Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/09/2023, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Pemerintah menyiapkan dua alternatif bagi perusahaan bila mengeluarkan mengeluarkan emisi karbon lebih besar dari standar yang telah ditetapkan dalam sektornya.

Kedua alternatif tersebut adalah membayar pajak karbon atau membeli sertifikat karbon alias kredit karbon di bursa karbon.

Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam seminar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) yang digelar pada Jumat (15/9/2023).

Baca juga: Paus Mampu Serap Banyak Karbon daripada Pohon, Solusi Alami Krisis Iklim

Suahasil menuturkan, aturan mengenai pajak karbon telah tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP).

Dia menuturkan, pajak karbon bukan semata-mata diterapkan untuk mencari penerimaan negara, melainkan alternatif bagi upaya pengurangan emisi karbon.

“Kita membuat pajak karbon, tapi fungsinya bukan untuk cari penerimaan, tapi untuk memberikan alternatif kepada dunia usaha supaya bisa memenuhi net zero emission (NZE),” kata Suahasil, sebagaimana dilansir Antara.

Suahasil berujar, pemerintah memberikan kesempatan kepada dunia usaha untuk mencari kredit karbon sendiri.

Baca juga: Dunia Berlomba-lomba Capai Netralitas Karbon, Permintaan Uranium untuk PLTN Bakal Melonjak

Namun, bila tidak ingin membeli kredit karbon, maka mereka bisa membayar pajak karbon.

“Jadi, pajak karbon nanti ikut, tapi bukan yang utama,” sambungnya.

Pajak karbon merupakan salah satu instrumen yang disiapkan oleh pemerintah untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 sekaligus mencapai NZE pada 2060.

Dalam dokumen NDC terbaru, Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri, dan sebesar 43,20 persen dukungan internasional pada 2030.

Baca juga: Negara-negara Afrika Tuntut Penghasil Emisi GRK Bayar Pajak Karbon

Indonesia memiliki sumber daya hutan tropis seluas 125 juta hektare yang merupakan terbesar ketiga di dunia.

Dengan luas tersebut, Indonesia berpotensi memimpin pasar karbon yang diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon.

Suahasil menekankan, pemerintah mendorong daerah untuk menjaga sumber daya hutan.

Salah satu dukungan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk menjaga sumber daya hutan berupa kebijakan Insentif Fiskal Berbasis Ekologi atau Ecological Fiscal Transfer (EFT).

Dalam EFT, insentif diberikan kepada daerah-daerah yang bisa memberikan perlindungan lingkungan hidup yang baik, termasuk terhadap hutan.

Baca juga: Aturan Teknis Perdagangan Karbon Akhirnya Terbit, Ini 10 Pokoknya

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com