POSO, KOMPAS.com - Medio 2022, Abdul Hasan Polohe (41) mencoba mempraktikkan metode pertanian jagung yang didapatkannya dari pelatihan yang diselenggarakan Wahana Visi Indonesia (WVI).
Ketika waktu panen tiba, dia tak menyangka 20 bibit jagung hibrida yang dia tanam menghasilkan 10 ton di ladangnya yang terletak di Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah.
Padahal, selama puluhan tahun menjadi petani jagung, belum pernah dia mendapat panen sebanyak itu.
Baca juga: Intervensi Inklusif dan Berkelanjutan Tingkatkan Produktivitas Petani Rentan di Poso
Penyandang disabilitas daksa ini pun lantas menyadari bahwa selama ini hasil pertaniannya tidak maksimal karena tak menerapkan teknik pertanian yang tepat.
"Dari mulai pemilihan benih, pemupukan awal dihambur-hamburkan saja, sebelumnya tidak tidak jadi apa-apa," kata Hasan di kiosnya yang terletak di Desa Rompo, Minggu (2/6/2024).
Selain bertani jagung, Hasan turut mencari tambahan penghasilan dengan membuka kios kecil-kecilan di dekat rumahnya.
Ketika produktivitasnya meningkat, dia didorong untuk menjadi retailer benih serta pengendali hama di kiosnya.
Bermodal nekat, dia menerima tawaran tersebut. Rupanya, bibit hibrida semakin menjadi incaran banyak orang karena produktivitasnya yang tinggi dibanding benih lokal.
Usahanya semakin berkembang dan kepercayaan dirinya semakin terpupuk. Ketika itulah dia memberanikan diri untuk menjadi pengepul dengan margin keuntungan tipis, semata-mata demi membantu petani lain.
Baca juga: Patogen Tular Tanah Jadi Masalah bagi Jagung, Bisa Pengaruhi Ketahanan Pangan
Hasan adalah salah satu petani disabilitas yang mendapat pendampingan WVI melalui program Increasing the Leverage of iMSD Across Indonesia (Inclusion).
Melalui program tersebut, WVI melakukan intervensi kepada petani rentan dengan pelatihan dan pendampingan mulai dari pemilihan bibit, perawatan, pemupukan, pasca-panen, hingga pengelolaan keuangan yang inklusif.
Petani rentan tersebut meliputi perempuan, petani lanjut usia (lansia), dan difabel.
Selain Hasan, kelompok difabel di Desa Rompo yang bernama Petani Istimewa (Pastiwa) turut diberdayakan untuk bertani jagung.
Pada 2023, kelompok beranggotakan 15 orang tersebut diajak mengolah ladang. Lahan yang mereka garap pun disediakan oleh warga secara sukarela, tanpa dibebani biaya sewa.
Baca juga: Selain Padi dan Jagung, Krisis Iklim Kini Mengancam Gula
Ragam penyandang disabilitas di kelompok tersebut berbagai macam, mulai dari fisik hingga difabel intelektual.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya