KOMPAS.com - Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menilai perhatian pemerintah terhadap transportasi perairan masih kurang diperhatikan.
Ia mengatakan, saat ini, angkutan sungai memang semakin sedikit digunakan untuk membawa penumpang, meski masih banyak digunakan untuk mengangkut logistik.
Adapun logistik diperlukan warga yang tinggal di sepanjang aliran sungai, karena tidak memiliki akses transportasi jalan memadai. Akan tetapi, angkutan sungai tetap perlu mendapat perhatian.
"Pemerintah tidak hanya memperhatikan moda kereta api, angkutan jalan, angkutan udara, transportasi laut, namun keberadaan angkutan sungai jangan dilupakan," ujar Djoko dalam pernyataannya, Minggu (3/3/2024).
Baca juga: Pendapat Ahli Soal Keberlanjutan Transportasi Skema Buy The Service
Terlebih Indonesia sebagai negara maritim memiliki luas perairan dua pertiga dari total wilayah Nusantara.
Berdasarkan data dari Direktorat Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (2023), jumlah sungai di Indonesia mencapai 2.397 aliran sungai dengan panjang keseluruhan 84.678 kilometer.
Namun, kata dia, transportasi sungai menjadi berkurang dengan makin berkembangnya transportasi jalan yang kian menjanjikan kecepatan.
Menurut Djoko, kondisi sungai saat ini melemah dalam hal pemenuhan standar keselamatan. Belum ada keterpaduan dengan moda transportasi lainnya, fasilitas sarana dan prasarana juga belum memadai.
Selain itu, kekurangan sumber daya manusia yang memiliki kompentensi, hingga melemahnya pengawasan keselamatan pelayaran.
Baca juga: Perpres CCS Diteken, Atur Transportasi Karbon Lintas Negara
Survei angkutan sungai di Sumatera Selatan tahun 2018 yang dilakukan Ketua Umum DPP Ikatan Alumni Pendidikan Tinggi Sungai, Danau dan Penyeberangan (IKASDAP) Azis Kasim Djou menyebutkan alasan masyarakat enggan menggunakan angkutan sungai.
Di antaranya karena waktu lebih lama dibandingkan dengan menggunakan kendaraan darat atau udara. Lalu perasaan lebih aman menggunakan transportasi darat, ada ketidakstabilan air, dan tidak adanya anggaran pemeliharaan sungai.
Kemudian, bahan bakar kapal dapat mencemari air, beberapa rute angkutan sungai sudah tidak lagi tersedia, sebagian sungai sudah sangat dangkal, jalan darat lebih lancar daripada sungai, jalan darat lebih dekat, dan sudah terlayani oleh angkutan darat.
Sedangkan beberapa alasan masyarakat mau menggunakan angkutan sungai antara lain karena sungai akan terawat lingkungannya, sebagai alternatif moda transportasi yang nyaman, dan jalan darat yang sudah mulai macet dan tidak tertib.
Kemudian, sensasi berkendara di sungai lebih menarik ketimbang darat, pada beberapa tempat sungai dapat memotong jalur jalan yang jauh, lebih cepat dan murah, untuk rekreasi atau pariwisata air, potensi pemasukan daerah, dan karena ada beberapa daerah yang hanya dapat dilalui via sungai.
Menurut Djoko, angkutan sungai masih memiliki sejumlah keunggulan. Seperti tersedianya aliran secara alami, biaya pengembangan jaringan lebih rendah (5-10 persen) dari angkutan jalan dan rel, dan biaya pemeliharaan rendah (20 persen) dari jaringan jalan.
Baca juga: Skema Transportasi Buy The Service di 11 Kota, Ini Saran Ahli
Lalu, keselamatan lebih tinggi dibandingkan angkutan jalan, bahan bakar lebih efisien (3,7 persen) dari angkutan jalan, dampak lingkungan lebih rendah (5,38 persen) dari angkutan jalan, biaya angkut lebih ekonomis untuk angkutan barang jarak jauh (2,86 persen) dari angkutan jalan.
Di samping itu, menjadi angkutan utama untuk daerah terpencil yang jaringan jalannya masih sulit atau mahal untuk dibangun, cocok untuk angkutan wisata, memungkinkan pelayanan dari pintu ke pintu (door to door service).
Lebih lanjut, angkutan sungai dikatakan mampu mengangkut volume besar, mampu mengangkut secara langsung dari angkutan perairan laut ke perairan daratan dan sebaliknya, serta sebagai alternatif untuk mengurangi kepadatan dan kerusakan jalan.
Tantangan revitalisasi angkutan sungai
Namun, Djoko mengakui cukup banyaknya tantangan merevitalisasi angkutan sungai. Sebab, bergantung pada kedalaman (fluktuasi air) dan kelebaran alur, serta rawan terjadinya pendangkalan dan erosi tebing sungai.
Kemudian, kecepatan relatif lebih rendah, tingkat reliabilitas kurang terjaga, kurang fleksibel karena jangkauan rendah hanya di sepanjang aliran alur saja, aksesibilitas rendah karena terkadang sulit dijangkau dari jalan, serta ada kecenderungan angkutan untuk kelebihan kapasitas.
Baca juga: Bus Gratis Trans Koetaradja di Aceh, Jawaban Transportasi Perkotaan
Selain itu, rendahnya tingkat kenyamanan untuk angkutan penumpang, dan waktu operasi terbatas karena pada malam hari sulit berlayar dengan sarana bantu navigasi yang terbatas.
Anggaran yang minim menurutnya juga menjadi hambatan untuk mengembangkan transportasi sungai.
"Apalagi, mayoritas kehidupan masyarakat di sepanjang aliran sungai termasuk wilayah tertinggal dan kurang tersentuh pembangunan," tutur Djoko.
Lebih lanjut, ia menilai akses ke pelabuhan sungai kurang mendapat perhatian pemerintah untuk dibenahi, seperti halnya akses ke bandara, pelabuhan laut, dan terminal bus yang sudah lebih baik.
"Penumpang angkutan sungai masih diasumsikan masyarakat menengah ke bawah yang tidak memiliki pilihan lain menggunakan transportasi umum," ujarnya.
Namun, menurutnya, anggaran pembangunan dan operasional dapat ditingkatkan dengan mengembangkan Direktorat Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan menjadi Direktorat Jenderal Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan di Kementerian Perhubungan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya