KOMPAS.com – Setelah Dibuka pada 30 November lalu, KTT iklim PBB COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), kini memasuki babak akhir.
Menjelang hari terakhir COP28 pada Selasa (12/12/2023), dunia menanti keputusan penting: apakah para pemimpin sepakat menghapus bahan bakar fosil secara bertahap.
Koalisi dari 80 negara lebih, termasuk AS, Uni, Eropa dan negara-negara kepulauan kecil mendorong tercapainya kesepakatan untuk menghapus bahan bakar fosil dalam COP28.
Baca juga: COP28: Pemimpin OPEC Desak Anggota dan Mitra Tolak Penghapusan Energi Fosil
Akan tetapi, mereka menghadapi perlawanan keras yang dipimpin oleh OPEC dan sekutunya. OPEC merupakan negara-negara produsen sekaligus eksportir minyak bumi.
Pada 6 Desember, OPEC telah mengeluarkan surat kepada para anggota beserta mitranya yang meminta mereka menentang bahasa apa pun yang menargetkan bahan bakar fosil dalam kesepakatan COP28.
Pada Minggu (10/12/2023), Presiden COP28 Sultan Al Jaber mendesak para negosiator bekerja lebih keras mencapai konsensus mengenai kesepakatan akhir.
Dia bahkan menggelar forum dengan berbagai negara dalam format majelis, di mana para peserta duduk dalam konfigurasi melingkar.
Baca juga: COP28: Aktivis Muda Muak dengan Janji-janji Iklim
“Kita sekarang berada di permainan akhir. Saya harap Anda sekalian tidak mengecewakan saya,” kata Jaber, sebagaimana dilansir Reuters.
Para pengamat dalam negosiasi tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa beberapa dari delegasi negara tampaknya mengindahkan seruan dari OPEC.
“Saya pikir masih ada posisi yang mengakar,” kata Wakil Menteri Iklim Polandia Adam Guibourge-Czetwertynski yang memimpin delegasi negaranya dalam COP28.
Produsen terbesar OPEC, Arab Saudi, bersama dengan Rusia dan negara-negara lain, berpendapat bahwa fokus COP28 harus pada pengurangan emisi, bukan menargetkan energi fosil.
Baca juga: Sangat Menghancurkan Jiwa, Keterwakilan Perempuan di COP28 Kurang 10 Persen
Di sisi lain, utusan iklim China Xie Zhenhua pada Sabtu (9/12/2023) menyampaikan, COP28 hanya dapat dianggap sukses jika mencakup kesepakatan mengenai bahan bakar fosil.
Akan tetapi, dia tidak mengatakan apakah Beijing akan mendukung kesepakatan “penghentian” bahan bakar fosil.
“Posisi mengenai masalah ini saat ini sangat antagonis, dan China sedang berusaha menemukan solusi yang dapat diterima semua pihak dan dapat menyelesaikan masalah tersebut,” tutur Xie.
Dia bahkan menggambarkan COP28 sebagai pertemuan puncak iklim yang paling sulit dalam kariernya.
Utusan Khusus AS untuk Perubahan Iklim John Kerry bertemu dengan Xie di Paviliun China selama 45 menit pada Minggu. Kerry tidak mengatakan bahasan pembicaraannya kepada wartawan.
Baca juga: COP28: Dana Kerugian dan Kerusakan Terkumpul 700 Juta Dollar AS, tapi Belum Cukup
Dalam rancangan teks negosiasi kesepakatan akhir COP28 yang dirilis pada Jumat (8/12/2023),negara-negara masih mempertimbangkan berbagai opsi mengenai bahan bakar fosil.
Opsi-opsi yang muncul tersebut dari mulai menyepakati penghentian bahan bakar fosil bertahap secara kuat hingga tidak disebutkan sama sekali.
Tiga sumber mengatakan kepada Reuters, Kepresidenan COP28 tidak bermaksud untuk merilis rancangan lain hingga Senin.
Hal tersebut akan memberi waktu bagi para negosiator selama seharian penuh untuk menyelesaikan perbedaan pendapat menjelang berakhirnya COP28 pada Selasa sebelum tengah hari.
Baca juga: Di COP28, Menteri ESDM Targetkan Emisi Energi Turun 358 Juta Ton
Berbicara di majelis pada Minggu, delegasi dari Arab Saudi menegaskan kembali posisinya bahwa kesepakatan COP28 tidak boleh memilih-milih sumber energi, namun harus fokus pada pengurangan emisi.
“Kami telah berpikir keras tentang bagaimana mengirimkan sinyal inklusif kepada dunia tentang apa yang disampaikan ilmu pengetahuan kepada kita, sepenuhnya tanpa pilih-pilih,” kata perwakilan tersebut.
“Kami secara konsisten menyuarakan keprihatinan kami atas upaya yang menyerang sumber energi, bukan emisi,” ucapnya.
Anggota OPEC lainnya, Irak, juga menyuarakan sikap yang sama.
Baca juga: Neutura Raup Pendanaan Angel COP28 untuk 2 Proyek Penyerap Karbon
Inggris dan Australia termasuk di antara sedikit negara yang menawarkan sedikit kompromi. Fleksibilitas dalam penggunaan bahan bakar fosil dimungkinkan selama ada upaya perlindungan yang memadai.
Sementara itu, Uni Eropa menegaskan kembali posisinya bahwa penghapusan bahan bakar fosil merupakan komponen penting dalam setiap kesepakatan untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim.
“Kita kehabisan waktu. Dan dengan segala hormat, waktu yang hampir habis adalah waktu untuk planet kita,” kata Wopke Hoekstra, kepala negosiator Uni Eropa untuk COP28.
Baca juga: Para Pemain Batu Bara dan Migas Dunia Ramai-Ramai Datangi COP28
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya