Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pekan Depan, 343 TPA “Open Dumping” Bakal Ditutup

Kompas.com, 7 Maret 2025, 15:32 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 343 tempat pemrosesan akhir (TPA) open dumping atau yang membuang sampah secara terbuka tanpa diolah, bakal ditutup mulai Senin (10/3/2025).

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengatakan pemerintah menargetkan penyelesaian sampah dalam lima tahun ke depan.

"Kami akan mulai menutup TPA open dumping, jadi sampah harus dikelola habis sempurna. Senin mulai jalan (penutupan), di samping kami mengejar Perpres selesai," ungkap Zulhas dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (7/3/2025).

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup. Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan penutupan TPA open dumping sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto yang dilakukan secara bertahap.

“Mungkin minggu ini sekitar 100 yang kami tutup dan seterusnya. Karena perlu dikasih detail, kalau ditutup dia akan membuang sampahnya ke mana. Ini juga dihitung,” jelas Hanif.

Menurut dia, pengakhiran TPA open dumping sesuai dengan skema yang ditetapkan Kementerian Pekerjaan Umum. Karena itu, pihaknya memerlukan waktu untuk menutup seluruh lokasi pengelolaan yang tidak sesuai aturan.

“Mulai dari saat ini, saya nyatakan akan ditutup sampai beberapa bulan ke depan. Ini penting untuk anggaran APBD di masing-masing pemerintah kota, kabupaten dan provinsi,” ujar Hanif.

“Karena dalam waktu segera, gubernur, bupati, wali kota akan menyusun RPJMD-nya (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah),” tambah dia.

Dengan penutupan tersebut, diharapkan pemerintah daerah bisa menyusun pengelolaan sampah yang berkelanjutan terutama di TPA.

Baca juga: Penutupan 343 TPA Open Dumping Buka Potensi Ekonomi Rp 127,5 Triliun 

“Sehingga, dengan adanya paksaan pemerintah (pengelolaan sampah) menjadi concern yang sangat serius,” tutur Hanif.

Peluang Ekonomi

Diberitakan sebelumnya, penutupan 343 TPA open dumping dinilai dapat membuka potensi ekonomi senilai Rp 127,5 triliun.

Prediksi itu muncul berdasarkan hasil studi yang dilakukan KLH bersama Kementerian Perindustrian, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

"Peluang ini mencakup pengembangan industri daur ulang material, produksi kompos dan pupuk organik, pembangkit listrik berbasis sampah, produksi bahan bakar alternatif, sistem pemulihan material berharga, serta jasa konsultasi dan teknologi pengelolaan sampah," papar Hanif.

Studi tersebut mengidentifikasi, setidaknya ada tujuh sektor bisnis potensial dari penutupan TPA open dumping yang dapat dikembangkan melalui transformasi sistem pengelolaan sampah nasional.

Studi juga mengidentifikasi 12 model bisnis berkelanjutan yang dapat dikembangkan oleh usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), koperasi, dan usaha perintis dengan kebutuhan investasi awal mulai dari Rp 250 juta hingga Rp 5 miliar.

"Titik balik tidak hanya berdampak pada kesadaran setiap individu, tetapi juga peluang implementasi ekonomi sirkuler serta penciptaan lapangan pekerjaan sektor lingkungan (green jobs)," ucap Hanif.

Baca juga: Ecoton: Mikroplastik Tersebar di Area Dekat Tungku Pembakaran TPA

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Konsumsi BBM Diprediksi Turun karena Peralihan ke Kendaraan Listrik
Konsumsi BBM Diprediksi Turun karena Peralihan ke Kendaraan Listrik
Pemerintah
Cegah Banjir Berulang di Sumatera, Akademisi IPB Usul Moratorium Sawit
Cegah Banjir Berulang di Sumatera, Akademisi IPB Usul Moratorium Sawit
Pemerintah
Sistem Komando Dinilai Hambat Penanganan Banjir Sumatera
Sistem Komando Dinilai Hambat Penanganan Banjir Sumatera
LSM/Figur
Aceh Terancam Kekurangan Pangan hingga 3 Tahun ke Depan akibat Banjir
Aceh Terancam Kekurangan Pangan hingga 3 Tahun ke Depan akibat Banjir
Pemerintah
Ecoton Temukan Mikroplastik pada Air Hujan dari 4 Wilayah di Jawa Timur
Ecoton Temukan Mikroplastik pada Air Hujan dari 4 Wilayah di Jawa Timur
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau