Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringati Hari Lingkungan, Walhi: Pemerintah Baru Jangan Teruskan Kerusakan Alam

Kompas.com - 06/06/2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak pemerintah yang akan datang untuk tidak melanjutkan kebijakan-kebijakan yang merusak lingkungan.

Desakan tersebut disampaikan Walhi dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup yang jatuh setiap 5 Juni melalui Pekan Rakyat Lingkungan Hidup 2024 di Padarincang, Banten, pada 2-5 Juni 2024.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi mengatakan, Pekan Rakyat Lingkungan Hidup menjadi sebagai peringatan serius bagi pemerintah terpilih yang sebentar lagi akan dilantik.

Baca juga: Mahasiswa ITS Ciptakan Deterjen Organik Ramah Lingkungan

Menurut Zenzi, kekuasaan yang dipegang oleh pemerintah adalah mandat dari rakyat yang harus digunakan untuk menjamin keselamatan rakyat dari bencana ekologis dan ekspansi modal yang merusak dan memonopoli sumber daya alam.

Dia mengingatkan, kebijakan yang saat ini dijalankan oleh pemerintahan yang berkuasa telah mempercepat kerusakan lingkungan dan seringkali mengabaikan perintah pengadilan yang mengharuskan pemulihan lingkungan.

"Jangan lagi meneruskan watak pemerintahan yang saat ini masih berkuasa, menjalankan kebijakan yang mempercepat kerusakan lingkungan dan membangkang perintah pengadilan untuk melakukan pemulihan lingkungan," kata Zenzi dikutip dari siaran pers, Selasa (4/6/2024).

Baca juga: Unicharm Luncurkan 3 Produk Bahan Bio Material Ramah Lingkungan

Dia menambahkan, pemerintah terpilih harus belajar dari kesalahan sebelumnya dan lebih berkomitmen pada perlindungan lingkungan dan kesejahteraan rakyat.

Zenzi mengingatkan, pada Juli 2019, Walhi bersama 32 warga menggugat Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat.

Pada 16 September 2021, hakim menyatakan para tergugat dalam perkara ini telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait penanganan polusi udara.

Dalam putusannya, hakim memerintahkan Presiden untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional dan memerintahkan Menteri LHK untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur terkait dalam inventarisasi emisi lintas batas provinsi.

Baca juga: Hari Sepeda Sedunia, Cara Mudah untuk Sehat dan Ramah Lingkungan

Zenzi menyampaikan, pemerintah bukannya melaksanakan putusan pengadilan malah mengajukan banding sampai tingkat kasasi.

Hasilnya, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung memperkuat putusan pengadilan.

Itu artinya, pemerintah tidak punya pilihan lain dan harus segera menjalankan perintah hukum.

"Sayangnya hingga malam ramah tamah pekan rakyat ini kita gelar, para tergugat masih saja bebal, mereka sama sekali belum menjalankan perintah pengadilan," jelas Zenzi.

Baca juga: Tahun 2024, Pemkab Tangerang Terima 42 Aduan Pencemaran Lingkungan

Zenzi menambahkan, dampak paling mengerikan dari abainya pemerintah dalam tata kelola lingkungan ini adalah korban jiwa terus berjatuhan.

Di Banten contohnya, di Suralaya, Kabupaten Cilegon, pemerintah membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

PLTU yang dibangun pada 1984 tersebut adalah salah satu penyumbang polusi udara terbesar dampaknya sampai ke Jakarta.

"Namun juga perlu kita ketahui, Banten yang tahun ini menjadi tuan rumah tidak lepas kegigihan orang-orang Padarincang mempertahankan tanahnya dari ekspansi modal. Di sini aktivitas industri yang merusak dan memonopoli sumber daya alam tidak mendapatkan tempat," tutur Zenzi.

Baca juga: Sensor Mikroelektronika Dikembangkan, Awasi Pencemaran Lingkungan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com