Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
SOROT LINGKUNGAN

Ekonomi Sirkular, Solusi Nyata Masalah Limbah di Indonesia

Kompas.com - 23/12/2024, 11:51 WIB
Aningtias Jatmika,
Agung Dwi E,
Aditya Mulyawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Sampah merupakan salah satu problem besar yang dihadapi Indonesia. Bahkan, Indonesia kerap disorot sebagai salah satu negara dengan penanganan sampah yang buruk.

Data dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menyebutkan, Indonesia merupakan negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Setiap tahun, ada 3,2 juta ton sampah plastik yang tidak terkelola. Dari angka tersebut, sebanyak 1,29 juta ton sampah berakhir begitu saja di laut.

Sementara, data dari Sistem Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) juga menunjukkan, sebanyak 11,3 juta ton sampah di Indonesia tidak dapat terkelola. Angka ini setara 36,7 persen dari total timbulan sampah nasional yang mencapai 31,9 juta ton hingga 24 Juli 2024.

Timbulan sampah di Tanah Air memang tak bisa terhindarkan. Meski demikian, sampah bisa menjadi berkah jika terkelola dengan baik.

Ekonomi sirkular merupakan salah satu solusi strategis dalam pengelolaan sampah. Konsep ini tidak hanya berfokus pada pengurangan limbah, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi baru.

Indonesia sendiri telah mengadopsi konsep ekonomi sirkular ke dalam strategi dan kebijakan jangka panjang pembangunan melalui Visi Indonesia 2045.

Strategi tersebut mengedepankan prinsip 5R, yakni reduce, reuse, recycle, refurbish, dan renew. Dengan lima prinsip ini, pendekatan ekonomi sirkular membuka potensi perekonomian baru bagi Indonesia.

Baca juga: Ekosistem Jadi Tantangan dalam Membangun Ekonomi Sirkular di Indonesia

Dikutip laporan bertajuk “Ringkasan bagi Pembuat Kebijakan: Manfaat Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan dari Ekonomi Sirkular di Indonesia” susunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) pada 2021, penerapan ekonomi sirkular dapat menghasilkan tambahan produk domestik bruto (PDB) senilai Rp 593 triliun hingga Rp 628 triliun pada 2030.

Tak sekadar peningkatan PDB, penerapan ekonomi sirkular dapat mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lain serta konsumsi air bersih. Hal ini dapat membantu Indonesia mencapai target pembangunan rendah karbon dan pembangunan berkelanjutan.

Kemudian, pendekatan ekonomi sirkular juga akan menghasilkan 4,4 juta lapangan kerja hijau (green jobs) hingga 2030.

Membumikan ekonomi sirkular

Berbagai inisiatif pun muncul untuk membumikan ekonomi sirkular sebagai solusi terhadap permasalahan limbah di Tanah Air.

Salah satu inisiatif itu dilakukan boolet.id yang mendaur ulang sumpit dan tusuk sate sekali pakai menjadi panel-panel pengganti kayu atau woodlet.

Kepada Kompas.com, Senin (16/12/2024), perwakilan boolet.id menceritakan bahwa inisiatif itu berangkat dari keresahan terhadap permasalahan sampah.

”Kami percaya bahwa salah satu solusinya adalah dengan menerapkan ekonomi sirkular. Kami memulainya dengan mengolah limbah sumpit dan tusuk sate sekali pakai menjadi bahan baku pengganti kayu yang kemudian diolah menjadi furnitur,” ujar dia.

Pemanfaatan material tersebut, lanjutnya, dapat mengurangi penggunaan kayu yang selama ini menjadi bahan baku furnitur. Dengan demikian, laju deforestasi dapat ditekan.

Stan Boolet, daur ulang sumpit bekas pakai, yang hadir di Festival Ekonomi Sirkular di Taman Menteng, Jakarta, Kamis (18/7/2024). KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Stan Boolet, daur ulang sumpit bekas pakai, yang hadir di Festival Ekonomi Sirkular di Taman Menteng, Jakarta, Kamis (18/7/2024).

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tambang Emas di TN Meru Betiri Rusak Kualitas Air dan Habitat Satwa Dilindungi
Tambang Emas di TN Meru Betiri Rusak Kualitas Air dan Habitat Satwa Dilindungi
Pemerintah
GEF Kucurkan Dana Iklim hingga Rp 1,9 Triliun untuk Tiga Negara Rentan
GEF Kucurkan Dana Iklim hingga Rp 1,9 Triliun untuk Tiga Negara Rentan
Pemerintah
Kabaena: Ironi Transisi Energi di Pulau Kecil
Kabaena: Ironi Transisi Energi di Pulau Kecil
Pemerintah
Pusat Unggulan Dibentuk, Masyarakat Diajak Aktif Jaga Penyu dan Cetacea
Pusat Unggulan Dibentuk, Masyarakat Diajak Aktif Jaga Penyu dan Cetacea
LSM/Figur
Sederet Ancaman Penyu dan Cetacea, Aktivitas Manusia Sebab Utamanya
Sederet Ancaman Penyu dan Cetacea, Aktivitas Manusia Sebab Utamanya
LSM/Figur
Google Bilang Target Iklim Makin Sulit Diraih, Emisi Naik Tajam
Google Bilang Target Iklim Makin Sulit Diraih, Emisi Naik Tajam
Swasta
Pertamina NRE Targetkan Produksi Baterai EV pada 2026
Pertamina NRE Targetkan Produksi Baterai EV pada 2026
BUMN
Kementerian ESDM Kebut Penyediaan Listrik Bersih di Indonesia Timur
Kementerian ESDM Kebut Penyediaan Listrik Bersih di Indonesia Timur
Pemerintah
Pertamina Gandeng Arab Saudi untuk Kembangkan Teknologi Energi Bersih
Pertamina Gandeng Arab Saudi untuk Kembangkan Teknologi Energi Bersih
BUMN
4 Perusahaan Kena Denda hingga Rp 721 Miliar karena Rusak Lingkungan
4 Perusahaan Kena Denda hingga Rp 721 Miliar karena Rusak Lingkungan
Pemerintah
Ikan Mati Massal Lagi di Kali Surabaya, Tak Kunjung Usai Sejak 1975
Ikan Mati Massal Lagi di Kali Surabaya, Tak Kunjung Usai Sejak 1975
LSM/Figur
Janji Besar, Komitmen Industri Mode pada Keberlanjutan Masih Kecil
Janji Besar, Komitmen Industri Mode pada Keberlanjutan Masih Kecil
Swasta
'Genera-Z Berbakti', Inisiatif BCA Menggandeng Gen Z Jadi Agen Perubahan Lingkungan dan Sosial
"Genera-Z Berbakti", Inisiatif BCA Menggandeng Gen Z Jadi Agen Perubahan Lingkungan dan Sosial
Swasta
Pertanian Hijau Terbukti Tingkatkan Biodiversitas dan Panen, Tapi Butuh Subsidi
Pertanian Hijau Terbukti Tingkatkan Biodiversitas dan Panen, Tapi Butuh Subsidi
LSM/Figur
2 Orang Ditangkap karena Bawa Ratusan Burung, Termasuk 112 Ekor yang Dilindungi
2 Orang Ditangkap karena Bawa Ratusan Burung, Termasuk 112 Ekor yang Dilindungi
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau