwujud.

Saat ini, sebanyak 30,6 persen petani tidak mengalami perbaikan akses irigasi, 35,9 persen petani kesulitan mendapat akses pupuk, 43,8 persen petani tidak mendapatkan permodalan yang layak, serta 47 persen petani tidak mendapatkan akses lahan yang mencukupi untuk digarap.

"Semua data tersebut menunjukkan minimnya perbaikan pemerintah ke akses sumber produksi pertanian," ujarnya. 

Baca juga: Tarik Minat Pemuda, Pertanian Dinilai Perlu Masuk Kurikulum SD-SMA

Apabila dibandingkan dengan survei tahun 2018 yang dilakukan KRKP, semua aspek dalam akses sumber produksi mengalami perburukan atau bahkan stagnasi selama sepuluh tahun terakhir.

Sementara, aspek modal pertanian berkelanjutan menunjukkan kondisi yang serupa, di mana sejumlah hasil survei 2024 jauh lebih buruk dan sebagian mengalami stagnasi sejak dari 2018.

Sebanyak 53 persen petani mengaku program pemerintah selama ini tidak mampu meningkatkan produksi pertanian mereka.

Hal tersebut tidak lepas dari rendahnya peran pemerintah dalam penyediaan pupuk organik, benih unggul, dan metode penanganan gangguan produksi.

Baca juga: Integrasi AI ke Sektor Pertanian Diproyeksikan Bisa Bantu Ketahanan Pangan

Total 51,6 persen petani sama sekali tidak mendapatkan bantuan pupuk organik, demikian pula separuh dari responden juga mengatakan tidak menerima bantuan benih unggul sama sekali.

Saat ini, 76 persen petani Indonesia menggunakan benih hasil sendiri yang kualitasnya belum tentu bagus, sehingga berisiko mengalami penurunan produksi atau gagal panen.

Petani juga mengeluhkan minimnya penyuluhan yang dilakukan pemerintah selama sepuluh tahun terakhir, dengan angka 45,1 persen).

Tak hanya itu, ada 46,4 persen petani yang sama sekali tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan oleh perangkat level desa, kota/kabupaten, hingga dinas terkait.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komitmen Lestarikan Lingkungan, Aeon Indonesia dan Pakuwon Mall Bekasi Gelar Aksi Penanaman Pohon

Komitmen Lestarikan Lingkungan, Aeon Indonesia dan Pakuwon Mall Bekasi Gelar Aksi Penanaman Pohon

Swasta
 Kegagalan Kebijakan Agraria Sebabkan Krisis Iklim Kian Mengancam

Kegagalan Kebijakan Agraria Sebabkan Krisis Iklim Kian Mengancam

LSM/Figur
PAUD Punya Peran Krusial, Namun Kurang Diperhatikan

PAUD Punya Peran Krusial, Namun Kurang Diperhatikan

Swasta
Pemuda Pesisir Pegang Peran Penting Jaga Ekosistem dan Ketahanan Pangan

Pemuda Pesisir Pegang Peran Penting Jaga Ekosistem dan Ketahanan Pangan

LSM/Figur
UNICEF: Pendidikan Anak Usia Dini Jadi Momen Emas bagi Pertumbuhan Anak

UNICEF: Pendidikan Anak Usia Dini Jadi Momen Emas bagi Pertumbuhan Anak

Swasta
Dua Miliar Perempuan Tak Punya Akses Perlindungan Sosial

Dua Miliar Perempuan Tak Punya Akses Perlindungan Sosial

Pemerintah
Hadir di 10 Titik, Nestlé Waste Station Dorong Pengelolaan Sampah Konsumen Indonesia

Hadir di 10 Titik, Nestlé Waste Station Dorong Pengelolaan Sampah Konsumen Indonesia

BrandzView
Budidaya Ikan Tidak Termasuk Bisnis yang Implementasikan Sustainability?

Budidaya Ikan Tidak Termasuk Bisnis yang Implementasikan Sustainability?

Pemerintah
Perusahaan yang Punya Paten Inovasi Hijau Punya Risiko Kredit yang Rendah

Perusahaan yang Punya Paten Inovasi Hijau Punya Risiko Kredit yang Rendah

Swasta
Kesehatan Terumbu Karang di Papua Barat Dimonitor untuk Jaga Kelestarian Kawasan Konservasi

Kesehatan Terumbu Karang di Papua Barat Dimonitor untuk Jaga Kelestarian Kawasan Konservasi

Pemerintah
Krisis Air Dunia Bakal Ancam Ketahanan Pangan Global

Krisis Air Dunia Bakal Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kacang Arab Bisa Jadi Kunci Ketahanan Pangan di Masa Depan

Kacang Arab Bisa Jadi Kunci Ketahanan Pangan di Masa Depan

Pemerintah
Lalu Lalang Kukang di Arboretum Busang, Bukti Keberhasilan Restorasi Alam

Lalu Lalang Kukang di Arboretum Busang, Bukti Keberhasilan Restorasi Alam

Swasta
IEA: Era Minyak Mulai Berakhir, Selamat Datang Era Listrik

IEA: Era Minyak Mulai Berakhir, Selamat Datang Era Listrik

LSM/Figur
BPDLH Perkuat Kolaborasi Pembiayaan Inovatif untuk Lingkungan Hidup Berkelanjutan

BPDLH Perkuat Kolaborasi Pembiayaan Inovatif untuk Lingkungan Hidup Berkelanjutan

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau